Muslim.or.id
Khutbah Jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result

Fikih I’tikaf (12)

Sa'id Abu Ukkasyah oleh Sa'id Abu Ukkasyah
25 Februari 2023
Waktu Baca: 3 menit
0
fikih itikaf

Berkata Al-Allamah Syaikh Syarafud Din Abun Naja Musa bin Ahmad Al-Hajjaawi rahimahullah dalam kitabnya : Zadul Mustaqni’ fi ikhtishar Al-Muqni’ :

وَلاَ يَخْرُجُ المُعْتَكِفُ إِلاَّ لِمَا لاَ بُدَّ لَهُ مِنْهُ، وَلاَ يَعُودُ مَرِيضاً، وَلاَ يَشْهَدُ جَنَازَةً إِلاَّ أَنْ يَشْتَرِطَهُ

Seorang yang sedang i’tikaf (mu’takif) tidak boleh keluar dari masjid tempat i’tikafnya, kecuali untuk keperluan yang harus ditunaikan.

Ia tidak boleh menjenguk orang yang sakit, tidak boleh pula menghadiri pengurusan jenazah, kecuali jika ia mensyaratkannya.

Penjelasan

Penulis di matan ini, mulai menyebutkan tentang hukum keluarnya mu’takif dari masjid tempat i’tikafnya.

Beliau menyebutkan dua macam:

1. Keluar untuk keperluan yang wajib atau mendesak ditunaikan, baik secara Syar’i maupun secara kebutuhan manusiawi.

Kesimpulan ini diambil dari perkataan beliau :

إِلاَّ لِمَا لاَ بُدَّ لَهُ مِنْهُ

kecuali untuk keperluan yang harus ditunaikan.

Mu’takif diperbolehkan keluar dari masjid tempat i’tikafnya,untuk memenuhi keperluan yang seperti ini, baik ia mempersyaratkannya dalam i’tikafnya atau tidak, namun sebatas keperluan saja.

Contoh keperluan jenis ini adalah makan, minum, mengambil tambahan pakaian jika suhu menjadi sangat dingin dan buang air kecil maupun besar, mengambil makanan,karena tidak ada yang mengambilkannya semua ini termasuk kedalam keperluan yang harus ditunaikan secara kebutuhan manusiawi.

Adapun kelompok keperluan yang harus ditunaikan secara Syar’i, seperti: berwudhu’ , shalat jum’at bagi mu’takif yang beri’tikaf di masjid yang tidak digunakan untuk shalat jum’at,padahal masa i’tikaf melewati hari jum’at dan mandi junub (mandi wajib).

Faedah

Adapun mandi sekedar untuk mendinginkan badan bagi mu’takif, maka yang seperti ini terlarang. Namun jika maksud mandi untuk menghilangkan bau badan dan kotoran yang melekat di badan, maka boleh. Demikian perincian Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah , bahwa hukum mandi bagi mu’takif ada tiga: wajib, terlarang dan boleh

2. Keluar untuk keperluan yang tidak wajib atau tidak mendesak ditunaikan, baik secara Syar’i maupun secara kebutuhan manusiawi

Kesimpulan ini diambil dari perkataan beliau:

ولا يعود مريضاً، ولا يشهد جنازة إلا أن يشترطه

Ia tidak boleh menjenguk orang yang sakit, tidak boleh pula menghadiri pengurusan jenazah.

Keperluan jenis ini, dicontohkan oleh penulis rahimahullah, yaitu: menjenguk orang yang sakit dan  tidak boleh pula menghadiri pengurusan jenazah.

Seorang yang sedang beri’tikaf  tidak boleh menjenguk orang yang sakit, tidak boleh pula menghadiri pengurusan jenazah, walaupun keduanya adalah perkara yang disunahkan, dengan alasan:

Pertama:  Karena dalam kondisi ini, i’tikaf baginya lebih penting daripada menjenguk orang yang sakit dan mengurus jenazah atau yang semisalnya dan ia tidak berdosa meninggalkan kedua aktifitas tersebut atau yang semisalnya. Namun, jika ia berada dalam keadaan tidak ada satupun orang yang mengurus jenazah kecuali ia, maka dalam kondisi ini, berubah menjadi keperluan jenis pertama dan harus ditunaikan olehnya.

Kedua: Karena keluar untuk memenuhi keperluan jenis ini akan memakan waktu i’tikaf beberapa lama.

Namun, ada satu kondisi yang menunjukkan diperbolehkannya bagi mu’takif keluar untuk memenuhi keperluan jenis ini, penulis rahimahullah mengatakan:

إِلاَّ أَنْ يَشْتَرِطَهُ

“kecuali jika ia mensyaratkannya”,maksudnya adalah mu’takif boleh mempersyaratkan untuk keluar dari masjid tempat i’tikafnya, di saat akan memulai i’tikafnya. Namun, tidak selayaknya hal ini dilakukan, bahkan i’tikaf tanpa syarat itulah yang lebih utama, kecuali jika orang yang sakit memiliki hak atas dirinya, seperti : orang yang sakit itu adalah kerabatnya, yang kalau seandainya tidak menjenguknya akan terhitung memutuskan tali silaturrahmi, maka dalam kondisi ini, i’tikaf bersyarat lebih utama.

3. Keluar untuk keperluan yang penting bagi mu’takif, namun bertentangan dengan i’tikafnya.

Keluar untuk memenuhi keperluan jenis ini akan membatalkan i’tikaf seseorang, baik mu’takif mempersyaratkannya ataupun tidak.

Contoh:  Keluar untuk keperluan bisnis, keluar untuk menggauli istri dan keluar untuk piknik.

[Diolah dari : Asy-Syarhul Mumti‘ 6/519-520 (PDF)].

(Bersambung)

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.or.id

[serialposts]

Tags: fikih i'tikaf
Sa'id Abu Ukkasyah

Sa'id Abu Ukkasyah

Pengajar Ma'had Jamilurrahman As Salafy Yogyakarta (hingga 1436H), Pengajar Ma'had Al Ilmi Yogyakarta, Pengajar Islamic Center Baitul Muhsinin (ICBM) Medari Yogyakarta

Artikel Terkait

Kapan Membaca Basmalah

Kapan Kita Ditekankan untuk Membaca Basmalah?

oleh Muhammad Idris, Lc.
20 September 2023
1

Muslim yang baik adalah muslim yang menjadikan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sebagai role model, suri teladan bagi dirinya dalam...

Doa yang Dibaca ketika Salat Jenazah

Penjelasan Doa yang Dibaca ketika Salat Jenazah

oleh M. Saifudin Hakim
17 September 2023
0

Terdapat dua lafaz doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk dibaca ketika salat jenazah dan disebutkan oleh Ibnu...

Sunah-Sunah Wudu yang Sering Dilalaikan

Sunah-Sunah Wudu yang Sering Dilalaikan

oleh Muhammad Idris, Lc.
13 September 2023
0

Sesungguhnya di antara perkara yang harus senantiasa dipelihara dan diperhatikan seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari adalah menghidupkan sunah-sunah Nabi shallallahu...

Artikel Selanjutnya
puasa syawal

Bolehkah Puasa Enam Hari Syawwal Setelah Bulan Syawwal?

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Donasi Dakwah YPIA Donasi Dakwah YPIA Donasi Dakwah YPIA
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah