Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
MUBK Februari 2023 MUBK Februari 2023

Saat Thawaf Keliling Ka’bah, Wudhu Batal

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc. oleh Muhammad Abduh Tuasikal, MSc.
27 September 2013
Waktu Baca: 5 menit
1
thawaf

thawaf

449
SHARES
2.5k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Bagaimana jika di tengah-tengah sedang thawaf, wudhu batal?

Thawaf adalah mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali dan Ka’bah berada di sebelah kiri orang yang berthawaf. Di dalam thawaf berisi dzikir dan do’a, boleh pula diisi dengan membaca Al Qur’an. Perlu diketahui bahwa di musim haji, apalagi saat-saat puncak haji ketika thawaf ifadhoh (yang termasuk rukun haji), keadaan akan penuh sesak. Sehingga jika ada yang batal wudhunya di pertengahan thawaf, maka akan sulit keluar dari jalur. Lalu bagaimana mengenai masalah ini? Misalnya jika sudah mengitari thawaf sebanyak empat kali, lalu thawafnya batal, haruskah diulangi dari awal ataukah boleh dilanjutkan sisa tiga putaran yang ada?

Perlu diketahui bahwa thoharoh (harus bersuci) bukanlah syarat dalam ihram dan bukan pula syarat dalam amalan umrah atau haji lainnya selain thawaf (yang masih diperselisihkan). Ketika sa’i, melempar jumrah, mabit dan wukuf tidak disyaratkan untuk berthoharoh (dalam keadaan suci).

Menurut mayoritas ulama (baca: jumhur), orang yang berhadats (besar atau kecil) tidak boleh berthawaf mengelilingi Ka’bah. Dari Ibnu ‘Abbas, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ صَلَاةٌ فَأَقِلُّوا مِنْ الْكَلَامِ

“Thawaf di Ka’bah seperti shalat, namun di dalamnya dibolehkan sedikit bicara.” (HR. An Nasai no. 2922)

Dalam hadits lainnya disebutkan,

الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ صَلاَةٌ إِلاَّ أَنَّ اللَّهَ أَحَلَّ فِيهِ الْمَنْطِقَ ، فَمَنْ نَطَقَ فِيهِ فَلاَ يَنْطِقْ إِلاَّ بِخَيْرٍ

“Thawaf di Ka’bah seperti shalat, namun Allah masih membolehkan berbicara saat itu. Barangsiapa yang berbicara ketika thawaf, maka janganlah ia berkata selain berkata yang benar.” (HR. Ad Darimi no. 1847 dan Ibnu Hibban no. 3836).

Jika kita mengikuti pendapat jumhur ulama, maka barangsiapa yang batal wudhunya di tengah-tengah thawaf, wajib baginya mengulangi wudhu. Apakah thawafnya diulangi lagi dari awal (putaran pertama) atau boleh melanjutkan thawaf sebelumnya? Hal ini ada dua pendapat di antara para ulama. Kembali pada permasalahan apakah thoharoh merupakan syarat dalam thawaf tadi. Jika kita menyatakan bahwa thoharoh bukan syarat sebagaimana pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan diikuti oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahumallah, maka tidak ada masalah untuk melanjutkan thawaf.

Berbagai alasan yang mendukung thawaf tidak dipersyaratkan thoharoh

Pertama: Hadits yang menyatakan bahwa thawaf itu seperti shalat, tidaklah marfu’ (sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Hadits ini hanya mauquf (perkatan sahabat) sampai pada Ibnu ‘Abbas. Sebagaimana hal ini dikuatkan oleh At Tirmidzi, Al Baihaqi, Ibnu Taimiyah, Ibnu Hajar dan selainnya (Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 1: 144).

