Cobalah merenungkan ayat yang sangat dahsyat penjelasannya berikut ini:
قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعاً وَلا ضَرًّا إِلاَّ ما شاءَ اللَّهُ
Katakanlah (Muhammad kepada umatmu): “Aku TIDAK memiliki untuk diriku satupun manfaat dan tidak pula satupun mudhorot, kecuali apa yang Allah kehendaki”. (QS. Al-A’rof: 188)
Perhatikanlah dengan mendalam poin-poin yang dikandung ayat ini:
- Jika Nabi yang paling mulia saja tidak memiliki daya apapun untuk memberikan manfaat ataupun mudhorot, lalu bagaimana dengan orang yang kemuliaannya di bawah beliau?!
- Jika kepada diri sendiri saja, Beliau tidak mampu memberikan apapun tanpa kehendak Allah, lalu bagaimana akan mampu memberikannya kepada yang lain.
- Jika hanya satu manfaat saja Beliau tidak mampu berikan, bagaimana Beliau akan mampu memberikan banyak manfaat. Itu tidak mungkin tanpa kehendak Allah.
- Ayat ini diturunkan kepada Beliau saat masih hidup… Jika saat hidup saja Beliau tidak mampu memberikan manfaat dan mudhorot apapun, lalu bagaimana setelah wafatnya?!
- Jika semuanya tergantung kehendak Allah, maka mengapa masih menujukan permohonan dan doa kepada yang selain-Nya?!
Sungguh ayat yang sangat agung dalam mementahkan dalih mereka yang masih mendua dalam berdoa, bahkan saat mereka di masjid-masjid Allah.
Ingatlah selalu firman-Nya:
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
“Sungguh masjid-masjid itu milik Allah, maka janganlah kalian berdoa (meminta) kepada SIAPAPUN disamping berdoa kepada Allah” (QS. Al-Jin: 18)
—
Penulis: Ust. Musyafa Ad Darini
Artikel Muslim.Or.Id
Alloh Ta’ala berkata tentang kisah saudara-saudara Yusuf ‘Alaihis Salam yang meminta doa kepada bapak mereka:
{قَالُوا يَا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ} [يوسف: 97]
“Mereka berkata: Wahai bapak kami mintakanlah ampun untuk kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berbuat kesalahan (dosa)”. (Yusuf: 97).
bahkan pernah dilakukan oleh parasalafush sholih, diantaranya adalah pada ayat tersebut, juga apa yang pernah dikatakan oleh Umar Ibnul Khoththob kepada Rosululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam ketika beliau memintanya:
“ادْعُ اللَّهَ فَلْيُوَسِّعْ عَلَى أُمَّتِكَ، فَإِنَّ فَارِسَ وَالرُّومَ وُسِّعَ عَلَيْهِمْ، وَأُعْطُوا الدُّنْيَا وَهُمْ لاَ يَعْبُدُونَ اللَّهَ، وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ: «أَوَفِي شَكٍّ أَنْتَ يَا ابْنَ الخَطَّابِ أُولَئِكَ قَوْمٌ عُجِّلَتْ لَهُمْ طَيِّبَاتُهُمْ فِي الحَيَاةِ الدُّنْيَا»، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، اسْتَغْفِرْ لِي”.
“Berdoalah engkau kepada Alloh untuk meluaskan (rezqi) untuk umatmu, karena sesungguhnya Persia dan Romawi telah diluaskan atas mereka (rezqi), dan diberikan (keni’matan) dunia kepada mereka padahal mereka tidak beribadah kepada Alloh, Rosululloh adalah duduk bersandar, lalu berkata:“Apakah ada padamu keraguan wahai Ibnul Khoththob, mereka itu adalah suatu kaum yang disegerakan bagi mereka keni’matan-keni’matan di dalam kehidupan dunia”, maka aku berkata: “Wahai Rosululloh, mintakanlah ampun (kepada Alloh) untukku”. Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari hadits Abdulloh bin ‘Abbas.
Di dalam “Shohih Muslim” dari hadits Umar Ibnul Khoththob bahwa Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata tentang seorang tabi’in:
«فَمَنْ لَقِيَهُ مِنْكُمْ فَلْيَسْتَغْفِرْ لَكُمْ»
“Barangsiapa di antara kalian menjumpainya maka mintalah kepadanya untuk memintakan ampun (kepada Alloh) untuk kalian”.
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«لَا تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَوْلَادِكُمْ، وَلَا تَدْعُوا عَلَى خَدَمِكُمْ، وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ، لَا تُوَافِقُوا مِنَ اللهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءٌ، فَيَسْتَجِيبُ لَكُمْ»
“Janganlah kalian mendoakan (kejelekan) atas diri-diri kalian, jangan pula mendoakan (kejelekan) atas anak-anak kalian, jangan pula mendoakan (kejelekan) atas pembantu-pembantu kalian, dan jangan pula mendoakan (kejelekan) atas harta-harta kalian, tidaklah mencocoki dari Alloh Tabaroka wa Ta’ala sesaat dari yang diminta maka akan dikabulkan bagi kalian”.Diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dawud, dan lafazh “‘ala khadamikum” ini adalah lafazhnya Abu Dawud.
• Sebagaimana riwayat Sa’ib ra, : “aku diajak oleh bibiku kepada Rasul saw, seraya berkata : Wahai Rasulullah.., keponakanku sakit.., maka Rasul saw mengusap kepalaku dan mendoakan keberkahan padaku, lalu beliau berwudhu, lalu aku meminum air dari bekas wudhu beliau saw, lalu aku berdiri dibelakang beliau dan kulihat Tanda Kenabian beliau saw” (Shahih Muslim hadits no.2345)
Meminta doa kepada makhluk dibolehkan dengan syarat-syarat, diantaranya makhluk tersebut hidup dan hadir.
Boleh jika orang yang minta didoakan itu orang shalih, masih hidup dan hadir
Beragama bukan dengan perasaan, bukan dengan akal-akalan, logika apalagi sekedar “kayaknya”.
Beragama itu mengikuti dalil.