Donasi Muslim.or.id
Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
Donasi Muslim.or.id Donasi Muslim.or.id

Agar Kita Turut Merasakan Indahnya Ramadhan (Bag. 1)

Abdullah Zaen, Lc., MA. oleh Abdullah Zaen, Lc., MA.
12 Februari 2020
Waktu Baca: 6 menit
25
112
SHARES
622
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

الحمد لله وحده والصلاة والسلام على من لا نبي بعده، أما بعد

Tamu agung itu sebentar lagi akan tiba, sudah siapkah kita untuk menyambutnya? Bisa jadi inilah Ramadhan terakhir kita sebelum menghadap kepada Yang Maha Kuasa. Betapa banyak orang-orang yang pada tahun kemarin masih berpuasa bersama kita, melakukan shalat tarawih dan idul fitri di samping kita, namun ternyata sudah mendahului kita dan sekarang mereka telah berbaring di ‘peristirahatan umum’ ditemani hewan-hewan tanah. Kapankah datang giliran kita?

Dalam dua buah hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan kondisi dua golongan yang saling bertolak belakang kondisi mereka dalam berpuasa dan melewati bulan Ramadhan:

Majelis ilmu di bulan ramadan

Golongan pertama digambarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:

من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه

“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala, maka akan dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Golongan kedua digambarkan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:

رب صائم حظه من صيامه الجوع والعطش

“Betapa banyak orang berpuasa yang hanya memetik lapar dan dahaga.” (HR. Ibnu Majah), al-Hakim dan dia menshahihkannya. Al-Albani berkata: “Hasan Shahih.”

Akan termasuk golongan manakah kita? Hal itu tergantung dengan usaha kita dan taufik dari Allah ta’ala.

Bulan Ramadhan merupakan momentum agung dari ladang-ladang yang sarat dengan keistimewaan, satu masa yang menjadi media kompetisi bagi para pelaku kebaikan dan orang-orang mulia.

Oleh sebab itu, para ulama telah menggariskan beberapa kiat dalam menyongsong musim-musim limpahan kebaikan semacam ini, supaya kita turut merasakan nikmatnya bulan suci ini. Di antara kiat-kiat tersebut (Agar Ramadhan Kita Bermakna Indah, nasihat yang disampaikan oleh Syaikh kami Dr. Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaili pada malam Jum’at 27 Sya’ban 1423 H di Masjid Dzun Nurain Madinah. Plus penjelasan-penjelasan lain dari penyusun):

Daftar Isi sembunyikan
1. Kiat Pertama: Bertawakal kepada Allah Ta’ala
2. Kiat Kedua: Bertaubat Sebelum Ramadhan Tiba
3. Kiat Ketiga: Membentengi Puasa Kita dari Faktor-Faktor yang Mengurangi Keutuhan Pahalanya

Kiat Pertama: Bertawakal kepada Allah Ta’ala

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Dalam menyambut kedatangan musim-musim ibadah, seorang hamba sangat membutuhkan bimbingan, bantuan dan taufik dari Allah ta’ala. Cara meraih itu semua adalah dengan bertawakal kepada-Nya.”

Oleh karena itu, salah satu teladan dari ulama salaf -sebagaimana yang dikisahkan Mu’alla bin al-Fadhl- bahwa mereka berdoa kepada Allah dan memohon pada-Nya sejak enam bulan sebelum Ramadhan tiba agar dapat menjumpai bulan mulia ini dan memudahkan mereka untuk beribadah di dalamnya. Sikap ini merupakan salah satu perwujudan tawakal kepada Allah.

Ibnu Taimiyah menambahkan, bahwa seseorang yang ingin melakukan suatu amalan, dia berkepentingan dengan beberapa hal yang bersangkutan dengan sebelum beramal, ketika beramal dan setelah beramal:

a. Adapun perkara yang dibutuhkan sebelum beramal adalah menunjukkan sikap tawakal kepada Allah dan semata-mata berharap kepada-Nya agar menolong dan meluruskan amalannya. Ibnul Qayyim memaparkan bahwa para ulama telah bersepakat bahwa salah satu indikasi taufik Allah kepada hamba-Nya adalah pertolongan-Nya kepada hamba-Nya. Sebaliknya, salah satu ciri kenistaan seorang hamba adalah kebergantungannya kepada kemampuan diri sendiri.

Menghadirkan rasa tawakal kepada Allah adalah merupakan suatu hal yang paling penting untuk menyongsong musim-musim ibadah semacam ini; untuk menumbuhkan rasa lemah, tidak berdaya dan tidak akan mampu menunaikan ibadah dengan sempurna, melainkan semata dengan taufik dari Allah. Selanjutnya kita juga harus berdoa kepada Allah agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan dan supaya Allah membantu kita dalam beramal di dalamnya. Ini semua merupakan amalan yang paling agung yang dapat mendatangkan taufik Allah dalam menjalani bulan Ramadhan.

Kita amat perlu untuk senantiasa memohon pertolongan Allah ketika akan beramal karena kita adalah manusia yang disifati oleh Allah ta’ala sebagai makhluk yang lemah:

وخلق الإنسان ضعيفا

“Dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. An-Nisa: 28)

Jika kita bertawakal kepada Allah dan memohon kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi taufik-Nya pada kita.

b. Di saat mengerjakan amalan ibadah, poin yang perlu diperhatikan seorang hamba adalah: ikhlas dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dua hal inilah yang merupakan dua syarat diterimanya suatu amalan di sisi Allah. Banyak ayat dan hadits yang menegaskan hal ini. Di antaranya: Firman Allah ta’ala,

وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين

“Padahal mereka tidaklah diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya.” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

“Barang siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan itu akan tertolak.” (HR. Muslim)

c. Usai beramal, seorang hamba membutuhkan untuk memperbanyak istigfar atas kurang sempurnanya ia dalam beramal, dan juga butuh untuk memperbanyak hamdalah (pujian) kepada Allah Yang telah memberinya taufik sehingga bisa beramal. Apabila seorang hamba bisa mengombinasikan antara hamdalah dan istigfar, maka dengan izin Allah ta’ala, amalan tersebut akan diterima oleh-Nya.

Hal ini perlu diperhatikan betul-betul, karena setan senantiasa mengintai manusia sampai detik akhir setelah selesai amal sekalipun! Makhluk ini mulai menghias-hiasi amalannya sambil membisikkan, “Hai fulan, kau telah berbuat begini dan begitu… Kau telah berpuasa Ramadhan… Kau telah shalat malam di bulan suci… Kau telah menunaikan amalan ini dan itu dengan sempurna…” Dan terus menghias-hiasinya terhadap seluruh amalan yang telah dilakukan sehingga tumbuhlah rasa ‘ujub (sombong dan takjub kepada diri sendiri) yang menghantarkannya ke dalam lembah kehinaan. Juga akan berakibat terkikisnya rasa rendah diri dan rasa tunduk kepada Allah ta’ala.

Seharusnya kita tidak terjebak dalam perangkap ‘ujub; pasalnya, orang yang merasa silau dengan dirinya sendiri (bisa begini dan begitu) serta silau dengan amalannya berarti dia telah menunjukkan kenistaan, kehinaan dan kekurangan diri serta amalannya.

Hati-hati dengan tipu daya setan yang telah bersumpah:

فبما أغويتني لأقعدن لهم صراطك المستقيم. ثم لآتينهم من بين أيديهم ومن خلفهم وعن أيمانهم وعن شمائلهم

“Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka (para manusia) dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka.” (QS. Al-A’raf: 16-17)

Kiat Kedua: Bertaubat Sebelum Ramadhan Tiba

Banyak sekali dalil yang memerintahkan seorang hamba untuk bertaubat, di antaranya: firman Allah ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحاً عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Rabb kamu akan menghapuskan kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (QS. At Tahrim: 8)

Kita diperintahkan untuk senantiasa bertaubat, karena tidak ada seorang pun di antara kita yang terbebas dari dosa-dosa. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,

كل بنى آدم خطاء وخير الخطائين التوابون

“Setiap keturunan Adam itu banyak melakukan dosa dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat.” (HR. Tirmidzi dan dihasankan isnadnya oleh Syaikh Salim Al Hilal)

Dosa hanya akan mengasingkan seorang hamba dari taufik Allah, sehingga dia tidak kuasa untuk beramal saleh, ini semua hanya merupakan sebagian kecil dari segudang dampak buruk dosa dan maksiat (lihat Dampak-Dampak dari Maksiat dalam kitab Ad-Daa’ Wa Ad-Dawaa’ karya Ibnul Qayyim, dan Adz-Dzunub Wa Qubhu Aatsaariha ‘Ala Al-Afrad Wa Asy-Syu’ub karya Muhammad bin Ahmad Sayyid Ahmad hal: 42-48). Apabila ternyata hamba mau bertaubat kepada Allah ta’ala, maka prahara itu akan sirna dan Allah akan menganugerahi taufik kepadanya kembali.

Taubat nasuha atau taubat yang sebenar-benarnya hakikatnya adalah: bertaubat kepada Allah dari seluruh jenis dosa. Imam Nawawi menjabarkan: Taubat yang sempurna adalah taubat yang memenuhi empat syarat:

  1. Meninggalkan maksiat.
  2. Menyesali kemaksiatan yang telah ia perbuat.
  3. Bertekad bulat untuk tidak mengulangi maksiat itu selama-lamanya.
  4. Seandainya maksiat itu berkaitan dengan hak orang lain, maka dia harus mengembalikan hak itu kepadanya, atau memohon maaf darinya (Lihat: Riyaadhush Shaalihiin, karya Imam an-Nawawi hal: 37-38)

Ada suatu kesalahan yang harus diwaspadai: sebagian orang terkadang betul-betul ingin bertaubat dan bertekad bulat untuk tidak berbuat maksiat, namun hanya di bulan Ramadhan saja, setelah bulan suci ini berlalu dia kembali berbuat maksiat. Sebagaimana taubatnya para artis yang ramai-ramai berjilbab di bulan Ramadhan, namun setelah itu kembali ‘pamer aurat’ sehabis idul fitri.

Ini merupakan suatu bentuk kejahilan. Seharusnya, tekad bulat untuk tidak mengulangi perbuatan dosa dan berlepas diri dari maksiat, harus tetap menyala baik di dalam Ramadhan maupun di bulan-bulan sesudahnya.

Kiat Ketiga: Membentengi Puasa Kita dari Faktor-Faktor yang Mengurangi Keutuhan Pahalanya

Sisi lain yang harus mendapatkan porsi perhatian spesial, bagaimana kita berusaha membentengi puasa kita dari faktor-faktor yang mengurangi keutuhan pahalanya. Seperti menggunjing dan berdusta. Dua penyakit ini berkategori bahaya tinggi, dan sedikit sekali orang yang selamat dari ancamannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan:

من لم يدع قول الزور والعمل به فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه

“Barang siapa yang tidak meninggalkan kata-kata dusta dan perbuatannya, maka niscaya Allah tidak akan membutuhkan penahanan dirinya dari makanan dan minuman (tidak membutuhkan puasanya).” (HR. Bukhari)

Jabir bin Abdullah menyampaikan petuahnya:

إذا صمت فليصم سمعك وبصرك ولسانك عن الكذب والمحارم ودع أذى الجار, وليكن عليك وقار وسكينة يوم صومك, ولا تجعل يوم صومك ويوم فطرك سواء

“Seandainya kamu berpuasa maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu turut berpuasa dari dusta dan hal-hal haram dan janganlah kamu menyakiti tetangga. Bersikap tenang dan berwibawalah di hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari puasamu dan hari tidak berpuasamu sama.” (Lathaa’if al-Ma’arif, karya Ibnu Rajab al-Hambali, hal: 292)

Orang yang menahan lisannya dari ghibah dan matanya dari memandang hal-hal yang haram ketika berpuasa Ramadhan tanpa mengiringinya dengan amalan-amalan sunnah, lebih baik daripada orang yang berpuasa plus menghidupkan amalan-amalan sunnah, namun dia tidak berhenti dari dua budaya buruk tadi! Inilah realita mayoritas masyarakat; ketaatan yang bercampur dengan kemaksiatan.

Umar bin Abdul ‘Aziz pernah ditanya tentang arti takwa, “Takwa adalah menjalankan kewajiban dan meninggalkan perbuatan haram”, jawab beliau. Para ulama menegaskan, “Inilah ketakwaan yang sejati. Adapun mencampur adukkan antara ketaatan dan kemaksiatan, maka ini tidak masuk dalam bingkai takwa, meski dibarengi dengan amalan-amalan sunnah.”

Oleh sebab itu para ulama merasa heran terhadap sosok yang menahan diri (berpuasa) dari hal-hal yang mubah, tapi masih tetap gemar terhadap dosa. Ibnu Rajab al-Hambali bertutur, “Kewajiban orang yang berpuasa adalah menahan diri dari hal-hal mubah dan hal-hal yang terlarang. Mengekang diri dari makanan, minuman dan jima’ (hubungan suami istri), ini sebenarnya hanya sekedar menahan diri dari hal-hal mubah yang diperbolehkan. Sementara itu ada hal-hal terlarang yang tidak boleh kita langgar baik di bulan Ramadhan maupun di bulan lainnya. Di bulan suci ini tentunya larangan tersebut menjadi lebih tegas. Maka sungguh sangat mengherankan kondisi orang yang berpuasa (menahan diri) dari hal-hal yang pada dasarnya diperbolehkan seperti makan dan minum, kemudian dia tidak berpuasa (menahan diri) dan tidak berpaling dari perbuatan-perbuatan yang diharamkan di sepanjang zaman seperti ghibah, mengadu domba, mencaci, mencela, mengumpat dan lain-lain. Semua ini merontokkan ganjaran puasa.”

Simak pembahasan selanjutnya: Agar Kita Turut Merasakan Indahnya Ramadhan (Bag. 2)

***

Penulis: Ustadz Abdullah Zaen, Lc.
Artikel www.muslim.or.id

Tags: PuasaRamadhan
SEMARAK RAMADHAN YPIA
Abdullah Zaen, Lc., MA.

Abdullah Zaen, Lc., MA.

alumni Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur, alumni Fakultas Syari’ah Institut Studi Islam Darussalam Gontor, S1 Fakultas Hadits dan Dirasat Islamiyah, S2 Jurusan Aqidah Universitas Islam Madinah. Dosen di Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyyah Imam Syafi'i Jember.

Artikel Terkait

Khiyar rukyah

Serial Fikih Muamalah (Bag. 17): Mengenal Khiyar Rukyah dan Pengaruhnya terhadap Akad Jual Beli

oleh Muhammad Idris, Lc.
14 Maret 2023
0

Pada kesempatan kali ini, insyaAllah akan kita bahas lebih mendalam hak khiyar rukyah dari sisi syariat Islam.

hukum haji anak kecil

Hukum Umrah atau Haji Anak Kecil

oleh Ahmad Anshori, Lc
14 Maret 2023
0

Ada perbedaan perndapat ahli fikih tentang keabsahan umrah atau haji anak kecil.

Membuat Makanan untuk Keluarga yang Ditinggal Mati

Anjuran Membuatkan Makanan untuk Keluarga yang Ditinggal Mati

oleh dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
9 Maret 2023
0

“ … sesungguhnya telah datang kepada mereka perkara yang menyibukkan mereka.”

Artikel Selanjutnya
Agar Kita Turut Merasakan Indahnya Ramadhan (Bag. 2)

Agar Kita Turut Merasakan Indahnya Ramadhan (Bag. 2)

Komentar 25

  1. khairunnissa says:
    14 tahun yang lalu

    apa hukumnya jika kita berpuasa meninggalkan shalat karena saking sibuk nya

    Balas
  2. echa says:
    14 tahun yang lalu

    Masya Allah.. artikel diatas sangat menggugah dan menginspirasi untuk benar-benar bisa mempersiapkan diri menjalani ibadah puasa Romadhan nanti insya Allah..Jazakillah…
    Mohon izin copy untuk buletin islam di kalangan muslimah jeddah ya Ustadz…

    Balas
  3. taufiq hidayah says:
    14 tahun yang lalu

    makasih udah membuat artikelnya yang cukup mengesankan buat saya , apalagi artikel ini bertemakan tentang bulan ramadan . sebentar lagi kita sebagai orang muslim akan kedatangan bulan puasa ,kita sebagai orang muslim harus bangga akan datangnya bulan ramadan .makasih buat artikelnya……………

    Balas
  4. ImamS says:
    14 tahun yang lalu

    Informasi yg bermanfaat…
    Mengena pada kepribadian tidak baik saya yang masih menjalaninya.

    Balas
  5. Marlinda says:
    14 tahun yang lalu

    Assalammualaikum Wr.Wb
    Seharusnya setiap muslim menyambut bulan Ramadhan dengan sukacita dan jadikan ramadhan mungkin menjadi ramadhan yang terakhir, sehingga kita berlomba-lomba untuk melakukan ibadah yang terbaik

    Balas
  6. Rheina says:
    14 tahun yang lalu

    Smg qt mjd hamba yg bnr2 bs mengoptimalkan kedekatan qt dg cinta sejati di bln yang penuh rahmah.amin

    Balas
  7. anang says:
    14 tahun yang lalu

    Assalammualaikum Wr.Wb
    gimana kalau melihat aurat selain muhrim?apakah mengurangi pahala puasa.sedangkan saya bekerja di Rumah Sakit.

    Balas
  8. abu najib says:
    14 tahun yang lalu

    ilmu yang bermanfaat, semoga kita seamkin siap menghadapi ramadhan
    yang akan tiba.
    syukron.

    Balas
  9. herman says:
    14 tahun yang lalu

    Marhaban..ya..Ramadhan.. bergembiranya hati orang-orang beriman menyambut datangnya bulan yang penuh berkah dan maghfiroh ini, seperti halnya menyambut datangnya seorang kekasih yg sdh lama di nanti-nanti, ingin segera memeluknya dengan tetesan airmata haru. Smoga Allah SWT masih memberikan kesempatan kepada kita untuk menunaikan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya. Amin.

    Balas
  10. Faisal anwar says:
    14 tahun yang lalu

    Ana copy y ustadz…

    Balas
  11. abu aisyah says:
    14 tahun yang lalu

    masyaAlloh,artikel yg bagus sekali sempga kita termasuk hamba yg semangat menyambut bulan yg suci&berkah amiin.

    Balas
  12. Erni Haryati says:
    14 tahun yang lalu

    mohon izinnya buat kutip artikel ini.
    Jazakumullah…

    Balas
  13. umm aisyah says:
    14 tahun yang lalu

    Alhamdulillah…Artikel yang bagus…mengingatkan kita akan datangnya bulan suci…Mohon ijin untuk mengutipnya..Jazakumullahu khoiron katsiro

    Balas
  14. mbekz says:
    14 tahun yang lalu

    trimakasih pak artikelnya… sukses selalu,, smoga kita bisa memanfaatkan bulan ramadhan kelak ,dan smga ada hasilnya..

    Balas
  15. yofi yukafi says:
    14 tahun yang lalu

    assalamu’alaikum wr.wb,,,,ustadz,,,bolehkah saya berkonsultasi dengan ustadz tentang masalah kehidupan???

    Balas
  16. deden hamsa purworejo says:
    14 tahun yang lalu

    ASSS.. AFWAN ANA COPY PASTEKAN MATERI INI BUAT MATERI CERAMAH ANE…GAPA2 KAN USTAD..SYUKRON

    Balas
  17. gallyndra says:
    14 tahun yang lalu

    Alhamdulillah. . terima kasih banyak telah membuat artikel ini, jujur artikel ini akan menjadi semangat bagi saya, agar kelak bulan romadhon yang sebentar lagi akan datang, dapat saya siapkan dengan hati yang iklas.

    Balas
  18. elfi says:
    14 tahun yang lalu

    Sangat bermanfaat…Saya izin untuk bisa di share diantara teman2 ya.. Jazakallah khair

    Balas
  19. arman says:
    14 tahun yang lalu

    artikel ini sangat berarti buat diri pribadi saya,, marilah kita sambut bulan yang penuh hikmah ini dengan memperbanyak amal shaleh.. semoga ALLAH SWT senantiasa bersama kita… amiin,,,

    Balas
  20. asep fadhlan says:
    14 tahun yang lalu

    Sungguh luar biasa “Menakjubkan” Ramadhan bulan 1000 bulan,boleh ya ustadz ana sebarluaskan ke org lain,spy syiar dakwah membumi,& dpt dinikmati olh pnghuni bumi……….. amien

    Balas
  21. mohammed says:
    14 tahun yang lalu

    masya Allah, artikel yg sungguh menggugah hati yg pnuh dosa. smoga AlLOH mudahkan ustad dlm berda’wa
    h ilalloh

    Balas
  22. akbar says:
    14 tahun yang lalu

    seandainya toubat dg tidak memenuhi sarat itu bagaimana?

    Balas
  23. crazytainment.com says:
    13 tahun yang lalu

    Insya Allah kita masih bisa bertemu dengan bulan ramadhan berikut’y..

    Balas
  24. ryan says:
    13 tahun yang lalu

    sungguh luar biasa….
    subhanallah…
    semoga kita semua selalu dalam lindungannya,,
    saran dan kiat yang luar biasa…
    untuk ustadz,terima kasih…

    Balas
  25. abu syamil says:
    13 tahun yang lalu

    mohon izin ana share to facebook ustad

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah