Syaikh Salim Al-Hilali menukil keterangan Ibnu Manzhur seorang pakar bahasa Arab mengenai makna kata ’salaf’. Ibnu Manzhur mengatakan di dalam kamus Lisan Al-’Arab (9/159), “Salaf juga bermakna setiap orang yang mendahuluimu, yaitu nenek moyangmu dan orang-orang terdahulu yang masih memiliki hubungan kerabat denganmu; yang mereka itu memiliki umur dan keutamaan yang lebih di atasmu. Oleh sebab itu generasi pertama (umat ini) dari kalangan tabi’in disebut sebagai kaum salafush-shalih/pendahulu yang baik.” (lihat Limadza ikhtartul manhaj salafy, hal. 30).
Kata salaf itu sendiri sudah disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya kepada Fathimah, ”Sesungguhnya sebaik-baik salafmu adalah aku.” (HR. Muslim [2450/98]). Artinya sebaik-baik pendahulu. Kata salaf juga sering digunakan oleh ahli hadits di dalam kitab haditsnya. Bukhari rahimahullah mengatakan, “Rasyid bin Sa’ad berkata ‘Para salaf menyukai kuda jantan. Karena ia lebih lincah dan lebih berani.” Al Hafizh Ibnu Hajar menafsirkan kata salaf tersebut, “Maksudnya adalah para sahabat dan orang sesudah mereka.” (lihat Limadza ikhtartul manhaj salafy, hal. 31-32).
Sedangkan menurut istilah para ulama, maka yang dimaksud dengan salaf adalah sebuah karakter yang melekat secara umum pada diri para sahabat radhiyallahu’anhum, dan orang-orang sesudah mereka pun bisa disebut demikian jika mereka mengikuti dan meneladani jejak para sahabat (lihat Limadza ikhtartul manhaj salafy, hal. 30).
Apabila disebut generasi salaf maka yang dimaksud adalah tiga kurun terbaik umat ini; sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in. Itulah tiga generasi terbaik yang telah dipersaksikan kebaikan dan keutamaannya oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah di jamanku (para sahabat), kemudian orang-orang setelah mereka (tabi’in), dan kemudian yang setelah mereka lagi (tabi’ut tabi’in).” (HR. Bukhari dan Muslim, hadits mutawatir). Ini merupakan pemaknaan salaf jika ditinjau dari sisi masa (lihat Limadza ikhtartul manhaj salafy, hal. 33).
Namun, istilah salaf yang sering dipakai oleh para ulama tidak terbatas pada pemaknaan masa (marhalah zamaniyah) semacam itu. Sebab dalam pengertian mereka istilah salaf merupakan label yang layak untuk dilekatkan bagi siapa saja yang senantiasa berupaya untuk menjaga keselamatan aqidah dan manhajnya yaitu dengan konsisten mengikuti cara beragama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta para sahabatnya, di manapun dan kapanpun mereka berada (lihat Limadza ikhtartul manhaj salafy, hal. 33).
Syaikh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al ‘Aql mengatakan, “Salaf adalah generasi awal umat ini, yaitu para sahabat, tabi’in dan para imam pembawa petunjuk pada tiga kurun yang mendapatkan keutamaan (sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in, red). Dan setiap orang yang meneladani dan berjalan di atas manhaj mereka di sepanjang masa disebut sebagai salafi sebagai bentuk penisbatan terhadap mereka.” (Mujmal Ushul Ahlis Sunnah wal Jama’ah fil ‘Aqidah, hal. 5-6)
Allah ta’ala berfirman mengisyaratkan kelurusan manhaj salaf yang mulia ini dengan firman-Nya (yang artinya), “Dan orang-orang yang lebih dahulu (masuk Islam) dan pertama-tama (berjasa dalam dakwah) yaitu kaum Muhajirin dan Anshar dan juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah meridhai mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Allah mempersiapkan untuk mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang sangat besar.” (QS. At-Taubah : 100).
Ustadz Abdul Hakim Abdat hafizhahullah mengatakan, “Ayat yang mulia ini merupakan sebesar-besar ayat yang menjelaskan kepada kita pujian dan keridhaan Allah kepada para Shahabat radhiyallahu ‘anhum. Bahwa Allah ‘azza wa jalla telah ridha kepada para Shahabat dan mereka pun ridha kepada Allah ‘azza wa jalla. Dan Allah ‘azza wa jalla juga meridhai orang-orang yang mengikuti perjalanan para Shahabat dari tabi’in, tabi’ut tabi’in dan seterusnya dari orang alim sampai orang awam di timur dan di barat bumi sampai hari ini. Mafhum-nya, mereka yang tidak mengikuti perjalanan para Shahabat, apalagi sampai mengkafirkannya, maka mereka tidak akan mendapatkan keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala.” (Al Masaa’il jilid 3, hal. 74)
Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa hakikat dakwah salafiyah tidak lain ialah mengajak umat untuk senantiasa mengikuti cara beragama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya dengan baik. Sehingga dakwah salafiyah bukanlah dakwah hizbiyah yang menyeru kepada kelompok tertentu dan tokoh-tokoh tertentu selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum ajma’in. Maka salafiyah adalah kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman para sahabat dan para pengikut setia mereka, tidak lebih dari itu.
Kenyataan yang tidak bisa dipungkiri
Pembesar sebuah gerakan dakwah di negeri ini menerangkan kepada kita dengan jujur bahwa, “Salafi adalah suatu manhaj yang berupaya kembali pada rujukan asli, yaitu: al-Qur’an dan Sunnah sebagaimana yang telah difahami dan diamalkan oleh generasi salaf yang shalih.” (lihat Ittijah Fiqih Dewan Syari’ah Partai Keadilan Sejahtera yang ditanda tangani DR. Surahman Hidayat, MA tertanggal 28 Juli 2005 –semoga Allah memberikan hidayahnya kepada beliau-).
Namun, keterangan beliau ini sangat berbeda -kalau tidak mau dikatakan bertentangan- dengan pernyataan seorang pengasuh website al-ikhwan.net yang dengan beraninya mengatakan, ”istilah Salaf ataupun Salafi, maka itu tidak aku temukan dalam Al-Kitab maupun As-Sunnah, maka tidak perlu dihiraukan sedikitpun.” (Dirasah fi Al Aqidah Al Islamiyah). Kalau dalam masalah fiqih mengaku-ngaku salafi, tapi mengapa dalam masalah aqidah tidak mau menjadi salafi? Ada apa ini, wahai saudaraku! Aduhai alangkah tepat ungkapan ini, “Engkau melihat [seolah-olah] mereka bersatu akan tetapi [ternyata] hati mereka tercerai berai.” Allahu yahdiik!
Mengapa harus salafiyah?
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah pernah ditanya : Kenapa harus menamakan diri dengan salafiyah? Apakah ia sebuah dakwah yang menyeru kepada partai, kelompok atau madzhab tertentu. Ataukah ia merupakan sebuah firqah (kelompok) baru di dalam Islam ?
Maka beliau rahimahullah menjawab,
“Sesungguhnya kata Salaf sudah sangat dikenal dalam bahasa Arab. Adapun yang penting kita pahami pada kesempatan ini adalah pengertiannya menurut pandangan syari’at. Dalam hal ini terdapat sebuah hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala beliau berkata kepada Sayyidah Fathimah radhiyallahu ‘anha di saat beliau menderita sakit menjelang kematiannya, “Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah. Dan sesungguhnya sebaik-baik salaf (pendahulu)mu adalah aku.” Begitu pula para ulama banyak sekali memakai kata salaf. Dan ungkapan mereka dalam hal ini terlalu banyak untuk dihitung dan disebutkan. Cukuplah kiranya kami bawakan sebuah contoh saja. Ini adalah sebuah ungkapan yang digunakan para ulama dalam rangka memerangi berbagai macam bid’ah. Mereka mengatakan, “Semua kebaikan ada dalam sikap mengikuti kaum salaf…Dan semua keburukan bersumber dalam bid’ah yang diciptakan kaum khalaf (belakangan).” …”
Kemudian Syaikh melanjutkan penjelasannya,
“Akan tetapi ternyata di sana ada orang yang mengaku dirinya termasuk ahli ilmu; ia mengingkari penisbatan ini dengan sangkaan bahwa istilah ini tidak ada dasarnya di dalam agama, sehingga ia mengatakan, “Tidak boleh bagi seorang muslim untuk mengatakan saya adalah seorang salafi.” Seolah-olah dia ini mengatakan, “Seorang muslim tidak boleh mengatakan : Saya adalah pengikut salafush shalih dalam hal akidah, ibadah dan perilaku.” Dan tidak diragukan lagi bahwasanya penolakan seperti ini –meskipun dia tidak bermaksud demikian- memberikan konsekuensi untuk berlepas diri dari Islam yang shahih yang diamalkan oleh para salafush shalih yang mendahului kita yang ditokohi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana disinggung di dalam hadits mutawatir di dalam Shahihain dan selainnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah di jamanku (sahabat), kemudian diikuti orang sesudah mereka, dan kemudian sesudah mereka.” Oleh sebab itu maka tidaklah diperbolehkan bagi seorang muslim untuk berlepas diri dari penisbatan diri kepada salafush shalih. Berbeda halnya dengan penisbatan (salafiyah) ini, seandainya dia berlepas diri dari penisbatan (kepada kaum atau kelompok) yang lainnya niscaya tidak ada seorangpun di antara para ulama yang akan menyandarkannya kepada kekafiran atau kefasikan…” (Al Manhaj As Salafi ‘inda Syaikh Al Albani, hal. 13-19, lihat Silsilah Abhaats Manhajiyah As Salafiyah 5 hal. 65-66 karya Doktor Muhammad Musa Nashr hafizhahullah).
Ini bukan bid’ah akhi…
Istilah salafiyah artinya penyandaran diri kepada kaum salaf. Hal itu merupakan perkara yang terpuji, bukan tergolong bid’ah atau menciptakan mazhab yang baru. Syaikh Salim Al-Hilali hafizhahullah menukil keterangan Ibnu Taimiyah di dalam Majmu’ Fatawanya (4/149) yang menuturkan, “Tidaklah tercela sama sekali orang yang menampakkan mazhab salaf dan menyandarkan diri kepadanya serta merasa mulia dengan pengakuannya itu. Bahkan pernyataannya itu wajib untuk diterima berdasarkan kesepakatan (ulama). Sebab mazhab salaf tidak lain adalah kebenaran itu sendiri.” (Limadza ikhtartul manhaj salafy, hal. 33).
Syaikh Prof. Dr. Ibrahim bin ‘Amir Ar Ruhaili hafizahullah mengatakan, “Bukan termasuk perbuatan bid’ah barang sedikitpun apabila Ahlus Sunnah menamai dirinya Salafi. Sebab pada hakekatnya istilah Salaf sama persis artinya dengan isitlah Ahlus Sunnah wal Jama’ah…” (Mauqif Ahlis Sunnah, 1/63. Dinukil melalui Tabshir Al Khalaf bi syar’iyatil Intisab ila As Salaf). Maka seorang salafi adalah setiap orang yang mengikuti Al Kitab dan As Sunnah dengan pemahaman salafush salih serta menjauhi pemikiran yang menyimpang dan bid’ah-bid’ah dan tetap bersatu dengan jama’ah kaum muslimin bersama pemimpin mereka. Itulah hakekat salafi, meskipun orangnya tidak menamakan dirinya dengan istilah ini (lihat kalimat penutup risalah Tabshir Al Khalaf bi syar’iyatil Intisab ila As Salaf karya Dr. Milfi Ash-Sha’idi).
***
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
Alhamdulillah, manhaj ini adalah yg haq dan berkah. Tiada yg bisa terucap dari mulut ini karena kasih sayang Alloh memberikan hidayah untuk menerima manhaj ini meskipun awalnya sulit diterima krn sejak kecil sampai lulus kuliah yg terpatri adl anggapan semua golongan itu baik, apa yg dilakukan baik, dstnya. Namun setelah merenungi dg akal sehat dan dimudhakan oleh ALloh untuk menerima penjelasan dari Ustadz-Ustadz Salaf mk benar-benar bisa dicerna dan diterima oleh akal. Maka semoga ALloh membalas kepada ikhwan yg mengajak ana kpd manhaj ini dan kepada Ustadz-ustadz yg telah menjelaskan dg indah manhaj ini. Terutama Ustadz Abdul Hakim, UStadz Yazid, dan lain-lainnya. Ya Rabb, jagalah ulama-ulama Salaf serta Ustadz-Ustadz Salaf dan balaslah bagi mereka pahala yg berlimpah dan jadikanlah kami masuk ke dalam golongan orang-ornag yg Engkau ridho-i. Dan alangkah bahagianya membaca sabda Nabi bhw kedudukan seseorang di surga itu bersama dg orang yg dicintainya. . . padahal amalan kami ini sangat jauh dibandingkan orang-orang yg kami cintai tsb. Ya Rabb jauhkanlah kami dari nerakamu dna masukkanlah kami ke dalam surgamu. AMin.
Kalau salafi itu adalah orang yg mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah dgn pemahaman salafush shalih yg tentunya hanya ada satu, lalu bagaimana dgn yg menuruti pemahaman imam2 madzhab? Tentunya akan berpecah belah. Apatah lagi, dimasa hidupnya imam2 madzhab itu, imam2 ahli hadits yg masyhur dgn ketelitiannya seperti imam Bukhari dan Muslim belum lagi dilahirkan. Jadinya, apakah fatwa imam2 madzhab itu beralasan dgn al-Hadits yg shahih menurut syarah imam Bukhari? Karena itu, kiranya kaum salafi tidaklah patut lagi mengikuti fatwa atau pemahaman imam2 madzhab. Kembalilah kepada al-Qur’an dan as-Sunnah dan ijma’ shahabat Nabi saw yg terpimpin.
Sesungguhnya (Qur’an) ini adalah jalanKu yg lurus. Karena itu, hendaklah kamu turut dia, dan jangan kamu menurut “beberapa jalan”, sebab jalan2 itu akan menceraikan lamu dari jalan Allah. Demikianlah Allah berpesan kepadamu, supaya kamu bertaqwa. (al-An’am !54).
#Abu Nabila
Mengikuti fatwa ulama ahlus sunnah (baik imam mazhab atau bukan) belum tentu menyelisihi Qur’an dan Sunnah. Justru ulama itu mazhonnatul haq, kebenaran ada di tengah-tengah mereka. Yang menyampai Qur’an dan Sunnah sesuai pemahaman Salafushalih pun ulama. Sehingga kita tidak bisa memahami dengan benar tanpa lewat ulama. Dan semua ulama Ahlus Sunnah itu berada pada jalan yang satu walau beda nisbahnya, bukan “beberapa jalan”.
Hanya saja kita tidak boleh taqlid, serta tidak mengikuti pendapat ulama yang menyelisihi Qur’an dan Sunnah.
isyhadu bi anna “SALAFY” insya’Allah..
tidak ada keraguan dalam diri saya untuk menisbatkan diri kepada manhaj salaf, karena
manhaj salaf adalah manhaj yang haq dan mulia,
walaupun mungkin akan terasa berat karena konsekwensi yang akan dialami bagi siapa saja yang mengikuti manhaj salaf,
namun mudah-mudahan Allah selalu memberikan hidayah-Nya kepada saya agar tetap bisa istiqamah diatas manhaj yang haq ini insya’Allah
Sekedar ingin menambah komennya akhi Abu Nabila,
Menjadi salafi tidak perlu meninggalkan pendapatnya para imam madzhab, karena sebagaimana manusia yg tidak maksum, pendapat mereka jg ada benarnya dan ada salahnya. Kita tidak perlu bersikap ghuluw terhadap imam madzhab spt halnya sebagian kaum muslimin di Indonesia yg ghuluw terhadap madzhab imam Syafi’i dan sebaliknya, kita jg tidak perlu bersikap meninggalkan pendapat mereka seolah2 org yg anti madzhab. Ingatlah akh, ahlussunnah adalah wasath = pertengahan.
Justru disini posisi para imam madzhab itu adalah sebagai penerang kita didalam membantu mengenal Qur’an dan Sunnah. Kita akan sulit mengetahui bagaimana fikih para sahabat didalam mempraktekkan sunnah Rasulullah, pun kita akan sulit mengetahui bagaimana fikih2 didalam hukum2 yg terdapat di Al Qur’an jika kita tidak mempelajari ijtihad para imam madzhab. Saya rasa antum pun sudah mengetahui jasa2 mereka yg besar sekali didalam pengembangan hukum2 islam. Imam Syafi’i sebagai org pertama yg merumuskan kaidah ushul fikih, lalu Imam Ahmad yg menjadi guru bagi Imam Bukhari dan Imam Muslim, dengan kata lain ilmu riwayat dan dirayat yg didapat Imam Bukhari dan Imam Muslim pun berasal dari Imam Ahmad. Lalu mengapakah kita harus meninggalkan pendapat para imam madzhab sama sekali? Bukankah lebih baik kita ambil ijtihad mereka yg bersesuaian dengan Qur’an dan Sunnah dan kita tinggalkan ijtihad mereka yg salah.
Ya akhi, ingat2lah nasihat mereka yg amat berharga bagi penuntut ilmu spt kita. Imam Syafi’i : “Jika ada suatu hadits shahih, itulah madzhabku”, “Jika pendapatku bertentangan dengan hadits Rasulullah, maka ambillah hadits Rasulullah dan jgn kalian ikuti pendapatku.” Lalu Imam Malik : “Setiap org bisa diterima dan ditolak perkataannya, kecuali Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam.”
Jika ada komentar saya yg salah mohon dikoreksi dan saya sadar komentar saya pun dapat ditolak dan dikritik. Oleh karena itu, jika ada pendapat lain, monggo…
Semoga Allah Ta’ala merahmati kita semua.
@abu nabila:
Mengikuti pendapat para imam madzhab tidaklah tercela, asalkan kita mengetahui bahwa pendapat mereka tersebut tidak bertentangan (sesuai) dengan Al Qur’an dan Sunnah menurut pemahaman salaful ummah, yang juga tidak menyelisihi apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, karena telah masyhur peringatan para imam tersebut sendiri agar tidak bertaqlid buta terhadap madzhab mereka, seperti perkataan salah seorang mereka bahwa mana hadits yang paling shahih itulah madzhabnya.
jika salaf itu berarti yang terdahulu/pendahulu.
lalu bagaimana dengan orang2 yang selalu berkata
;”saya hanya melakukan apa yang dulu dilakukan pendahulu (nenek moyang)saya”?
jadi,sebaiknya sebagai umat ISLAM,tidak perlu mengelompokan diri dengan nama2 tertentu. ISLAM ya ISLAM. bukan umat yang hanya mengikuti apa kata pendahulu atau nenek moyang.TAPI hanya mengikuti apa2 yg diajarkan oleh Nabi dan Rasul ALLAH,hanya mengikuti pada kitab2 yang diturunkan pada nabi dan rasul-Nya.
@ Arie
Mohon bisa pahami artikel berikut:
1. https://muslim.or.id/manhaj/mari-mengenal-manhaj-salaf.html
2. https://muslim.or.id/manhaj/mengenal-salaf-dan-salafi.html
3. https://muslim.or.id/manhaj/mengapa-harus-manhaj-salaf.html
Semoga Allah beri kepahaman.
akhi dlm memahami ajaran salaf tdk perlu kt mempermasaalahkan pendapat beberapa ulama tp marilah kt ambil pendapat yg paling dekat dgn alquran dan assunnah,ingat tdk ada manusia yg ma’sum kecuali Rasulullah sallallahu alaihi wasallam
asalamualikum warahma tullahwibaraka tuhu, Alhamdulillah. Salafes are so alike everywhere.
May Allah guide us to follow the steps of our salaf in everything. ameen.
jika salaf itu berarti yang terdahulu/pendahulu.
lalu bagaimana dengan orang2 yang selalu berkata
;”saya hanya melakukan apa yang dulu dilakukan pendahulu (nenek moyang)saya”?
jadi,sebaiknya sebagai umat ISLAM,tidak perlu mengelompokan diri dengan nama2 tertentu. ISLAM ya ISLAM. bukan umat yang hanya mengikuti apa kata pendahulu atau nenek moyang.TAPI hanya mengikuti apa2 yg diajarkan oleh Nabi dan Rasul ALLAH,hanya mengikuti pada kitab2 yang diturunkan pada nabi dan rasul-Nya.
TANGGAPAN UNTUK ANDA ADALAH
Syaikh Salim Al-Hilali hafizhahullah menukil keterangan Ibnu Taimiyah di dalam Majmu’ Fatawanya (4/149) yang menuturkan, “Tidaklah tercela sama sekali orang yang menampakkan mazhab salaf dan menyandarkan diri kepadanya serta merasa mulia dengan pengakuannya itu. Bahkan pernyataannya itu wajib untuk diterima berdasarkan kesepakatan (ulama). Sebab mazhab salaf tidak lain adalah kebenaran itu sendiri.” (Limadza ikhtartul manhaj salafy, hal. 33).
SEKIAN DARI SAYA.SEMOGA ALLAH MEMBERI ANDA ILMU YANG BERLIMPAH DAN MENDAPAH HIDAYAH ILMU
@Ari. .
jika salaf itu berarti yang terdahulu/pendahulu.
lalu bagaimana dengan orang2 yang selalu berkata
;”saya hanya melakukan apa yang dulu dilakukan pendahulu (nenek moyang)saya”?
Kalimat yg antum sebutkan ini menunjukkan ketidaktahuan antum akan Salaf itu. . .
Sebenarnya yg dimaksud adalah Salafushsholih yakni orang-orang terdahulu yg sholih dari generasi sahabat, tabiin dan tabiut tabiin yg mereka beriman kpd Alloh dan RosulNya. . hanya saja kemudian lebih dikenal dan disingkat dg sebutan Salafy. . Karena Abu Jahal, Abu Lahabpun Salaf tetapi bukan Salafussholih. . juga tokoh-tokoh khowarij awal. . mereka juga Salaf secara bhs namun bukan Salaf yg dimaksudkan yakni salafushsholih. .
Adapun yg antum bawakan hanya sepenggal dari sebuah ayat dan antum sembunyikan utk mengaburkan makna salaf dg nenek moyang yg pelaku syirik bhw mereka itulah yg disebutkan dg celaan dalam Al Qur’an : Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?.” (Al Baqoroh : 170) dan Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul.” Mereka menjawab: “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya.” Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?. (Al Maidah 104)
Ana takjub dg antum menyamakan Salaf dalam pengertian Salafush Sholih dg Nenek moyang (sbg orang pendahulu) tsb utk kemudian antum katakan :”
jadi,sebaiknya sebagai umat ISLAM,tidak perlu mengelompokan diri dengan nama2 tertentu. ISLAM ya ISLAM. bukan umat yang hanya mengikuti apa kata pendahulu atau nenek moyang.TAPI hanya mengikuti apa2 yg diajarkan oleh Nabi dan Rasul ALLAH,hanya mengikuti pada kitab2 yang diturunkan pada nabi dan rasul-Nya.
.
Kalimat ini benar tapi yg antum maksudkan kebathilan yakni tidak boleh kita menasehati saudara–saudara kita yg keliru dalam memahami Islam. . biarkan mereka dg pemahamannya sendiri2. . .
Lihatlah siapakah yg mengelompokkan dirinya? Siapa yg berwala dan berbaro dalam kelompoknya?. . . Salaf tidak pernah demikian bhk mereka memperingatkan agar manusia tdk bangga atas kelompoknya masing2. . . bukankah dahulu Islam itu 1 yakni di atas Manhaj Nabi dna Para Sahabatnya yg merupakan Salafush SHolih generasi awal? Maka Manhaj Salaf mengajak ummat ini kembali kepada mereka yg telah memecahkan diri dari Islam yg satu dg berbagai Firqoh2nya. . . demikianlah salaf agar manusia kembali kpd Al Qur’an dan Sunnah sebagaimana yg difahami oleh Rasul bersama Para Sahabtnya dan bukan sesuai pemahaman masing-masing kelompok an hawa nafsu. . .
Maka sebaiknya saran antum terakhir itulah antum tujukan kpd mereka yg membuat kelompok-kelompok yg dibangun atas wara dan baro di antara anggota kelompok mereka sendiri tsb. . .
@ Arie
Semoga kita semua termasuk dari orang-orang yang berada di atas Al Qur’an dan SUnnah (sesuai pemahaman Nabi beserta para sahabat, penghulunya Salafushsholih). . dan kita berharap kemudian hanya ada satu kata yakni ISLAM sebagaimana yg terjadi di zaman Nabi dan para sahabat. . . namun sunnatulloh bhw Alloh menghendaki Ummat ini tidak menjadi ummat yg satu sebagaimana Nabi sebutkan bhw beliau berdoa aar ummat ini tidak berselisih namun Alloh tidak mengabulkannya. . mk jk hanya Islam JIL pun mengaku Islam lalu apa yg membedakan kita dgnya?. . .karena itu ulama terdahulu untuk membedakan mereka yg berada di jalan Nabi dan Para sahabat, menisbatkan diri dg sebutan Salaf kepada mereka untuk membedakan dengan para penyimpang yg juga mengaku Islam bhk mengaku ahlus sunnah sekalipun padahal mereka menyelisihi sunnah. . .
afwan
Memang terasa bahwa salafi itu seperti sebuah aliran/mahjab yang baru.
Setiap ilmu dari yang lain adalah belum sempurna termasuk dari pada imam mahzab yang dari mereka kita belajar.
Semuanya baru sempurna bila telah difatwa oleh imam yang menurut mereka sah.
Yang jadi pertanyaan siapa yang punya wewenang untuk mengkoreksi ilmu dari imam mereka ? yang sepertinya sudah ferpect dan tidak punya salah.
#Silent
Para imam madzhab (bukan mahjab), mereka semua adalah Salafi. Salafi bukanlah nama kelompok atau aliran. Agar tidak salah kaprah terhadap Salafi tolong baca kembali artikel di atas dengan hati dan pikiran yang jernih. Baca juga artikel berikut:
http://buletin.muslim.or.id/manhaj/salah-paham-tentang-salafi
@Silent. . .
Menurut antum apakah semua orang boleh mendiagnosa penyakit ataukah yg berhaq mendiagnosa adalah dokter yg terkait?. . Jika untuk urusan dunia saja diserahkan kepada ahlinya demikian pula terhadap agama ini. .
Ada kaidah yg maknanya “Sesuatu yang tidak diketahui oleh seseorang tidak menunjukkan hal itu tidak ada”.. .
Sebagaimana seseorang yg berkata saya tidak tahu hukumnya berzina tidak menunjukkan bhw hukum untuk zina itu tidak ada. atau saya tidak tahu di rumah itu ada barang-barang berharga tidka menunjukkan di rumah itu benar-benar tidak ada barang berharga.
Demikian pula bhw ketidaktahuan antum kepada Manhaj Salaf ini (yg sebenarnya adalah manhaj Islam yang diajarkan Nabi dan dipraktekkan oleh sahabatnya) tidka menunjukkan manhaj ini manhaj yang baru bahkan sebaliknya . . Nabi telah menjelaskannya, para sahabatpun serta para ulama sesudahnya. . .
Dan perkataan anda : “Semuanya baru sempurna bila telah difatwa oleh imam yang menurut mereka sah. Yang jadi pertanyaan siapa yang punya wewenang untuk mengkoreksi ilmu dari imam mereka ? yang sepertinya sudah ferpect dan tidak punya salah.”
adalah kedustaan yang nyata. . .
berikan bukti bahwa Salaf demikian!!!. . bahkan sebaliknya berapa banyak pendapat para ulama salaf yang saling dikoreksi oleh yang sezaman maupun yg datang setelahnya. . ini yg menunjukkan bhw meskipun para salaf sangat mencintai dan menghormati Ulama namun mereka tidak memashumkannya. Kesalahan ulama mereka korksi dan diberitahukan kpd ummat namun tetap mencintai dan menghormatinya krn tidaklah ada manusia yg sempurna selain Nabi. . .
Maka berikanlah kami bukti sebagaimana perkataan antum di atas. . atau antum hanya melemparkan sesuatu yg antum sendiri tidak mengetahuinya. . .
Dan ketahuilah. . Salaf adalah manusia yg paling mengerti bhw mengambil ilmu itu tidak kepada sembarang manusia namun hanya kepada para Ustadz, ulama maupun Syaikh yang diketahui kebaikan dan kebenaran ilmunya. . bukan dari ahlul bid’ah atau kpd orang yg ditokohkan maupun dibesarkan oleh siaran TV sbg ustadz2 pdhl bukan.. .
assalamualaikum wr.wb
setela saya mendengar lewat radio rodja tentang manhaj ini saya renungkan dan saya mengambil keputusan untuk mengambil jalan ini, kenapa? saya merasa tenang bila beribadah dengan keterangan yang jelas karena di masa lampau saya hanya ngaji tapi gak tau dasar, sekedar mendengarkan dan taklid bahkan saya fanatik banget sama mahzab saya. banyak dilinkungan saya temui ibadah – ibadah yang menurut hati saya itu tidak benar, setelah saya kenal salafi ternyata benar itu tidak ada…teman mungkin ini adalah suatu bisikan yang nyata…..makasih ya Alloh, engkau telah menuntun hati ini semoga saya selalu mendapat karuniaMu….
untuk antum selagi belum kiamat( mati )…..kembalilah ke jalan yang benar ( manhaj salaf ) saya tidak mengatakan manhaj selain salaf itu salah tapi saya yakin anda punya hati nurani…kalau misalkan anda memang di tolong Allah insya Alloh akan sampai pada jalan itu.
assalamualaikum wr.wb
Bismillah,
Saya tidak ingkar kalau generasi terbaik dari ummat ini adalah tiga generasi setelah Nabi saw.
Hanya saja, tidak ada tuntunan dari Rasulullah saw agar ummatnya mengambil uswah kepada generasi itu, malah yang ada justru sebaliknya, yaitu mengambil dari Allah swt dan Rasulullah saw.
Kaum Muhajirin dan Anshar yang Allah swt ridho kepadanya, pada QS at Taubah 100, justru mengambil uswah kepada Nabi saw, begitu pula Fatimah putri beliau.
“Turutlah apa apa yang di turunkan kepada kamu dari Tuhan kamu dan jangan kamu turut ‘pemimpin-pemimpin’ yang lain daripada-Nya. Amatlah sedikit kamu mengambil pelajaran (daripadanya)”.
(QS. al-A’raf 3).
Kaum salafi -setelah saya membaca beberapa postingan di situs ini- dengan tidak disadarinya justru telah mengambil pendapat, ‘pemimpin-pemimpin’ semisal Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh al Utsaimin dll tanpa membandingkannya dulu dengan Quran dan Sunnah. Apakah ini tidak sama dengan bermadzhab kepada beliau2 itu? Padahal pada salah satu postingan ada dibawakan qaul imam Malik, imam Ahmad, imam Syafii dll yang melarang turut kepada fatwa beliau2 itu.
Namun walaupun demikian, kami tetap menghormati manhaj yang akhi anut itu, akan tetapi kami tetap tidak bisa akhi dipalingkan dari manhaj yang selama ini kami anut, manhaj Allah dan Rasul-Nya.
Tidak Boleh Diturut Melainkan al-Quran dan as-Sunnah dan Pendapat Itu Bukan Pokok.
Wassalam.
@Abu Nabila
Lantas bagaimana Anda mengenal firman Allah dengan baik dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan baik tanpa lewat pemahaman sahabat?
SIapa bilang kami ambil semua pendapat Ibnu Taimiyah atau pendapat Syaikh Ibnu Utsaimin? Mana buktinya? Kami ambil yg sesuai dalil dan sejalan dengan maksud Allah dan Rasul-Nya. Mohon pahami baik2.
Assalamu’alaykum wa rahmatullah,
Ya ustadz Abduh Tuasikal,
Yang kami maksud dengan pendapat itu adalah sebenar benar pendapat atau fatwa. Kami hanya tidak mengikuti fatwa kecuali yang tidak menyelisihi Quran dan Sunnah serta ijma’ shahabat.
Hal ini bukan berarti bahwa kami juga tidak mengikuti kaidah ushul, tafsir, ta’rif dll yang dari imam ahli fiqih, imam ahli tafsir, imam ahli bahasa dll. Jangan salah paham.
Dan tolong ustadz baca lagi komen kami yang lalu itu, dimana kami ada menulis kata ‘semua’ sebelum kata ‘pendapat’? Kami tidak menulis kata ‘semua’.
Maksud kami adalah, kami hanya tidak mengikuti satu satu pendapat imam atau syaikh -walau kami menghormatinya dan mengakui ketinggian ilmu dan kefasihannya didalam mencari hukum atas suatu-, melainkan jika pendapat itu sudah dibandingkan dengan al Quran dan as Sunnah dan telah diketahui mencocoki Quran dan Sunnah itu.
Sekali lagi kami sampaikan, bahwa kami menghormati pilihan ustadz dan ikhwan lain atas manhaj salaf itu. Semoga sekarang ustadz mau menerima hormat kami itu. Dan menghormati juga pilihan kami.
Barakumullah fiikum.
Wa’alaikumus salam wa rahmatullah wa barakatuh,
Intinya, kita janganlah mengenyampingkan pemahaman sahabat. Karena sangat mustahil memahami dalil dengan benar tanpa pemahaman mereka. karena merekalah yang mendengar quran langsung dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan merekalah yang sabda2 beliau. Tentu sj mereka lebih paham. adapun ulama saat ini itu hanya mendukung saja agar lebih perkataan salaf, bukan berarti kami taklid dengan Syaikhul Islam, Syaikh Ibnu Utsaimin, Syaikh Al Albani. Namun yg kami ikuti adl pemahaman mereka yang sesuai dengan pemahaman salaf. Mohon pahami baik2 hal ini. Dan ini bukan berarti taklid pada mereka2, karena yg kami ikuti adl dalil.
Semoga perkataan Ibnu Mas’ud ini bisa jadi renungan bagi kita semua.
Ibnu Mas’ud mengatakan,
مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُسْتَنًّا فَلْيَسْتَنَّ بِمَنْ قَدْ مَاتَ ؛ فَإِنَّ الْحَيَّ لَا تُؤْمَنُ عَلَيْهِ الْفِتْنَةُ أُولَئِكَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ
“Siapa saja di antara kalian yang ingin mengikuti petunjuk, maka ambillah petunjuk dari orang-orang yang sudah mati. Karena orang yang masih hidup tidaklah aman dari fitnah. Mereka yang harus diikuti adalah para sahabat Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.”
Semoga Allah senantiasa memberkahi Abu Nabila dan kaum muslimin lainnya. Kami sangat merindukan jika kita semua adl sahabat sampai di surga kelak.
@Abu Nabila
Perkataan antum :
Adalah telah membantah firman Alloh (yg artinya), “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali“. (QS. An Nisa : 115).
Bukankah di ayat ini Alloh perintahkan kita mengikuti Jalan orang-orang mukmin. Dan siapakah orang2 mukmin yg dimaksud ketika ayat ini diturunkan kalau bukan para sahabat? Maka yg menyelisihi mereka para sahabat pasti Alloh akan sesatkan dia sebagaimana janji ALloh dalam ayat ini dan Janji ALloh adalah Haq.
Perkataan antum pun telah membantah perintah Nabi agar mengikuti sunnah Khulafaur Rasyidin yg menjadi perwakilan para sahabat, “Hendaklah kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah para Khulafa’ur Rasyidin sepeninggalku, berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah dengan gigi geraham kalian sekuat-kuatnya, dan awas, hindarilah perkara-perkara baru (yang diada-adakan), karena setiap bid’ah (hal baru) itu adalah sesat“( HR. Imam Ahmad, Abu Daud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah. At-Tirmidzi berkata, “Hasan Shahih.”)
Maka klaim antum di atas menjadi bumerang bagi antum sendiri yg berkata bermanhaj Al Qur’an dan Sunnah tetapi telah membantah ayat Al Qur’an dan hadits Nabi…
@Abu Nabila,
Di artikel di atas juga telah disebutkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala meridhoi orang-orang yang mengikuti para sahabat:
“Dan orang-orang yang lebih dahulu (masuk Islam) dan pertama-tama (berjasa dalam dakwah) yaitu kaum Muhajirin dan Anshar dan juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah meridhai mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Allah mempersiapkan untuk mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang sangat besar.” (QS. At-Taubah : 100).