Abu Syuja’ rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang melakukan hubungan seks di siang hari Ramadhan secara sengaja di kemaluan, maka ia punya kewajiban menunaikan qadha’ dan kafarah. Bentuk kafarah-nya adalah memerdekakan 1 orang budak beriman. Jika tidak didapati, maka berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, maka memberi makan kepada 60 orang miskin yaitu sebesar 1 mud.”
Penulis kitab Fathul Qarib berkata, “Orang yang terkena hukuman di sini adalah mukallaf (baligh dan berakal) yang berniat berpuasa sejak malam hari. Ia terkena dosa karena melakukan hubungan seks di saat puasa.”
Muhammad Al Hishni dalam Kifayatul Akhyar berkata, “Siapa yang merusak puasa Ramadhannya dengan jima’ (hubungan seks), maka dicatat baginya dosa.”
Sedangkan bagi orang yang melakukan hubungan seks tersebut dalam keadaan lupa, puasanya tidaklah batal. Inilah pendapat yang dianut dalam madzhab Syafi’i.
Adapun orang yang melakukan hubungan intim tersebut di siang hari Ramadhan, maka ia punya kewajiban menunaikan kafarah. Berbeda halnya dengan seseorang yang makan dan minum di siang hari Ramadhan, tidak ada kafaroh dalam hal itu.
Bagi orang yang ada keringanan tidak puasa, seperti seorang musafir, maka ia tidak mendapatkan dosa ketika ia niatkan untuk mengambil keringanan (rukhsah) dengan melakukan hubungan intim di siang hari. Demikian keterangan dalam Kifayatul Akhyar.
Adapun dalil tentang hukuman bagi orang yang melakukan hubungan seks di siang hari bulan Ramadhan saat puasa disebutkan dalam hadits Abu Hurairah berikut,
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ . قَالَ « مَا لَكَ » . قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِى وَأَنَا صَائِمٌ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا » . قَالَ لاَ . قَالَ « فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ » . قَالَ لاَ . فَقَالَ « فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا » . قَالَ لاَ . قَالَ فَمَكَثَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – ، فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِىَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ – وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ – قَالَ « أَيْنَ السَّائِلُ » . فَقَالَ أَنَا . قَالَ « خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ » . فَقَالَ الرَّجُلُ أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا – يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ – أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى ، فَضَحِكَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ « أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ »
“Suatu hari kami pernah duduk-duduk di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai Rasulullah, celaka aku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang terjadi padamu?” Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi istri, padahal aku sedang puasa.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?” Pria tadi juga menjawab, “Tidak”. Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,“Di mana orang yang bertanya tadi?” Pria tersebut lantas menjawab, “Ya, aku.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Ambillah dan bersedakahlah dengannya.” Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku. ” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Berilah makanan tersebut pada keluargamu.” (HR. Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 1111).
Menurut mayoritas ulama, jima’ bagi orang yang berpuasa di siang hari bulan Ramadhan (di waktu berpuasa) dengan sengaja dan atas kehendak sendiri (bukan paksaan), mengakibatkan puasanya batal, wajib menunaikan qadha’, ditambah dengan menunaikan kafaroh. Terserah ketika itu keluar mani ataukah tidak. Wanita yang diajak hubungan jima’ oleh pasangannya (tanpa dipaksa), puasanya pun batal, tanpa ada perselisihan di antara para ulama mengenai hal ini. Namun yang nanti jadi perbedaan antara laki-laki dan perempuan apakah keduanya sama-sama dikenai kafaroh.
Pendapat yang tepat adalah pendapat yang dipilih oleh ulama Syafi’iyah dan Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, bahwa wanita yang diajak bersetubuh di bulan Ramadhan tidak punya kewajiban kafarah, yang menanggung kafaroh adalah suami. Alasannya, dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintah wanita yang bersetubuh di siang hari untuk membayar kafaroh sebagaimana suaminya. Hal ini menunjukkan bahwa seandainya wanita memiliki kewajiban kafaroh, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu akan mewajibkannya dan tidak mendiamkannya. Selain itu, kafaroh adalah hak harta. Oleh karena itu, kafaroh dibebankan pada laki-laki sebagaimana mahar.[1]
Kafaroh yang harus dikeluarkan adalah dengan urutan sebagai berikut.
- Membebaskan seorang budak mukmin yang bebas dari cacat
- Jika tidak mampu, berpuasa dua bulan berturut-turut.
- Jika tidak mampu, memberi makan kepada 60 orang miskin. Setiap orang miskin mendapatkan satu mud[2] makanan.[3]
Jika orang yang melakukan jima’ di siang hari bulan Ramadhan tidak mampu melaksanakan kafaroh di atas, kafaroh tersebut tidaklah gugur, namun tetap wajib baginya sampai dia mampu. Hal ini diqiyaskan (dianalogikan) dengan bentuk utang-piutang dan hak-hak yang lain. Demikian keterangan dari Imam Nawawi rahimahullah dalam Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7: 224.
Semoga bermanfaat kajian dari matan Abi Syuja’ ini. Nantikan pembahasan lanjutan di Muslim.Or.Id.
Referensi utama:
- Mukhtashor Abi Syuja’, Ahmad bin Al Husain Al Ashfahani Asy Syafi’i, terbitan Darul Minhaj, cetakan pertama, tahun 1428 H.
- At Tadzhib fii Adillati Matan Al Ghoyah wat Taqrib, Prof. Dr. Musthofa Al Bugho, terbitan Darul Musthofa, cetakan kesebelas, tahun 1428 H.
- Kifayatul Akhyar fii Halli Ghoyatil Ikhtishor, Taqiyuddin Abu Bakr Muhammad bin ‘Abdul Mu’min Al Hishni, terbitan Darul Minhaj, cetakan pertama, 1428 H.
- Hasyiyah ‘alal Qoulil Mukhtar fii Syarh Ghoyatil Ikhtishor (Muhammad bin Qosim Al Ghozzi), Dr. Sa’aduddin bin Muhammad Al Kubi, terbitan Maktabah Al Ma’arif, cetakan pertama, tahun 1432 H
—
@ Hotel Parama, Puncak, Cisarua (waktu senggang saat Dauroh Maqoshid Syari’ah bersama guru kami Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri), 16 Sya’ban 1434 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
[1] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah 28: 59-60 dan Shohih Fiqih Sunnah, 2: 108 .
[2] Satu mud sama dengan ¼ sho’. Satu sho’ kira-kira sama dengan 3 kg. Sehingga satu mud kurang lebih 0,75 kg.
[3] Untuk ukuran makanan di sini sebenarnya tidak ada aturan baku. Jika sekedar memberi makan, sudah dianggap menunaikannya. Lihat pembahasan pembayaran fidyah dalam bab selanjutnya.
ini lagi pelajaran yang berharga
Ustadz, saya telah berzina dengan pacar saya tiga kali di siang ramadan. Apa yg harus kami lakukan? Bagaimana cara membayar kafarat puasanya? Tolong beri kami solusinya..
#Hamba Allah
Silakan baca kembali artikel di atas
Bismillaah… Ustadz, ada yg tanya, bagaimana bila kondisinya si istri yg mengajak hubungan suami istri, apakah yg kafarah ttp si suami?
Tetap suami krn ia yg jadi penanggung nafkah.
ustd saya telah memainkan alat vital saya sendiri sampai orgasme pd siang hari ramadan bagaimana ustd?
Onani untuk membangkitkan syahwat adalah perbuatan dosa, baca: http://rumaysho.com/keluarga/hukum-onani-masturbasi-2052.html
Adapun apakah membatalkan puasa, baca selengkapnya (jangan hanya judulnya saja) di :http://abul-jauzaa.blogspot.com/2012/07/onani-membatalkan-puasa_30.html
afwan ustad.
1) untuk takaran 0.75kg makanan apa diartikan juga untuk 3x makan atau 1x makan saja?
2) lalu apa boleh dibayarkan dengan cara program sahur atau buka puasa bersama, misalnya lewat donasi buka puasa YPAI, atau bersama anak yatim piatu?
Baca di sini > http://rumaysho.com/puasa/apakah-fidyah-harus-beri-makan-tiga-kali-7876.html
Sdh jelas2 disebutkan 1 mud = 0,75kg.. kok jd 1,5 kg sih?..
Link nya sdh ga bisa dibuka lg ustadz..
Maaf.. utk komen tulisan yg dikalimat atas salah,bukan ditujukan utk jawab komentar di sini.. maaf ya
Ustaz utk memberi makan fakir miskin sebanyak 60 orang , adakah ditetap kan harganya
Memberi beras 1,5kg atau makanan jadi
1,5 kg itu, tetap dikalikan 60 kah ustadz??
Jikalau suami istri tidak puasa dua duanya tapi melakukan hubungan intuim di siang hari bagai mana hukumnya!? Terimakasih
Tidak mengapa
Ustad,,jika suami istri sebelum melakukan senggama membatalkan puasa dengan minum lebih dulu baru senggama dkenai kafarat?
Berarti telah melakukan 2 dosa besar
Pertanyaanya apakah bayar kafarah ustad?
بسم الله
bagaiman jika si suami telah meninggal dunia ustadz? apakah tetap di bayar kan kafarat nya?
krna yg harus membayar kafarat tsb adalah si suami, bukan si istri.
شكرا و جزاك الله خيرا
بسم الله
jika si suami telah meninggal apakah tetap di bayar kan kafarat nya? karena ketika melakukan senggama dahulu mereka belum tau hukum nya., sekitar 25 tahun yg lalu.
شكرا
Kapan waktu tepat untuk memberi makan 60 org miskin akibat bersenggama di siang hari di kala puasa?