Kedua: Jika kita katakan hadits tersebut shahih, maka tidak selamanya kita katakan bahwa thawaf itu sama dengan shalat sehingga dipersyaratkan pula thoharoh sebagaimana shalat. Thawaf jauh berbeda dengan shalat. Di antara perbedaannya:

  1. Shalat disyaratkan berdiri, thawaf tidak disyaratkan demikian. Seandainya ada yang thawaf sambil merangkak, thawafnya sah.
  2. Shalat disyaratkan takbiratul ihram, thawaf tidak demikian.
  3. Shalat disyaratkan menghadap kiblat, sedangkan thawaf hanya disyaratkan Ka’bah berada di sebelah kiri.
  4. Shalat diwajibkan membaca Al Fatihah, sedangkan thawaf hanya dianjurkan membaca Qur’an namun tidak disyaratkan mesti Al Fatihah.
  5. Shalat diwajibkan ruku’ dan sujud, thawaf tidak demikian.
  6. Shalat tidak dibolehkan makan dan minum, thawaf masih dibolehkan. (Syarhul Mumthi’, 7: 260)

Dalam Fathul Qadir dan Al Mabsuth disebutkan bahwa thawaf itu mirip shalat dalam sisi pahala, bukan dalam hal hukum. Karena berbicara dan berbicara dalam shalat itu membatalkan shalat, berbeda dengan thawaf (Lihat An Nawazil fil Hajj, 319).

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Yang benar, thawaf mengelilingi Ka’bah bukanlah seperti shalat. Thawaf adalah ibadah yang berdiri sendiri seperti halnya i’tikaf.” (Syarhul Mumthi’, 7: 261)

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah juga mengatakan, “Inilah pendapat yang lebih menenangkan hati yaitu thawaf tidak dipersyaratkan thoharoh dari hadats kecil. Namun jika seseorang berthoharoh (dengan berwudhu’), maka itu lebih sempurna dan lebih mencontohi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan jangan sampai kita bermudah-mudahan menyelisihi pendapat jumhur ulama (mayoritas ulama). Akan tetapi, kadangkala, apalagi dalam kondisi darurat, kita memilih pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Seperti misalnya ketika dalam kondisi sangat padat. Jika kita mengharuskan untuk berwudhu ketika wudhunya batal, lalu ia balik ke tempat thawaf dalam keadaan padat jama’ah, lebih-lebih lagi jika thawafnya masih tersisa beberapa putaran saja, maka ini tentu jadi beban yang amat berat. Padahal kondisi sudah sulit seperti ini, namun kita masih berpegang dengan dalil yang tidak jelas. Jadi kami sarankan tidak perlu mewajibkan untuk thoharoh dalam kondisi demikian. Namun hendaklah mengambil sikap yang mudah dan toleran. Karena memaksa manusia padahal ada kesulitan saat itu justru malah bertentangan dengan firman Allah Ta’ala,

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al Baqarah: 185).” (Syarhul Mumthi’, 7: 262-263)

Jadi, langkah hati-hatinya adalah tetap berwudhu dan mengulangi wudhu jika batal saat melakukan thawaf selama tidak mengalami kesulitan. Jika sulit seperti kondisi yang penuh sesak saat thawaf, maka kita boleh ambil keringanan untuk terus melanjutkan thawaf kala wudhu batal.

Wanita Haidh Terhalang untuk Thawaf

Perlu dipahami terlebih dahulu:

  1. Para ulama sepakat bahwa thawaf asalnya adalah dengan berthoharoh (bersuci). Tidak boleh wanita haidh berthawaf padahal ia mampu nantinya berthawaf setelah ia suci.
  2. Para ulama sepakat bahwa thawaf qudum (thowaf yang disyari’atkan bagi orang yang datang dari luar Makkah sebagai penghormatan kepada Baitullah Ka’bah) dan thawaf wada’ (thawaf ketika meninggalkan Makkah) tidak wajib bagi wanita haidh.
  3. Para ulama sepakat bahwa wanita haidh dianjurkan untuk menunggu hingga suci ketika ia mendapati haidh sebelum melakukan thawaf ifadhoh. Ketika ia suci barulah ia melakukan thawaf dan boleh meninggalkan Makkah (Lihat An Nawazil fil Hajj, 310-311).

Para ulama berselisih pendapat dalam hal jika wanita haidh harus meninggalkan Makkah dan belum melaksanakan thawaf ifadhoh (yang merupakan rukun haji) dan tidak bisa lagi kembali ke Makkah, apakah ia boleh thawaf dalam keadaan haidh? Apakah sah?

Yang tepat dalam kondisi wanita haidh seperti ini, bolehnya thawaf dalam keadaan haidh meskipun kita mensyaratkan mesti harus berthoharoh ketika thawaf. Di antara alasannya, jika thoharoh adalah syarat thowaf, maka kita analogikan (qiyaskan) seperti keadaan shalat. Syarat shalat jadi gugur jika dalam keadaan tidak mampu (‘ajez). Seperti kita dalam keadaan sakit dan tidak mampu berwudhu dan tayamum, maka tetap harus shalat meskipun dalam keadaan hadats. Hal ini sama pula dengan thawaf (Lihat An Nawazil fil Hajj, 311-312).

Semoga sajian singkat ini bermanfaat bagi yang berhaji, atau yang punya niatan haji dan umrah.

Wallahu waliyyut taufiq.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

 

Referensi:

  1. An Nawazil fil Hajj, ‘Ali bin Nashir Asy Syal’an, terbitan Darut Tauhid, cetakan pertama, 1431 H.
  2. Shahih Fiqih Sunnah, Abu Malik Kamal bin As Sayid Salim, terbitan Maktabah At Tauqifiyah.
  3. Syarhul Mumthi, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, 1424 H.
  4. Islam web

 

Disusun @ Ummul Hamam, Riyadh KSA, 5 Dzulhijjah 1432 H (01/11/2011)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Tags: Hajithawafthowafumrah
kenali bahaya syiah kenali bahaya syiah kenali bahaya syiah
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc.

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc.

Pengasuh Rumaysho.Com dan RemajaIslam.Com. Alumni Ma'had Al Ilmi Yogyakarta (2003-2005). S1 Teknik Kimia UGM (2002-2007). S2 Chemical Engineering (Spesialis Polymer Engineering), King Saud University, Riyadh, KSA (2010-2013). Murid Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan, Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir Asy Syatsriy, Syaikh 'Abdurrahman bin Nashir Al Barrak, Syaikh Sholih bin 'Abdullah bin Hamad Al 'Ushoimi dan ulama lainnya. Sekarang memiliki pesantren di desa yang membina masyarakat, Pesantren Darush Sholihin di Panggang, Gunungkidul.

Artikel Terkait

salat taubat

Tata Cara Salat Tobat

oleh Muhammad Nur Faqih, S.Ag
30 Januari 2023
0

Setiap manusia berpotensi melakukan dosa baik kecil maupun besar. Akan tetapi, Allah 'Azza Wajalla menunjukkan rahmat-Nya kepada kita semua, yaitu...

Menguburkan mayit

Fikih Pengurusan Jenazah (5): Tata Cara Menguburkan Mayit

oleh Yulian Purnama, S.Kom.
28 Januari 2023
0

Fikih Pengurusan Jenazah (5) : Persiapan Menguburkan Mayit

penguburan mayit

Fikih Pengurusan Jenazah (4): Persiapan Menguburkan Mayit

oleh Yulian Purnama, S.Kom.
25 Januari 2023
0

“Kemudian Allah mengutus seekor burung gagak menggali tanah untuk diperlihatkan kepadanya (Qabil). Bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya” (QS. Al-Maidah:...

Artikel Selanjutnya
lewat di depan orang shalat

Sutrah Shalat (4) : Hukum Lewat Di Depan Orang Yang Sedang Shalat

Komentar 1

  1. toni says:
    9 tahun yang lalu

    asalamualaikum warohmtullohiwabarokatu ustad
    ana izin copy paste ya

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah