Donasi Muslim.or.id
Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
Donasi Muslim.or.id Donasi Muslim.or.id

Permasalahan Qodho’ Puasa Ramadhan

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc. oleh Muhammad Abduh Tuasikal, MSc.
20 November 2022
Waktu Baca: 6 menit
39
756
SHARES
4.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Berbagai permasalahan qodho’ puasa (membayar utang atau nyaur puasa) masih belum dipahami oleh sebagian kaum muslimin. Oleh karena itu, pembahasan ini sangat menarik jika kami ketengahkan. Semoga bermanfaat.

Yang dimaksud dengan qodho’ adalah mengerjakan suatu ibadah yang memiliki batasan waktu di luar waktunya.[1] Untuk kasus orang sakit misalnya, di bulan Ramadhan seseorang mengalami sakit berat sehingga tidak kuat berpuasa. Sesudah bulan Ramadhan dia mengganti puasanya tadi. Inilah yang disebut qodho’.

Orang yang Diberi Keringanan untuk Mengqodho’ Puasa

Majelis ilmu di bulan ramadan

Ada beberapa golongan yang diberi keringanan atau diharuskan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan dan mesti mengqodho’ puasanya setelah lepas dari udzur, yaitu:

Pertama, orang yang sakit dan sakitnya memberatkan untuk puasa. Dimisalkan ini pula adalah wanita hamil dan menyusui apabila berat untuk puasa.

Kedua, seorang musafir dan ketika bersafar sulit untuk berpuasa atau sulit melakukan amalan kebajikan.

Ketiga, wanita yang mendapati haidh dan nifas.

Dalil golongan pertama dan kedua adalah firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185)

Dalil wanita haidh dan nifas adalah hadits dari ‘Aisyah, beliau mengatakan,

كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.

“Kami dulu mengalami haidh. Kami diperintarkan untuk mengqodho puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqodho’ shalat.”[2]

Adakah Qodho’ bagi Orang yang Sengaja Tidak Puasa?

Yang dimaksud di sini, apakah orang yang sengaja tidak puasa diharuskan mengganti puasa yang sengaja ia tinggalkan. Mayoritas ulama berpendapat bahwa siapa saja yang sengaja membatalkan puasa atau tidak berpuasa baik karena ada udzur atau pun tidak, maka wajib baginya untuk mengqodho’ puasa.[3]

Namun ada ulama yang memiliki pendapat yang berbeda. Ibnu Hazm dan ulama belakangan seperti Syaikh Muhammad bin  Sholih Al Utsaimin berpendapat bahwa bagi orang yang tidak berpuasa dengan sengaja tanpa ada udzur, tidak wajib baginya untuk mengqodho’ puasa. Ada kaedah ushul fiqih yang mendukung pendapat ini: “Ibadah yang memiliki batasan waktu awal dan akhir, apabila seseorang meninggalkannya tanpa udzur (tanpa alasan), maka tidak disyariatkan baginya untuk mengqodho’ kecuali jika ada dalil baru yang mensyariatkannya”.

Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin memaparkan pula kaedah di atas: “Sesungguhnya ibadah yang memiliki batasan waktu (awal dan akhir), apabila seseorang mengerjakan ibadah tersebut di luar waktunya tanpa ada udzur (alasan), maka ibadah tadi tidaklah bermanfaat dan tidak sah.”

Syaikh rahimahullah kemudian membawakan contoh. Misalnya shalat dan puasa. Apabila seseorang sengaja meninggalkan shalat hingga keluar waktunya, lalu jika dia bertanya, “Apakah aku  wajib mengqodho’ (mengganti) shalatku?” Kami katakan, “Engkau tidak wajib mengganti (mengqodho’) shalatmu. Karena hal itu sama sekali tidak bermanfaat bagimu dan amalan tersebut akan tidak diterima.

Begitu pula apabila ada seseorang yang tidak berpuasa sehari di bulan Ramadhan (dengan sengaja, tanpa udzur, -pen),  lalu dia bertanya pada kami, “Apakah aku wajib untuk mengqodho’ puasa tersebut?” Kami pun akan menjawab, “Tidak wajib bagimu untuk mengqodho’ puasamu yang sengaja engkau tinggalkan hingga keluar waktu karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dari kami, maka amalan tersebut tertolak.”[4]

Seseorang apabila mengakhirkan ibadah yang memiliki batasan waktu awal dan akhir dan mengerjakan di luar waktunya, maka itu berarti dia telah melakukan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan tersebut adalah amalan yang batil dan tidak ada manfaat sama sekali.”

Mungkin ada yang ingin menyanggah penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin di atas dengan mengatakan, “Lalu kenapa ada qodho’ bagi orang yang memiliki udzur seperti ketiduran atau lupa? Tentu bagi orang yang tidak memiliki udzur seharusnya lebih pantas ada qodho’, artinya lebih layak untuk mengganti shalat atau puasanya.”

Syaikh Ibnu Utsaimin –alhamdulillah- telah merespon perkataan semacam tadi. Beliau rahimahullah mengatakan, “Seseorang yang memiliki udzur, maka waktu ibadah untuknya adalah sampai udzurnya tersebut hilang. Jadi, orang seperti ini tidaklah mengakhirkan ibadah sampai keluar waktunya. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bagi orang yang lupa shalat, “Shalatlah ketika dia ingat”.

Adapun orang yang sengaja meninggalkan ibadah hingga keluar waktunya lalu dia tunaikan setelah itu, maka dia berarti telah mengerjakan ibadah di luar waktunya. Oleh karena itu, untuk kasus yang kedua ini, amalannya tidak diterima.”[5]

Lalu jika seseorang yang tidak berpuasa dengan sengaja tanpa ada udzur di atas tidak perlu mengqodho’, lalu apa kewajiban dirinya? Kewajiban dirinya adalah bertaubat dengan taubat nashuha dan hendaklah dia tutup dosanya tersebut dengan melakukan amalan sholih, di antaranya dengan memperbanyak puasa sunnah.

Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan, “Amalan ketaatan seperti puasa, shalat, zakat dan selainnya yang telah lewat (ditinggalkan tanpa ada udzur), ibadah-ibadah tersebut tidak ada kewajiban qodho’, taubatlah yang nanti akan menghapuskan kesalahan-kesalahan tersebut. Jika dia bertaubat kepada Allah dengan sesungguhnya dan banyak melakukan amalan sholih, maka itu sudah cukup daripada mengulangi amalan-amalan tersebut.”[6]

Syaikh Masyhur bin Hasan Ali Salman mengatakan, “Pendapat yang kuat, wajib baginya untuk bertaubat dan memperbanyak puasa-puasa sunnah, dan dia tidak memiliki kewajiban kafaroh.”[7]

Itulah yang harus dilakukan oleh orang yang meninggalkan puasa dengan sengaja tanpa ada udzur. Yaitu dia harus bertaubat dengan ikhlash (bukan riya’), menyesali dosa yang telah dia lakukan, kembali melaksanakan puasa Ramadhan jika berjumpa kembali, bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan yang pernah dilakukan, dan taubat tersebut dilakukan sebelum datang kematian atau sebelum matahari terbit dari sebelah barat. Semoga Allah memberi taufik.

Qodho’ Ramadhan Boleh Ditunda

Qodho’ Ramadhan boleh ditunda, maksudnya tidak mesti dilakukan setelah bulan Ramadhan yaitu di bulan Syawal. Namun boleh dilakukan di bulan Dzulhijah sampai bulan Sya’ban, asalkan sebelum masuk Ramadhan berikutnya. Di antara pendukung hal ini adalah ‘Aisyah pernah menunda qodho’ puasanya  sampai bulan Sya’ban.

Dari Abu Salamah, beliau mengatakan bahwa beliau mendengar ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,

كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ

“Aku masih memiliki utang puasa Ramadhan. Aku tidaklah mampu mengqodho’nya kecuali di bulan Sya’ban.” Yahya (salah satu perowi hadits) mengatakan bahwa hal ini dilakukan ‘Aisyah karena beliau sibuk mengurus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.[8]

Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadits ini terdapat dalil bolehnya mengundurkan qodho’ Ramadhan baik mengundurkannya karena ada udzur atau pun tidak.”[9]

Akan tetapi yang dianjurkan adalah qodho’ Ramadhan dilakukan dengan segera (tanpa ditunda-tunda) berdasarkan firman Allah Ta’ala yang memerintahkan untuk bersegera dalam melakukan kebaikan,

أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ

“Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al Mu’minun: 61)

Mengakhirkan Qodho’ Ramadhan Hingga Ramadhan Berikutnya

Hal ini sering dialami oleh sebagian saudara-saudara kita. Ketika Ramadhan misalnya, dia mengalami haidh selama 7 hari dan punya kewajiban qodho’ setelah Ramadhan. Setelah Ramadhan sampai bulan Sya’ban, dia sebenarnya mampu untuk membayar utang puasa Ramadhan tersebut, namun belum kunjung dilunasi sampai Ramadhan tahun berikutnya. Inilah yang menjadi permasalahan kita, apakah dia memiliki kewajiban qodho’ puasa saja ataukah memiliki tambahan kewajiban lainnya.

Sebagian ulama mengatakan bahwa bagi orang yang sengaja mengakhirkan qodho’ Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya, maka dia cukup mengqodho’ puasa tersebut disertai dengan taubat. Pendapat ini adalah pendapat Abu Hanifah dan Ibnu Hazm.

Namun, Imam Malik dan Imam Asy Syafi’i mengatakan bahwa jika dia meninggalkan qodho’ puasa dengan sengaja, maka di samping mengqodho’ puasa, dia juga memiliki kewajiban memberi makan orang miskin bagi setiap hari yang belum diqodho’. Pendapat inilah yang lebih kuat sebagaimana difatwakan oleh beberapa sahabat seperti Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz –pernah menjabat sebagai ketua Lajnah Ad Da’imah (komisi fatwa Saudi Arabia)- ditanyakan, “Apa hukum seseorang yang meninggalkan qodho’ puasa Ramadhan hingga masuk Ramadhan berikutnya dan dia tidak memiliki udzur untuk menunaikan qodho’ tersebut. Apakah cukup baginya bertaubat dan menunaikan qodho’ atau dia memiliki kewajiban kafaroh?”

Syaikh Ibnu Baz menjawab, “Dia wajib bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan dia wajib memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan disertai dengan qodho’ puasanya. Ukuran makanan untuk orang miskin adalah setengah sha’ Nabawi dari makanan pokok negeri tersebut (kurma, gandum, beras atau semacamnya) dan ukurannya adalah sekitar 1,5 kg sebagai ukuran pendekatan. Dan tidak ada kafaroh (tebusan) selain itu. Hal inilah yang difatwakan oleh beberapa sahabat radhiyallahu ‘anhum seperti Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.

Namun apabila dia menunda qodho’nya karena ada udzur seperti sakit atau bersafar, atau pada wanita karena hamil atau menyusui dan sulit untuk berpuasa, maka tidak ada kewajiban bagi mereka selain mengqodho’ puasanya.”[10]

Kesimpulan: Bagi seseorang yang dengan sengaja menunda qodho’ puasa Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya, maka dia memiliki kewajiban: (1) bertaubat kepada Allah, (2) mengqodho’ puasa, dan (3) wajib memberi makan (fidyah) kepada orang miskin, bagi setiap hari puasa yang belum ia qodho’. Sedangkan untuk orang yang memiliki udzur (seperti karena sakit atau menyusui sehingga sulit menunaikan qodho’), sehingga dia menunda qodho’ Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya, maka dia tidak memiliki kewajiban kecuali mengqodho’ puasanya saja.

Tidak Wajib Untuk Berurutan Ketika Mengqodho’ Puasa

Apabila kita memiliki kewajiban qodho’ puasa selama beberapa hari, maka untuk menunaikan qodho’ tersebut tidak mesti berturut-turut. Misal kita punya qodho’ puasa karena sakit selama lima hari, maka boleh kita lakukan qodho’ dua hari pada bulan Syawal, dua hari pada bulan Dzulhijah dan sehari lagi pada bulan Muharram. Dasar dibolehkannya hal ini adalah,

فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185). Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tidak mengapa jika (dalam mengqodho’ puasa) tidak berurutan”.[11]

Semoga sajian ini bermanfaat.

Bersambung insya Allah pada “Meninggal Dunia, Masih Memiliki Qodho’ Puasa”

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id


[1] Lihat Rowdhotun Nazhir wa Junnatul Munazhir, 1/58.

[2] HR. Muslim no. 335

[3] Pendapat ini juga menjadi pendapat Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (komisi fatwa di Saudi Arabia) dalam beberapa fatwanya.

[4] HR. Muslim no. 1718

[5] Kutub wa Rosa-il lil ‘Utsaimin, 172/68.

[6] Idem

[7] Fatawa Syaikh Masyhur bin Hasan Ali Salman, soal no. 53, Asy Syamilah

[8] HR. Bukhari no. 1950 dan Muslim no. 1146

[9] Fathul Bari, 4/191.

[10] Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, no. 15 hal. 347.

[11] Dikeluarkan oleh Bukhari secara mu’allaq –tanpa sanad- dan juga dikeluarkan oleh Abdur Rozaq dalam Mushonnafnya (4/241, 243) dengan sanad yang shahih.

Tags: Puasaqodho' puasaRamadhan
SEMARAK RAMADHAN YPIA
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc.

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc.

Pengasuh Rumaysho.Com dan RemajaIslam.Com. Alumni Ma'had Al Ilmi Yogyakarta (2003-2005). S1 Teknik Kimia UGM (2002-2007). S2 Chemical Engineering (Spesialis Polymer Engineering), King Saud University, Riyadh, KSA (2010-2013). Murid Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan, Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir Asy Syatsriy, Syaikh 'Abdurrahman bin Nashir Al Barrak, Syaikh Sholih bin 'Abdullah bin Hamad Al 'Ushoimi dan ulama lainnya. Sekarang memiliki pesantren di desa yang membina masyarakat, Pesantren Darush Sholihin di Panggang, Gunungkidul.

Artikel Terkait

Mutiara idul fitri

Khotbah Salat Idul Fitri: Menggali Mutiara dari Idul Fitri

oleh Sa'id Abu Ukkasyah
3 Mei 2022
0

Di antara maksud berhari raya Idulfitri adalah bertahmid, memuji Allah, bertahlil, mengesakan Allah, dan bertakbir, mengagungkan Allah

Fidyah Ibu Hamil Menyusui

Wajibkah Fidyah bagi Wanita Hamil atau Menyusui jika Tidak Puasa Ramadhan? (Bag. 3)

oleh Sa'id Abu Ukkasyah
2 Mei 2021
0

Haidts shahih dan hasan yang menunjukkan bahwa pengguguran tuntutan qodho' dari wanita menyusui atau hamil dan tidak ada kewajiban mengulang...

Fidyah Ibu Hamil Menyusui

Wajibkah Fidyah bagi Wanita Hamil atau Menyusui jika Tidak Puasa Ramadhan? (Bag. 2)

oleh Sa'id Abu Ukkasyah
2 Mei 2021
0

Wanita hamil / menyusui jika tidak puasa karena udzur Syar'i hamil/menyusui, maka wajib menunaikan fidyah saja. Sebagaimana ini kami sebutkan...

Artikel Selanjutnya
Prioritas Utama: Akhlaq Kepada Allah!

Prioritas Utama: Akhlaq Kepada Allah!

Komentar 39

  1. artup ide says:
    13 tahun yang lalu

    Apakah boleh menggabungkan puasa Qodho dgn puasa sunah sekaligus?mhn menyertakan dalilnya.
    Suykron Ust

    Balas
  2. fahrul says:
    13 tahun yang lalu

    Assalamu ‘alaikum
    @artup ide
    Setahu saya tak boleh menggambungkan antara puasa Qodho Ramadhan dgn puasa Sunnah karena tak ada dalil dari Rasulullah dan para Sahabat,sebagaimana sabda Rasulullah “Barangsiapa yang mengerjakan amalan yang bukan berasal dari kami,maka tertolak”

    Balas
  3. dprabawa says:
    13 tahun yang lalu

    Bagaimana menyelaraskan hadits keutamaan puasa 6 hari di bulan syawal yaitu
    Abu Ayyub al-Anshari radhiallaahu ‘anhu meriwayatkan, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun.” (HR. Muslim)
    jika qodho puasa ditunda setelah syawal, tetapi tetap puasa sunnah 6 hari dibulan syawal

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      13 tahun yang lalu

      #drprabawa
      Tidak ada yang bertentangan, seseorang boleh berpuasa syawal dahulu baru menunaikan qadha. Wallahu’alam.

      Balas
  4. joe says:
    13 tahun yang lalu

    memang pendapat tersebut benar tetapi klo memang ada sebuah unsur kengajaan dari seseorang tidak diwajibkan untuk mengganti puasanya itu setelah bulan ramadhan . Dibulan ramadhan aja udah g puasa apalagi tidak bulan puasa

    Balas
  5. anto says:
    13 tahun yang lalu

    bagaimana dgn pendapat ibu hamil hanya berkewajiban untuk membayar fidyah saja tidak harus meng-qodho ??, karena setelah hamil harus menyusui (+/- 2 thn ) akan bertemu ramadhan kembali. Kecuali disaat menyusui dpt haid di bln ramadhan, maka dia wajib meng-qodho selama puasa yg ditinggalkan selama haid.

    mohon tanggapannya

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      13 tahun yang lalu

      #anto
      Silakan simak: https://muslim.or.id/ramadhan/perselisihan-ulama-mengenai-puasa-wanita-hamil-dan-menyusui.html

      Balas
  6. dian says:
    13 tahun yang lalu

    Jadi bingung, kesimpulannya wajib gk di qadha’? lalu untuk yg ada udzur krn tdk puasa Ramadhan (mis, ibu menyusui) apakah perlu membayar kifarat? adakah dalilnya?

    Syukron.

    Balas
    • Abduh Tuasikal says:
      13 tahun yang lalu

      @ Dian
      Bagi ibu menyusui jika ia menunda sampai dua atau tiga tahun karena masih sulit untuk puasa, maka ia tidak dikenai kafarot fidyah krn ia termasuk orang yang ada udzur untuk menunaikan qodho’ puasa. Berbeda halnya dg orang yg sengaja nunda2 qodho’ puasa padahal ia tdk ada udzur sama sekali. Jadi tolong dibedakan antara kondisi orang yang ada udzur dan tidak ada udzur.
      Semoga Allah beri kepahaman.

      Balas
  7. Rarkan says:
    13 tahun yang lalu

    assalammu’alaikum wr.wb.
    saya seorang ibu rumah tangga, pada saat melahirkan dan menyusui, saya meninggalkan puasa Ramadhan dan belum mengqodho sampai dengan jumpa Ramadhan berikutnya. Hal ini terjadi berturut-turut selama 3 tahun (anak pertama dan kedua hanya beda 17 bulan). Salah satu sumber yang saya dapat, saya harus mengqodho puasa dengan jumlah hari yang tidak puasa (30 x 3 = 90 hari)dikali 2 (karena sudah melewati Ramadhan berikutnya). Mohon penjelasannya atas sumber tersebut. Trims

    Balas
    • Abduh Tuasikal says:
      13 tahun yang lalu

      @ Rarkan
      Wa’alaikumus salam.
      Yg tepat dalam hal ini adalah tetap qodho’ puasa. Namun tdk perlu dikalikan 2 jd cukup saudari qodho’ selama 90 hari. Karena saudari termasuk orang yg dapat udzur shg tdk ada tambahan apa2 kecuali qodho’ sj.

      Balas
  8. halili says:
    13 tahun yang lalu

    bolehkah meneruskan puasa sunnah setelah di pagi harinya berjima dengan istrinya

    Balas
    • Abduh Tuasikal says:
      13 tahun yang lalu

      @ Halili,
      kalau jima’ itu dilakukan setelah waktu shubuh, mk puasanya tdk sah.

      Balas
  9. angga says:
    13 tahun yang lalu

    ga boleh lah

    Balas
  10. Hilyatul 'Auliyaa says:
    12 tahun yang lalu

    thx,,
    tugasku sekolah cepat selesai,,
    makasi ;-))

    Balas
  11. Agus suryadi says:
    12 tahun yang lalu

    Assalamua’laikum wr.wb .Alhamdulillah sukron atas tulisannya.ana jd tambah ilmu dan wawasan.wassalam

    Balas
  12. Denny abdilah says:
    12 tahun yang lalu

    assalamualaikum
    bagaimana agar mempunyai niat yang kuat untuk berpuasa dan benar apalagi puasa di bln ramadhan?
    mhn jawaban ust

    Balas
    • Abduh Tuasikal says:
      12 tahun yang lalu

      @ Denny
      Perbanyak do’a dan berserah diri pada Allah.

      Balas
  13. hamba Allah says:
    12 tahun yang lalu

    saya pernah mendengar jika sampe ramadhan tahun depan puasanya blm diqodho maka qodho puasa menjadi 2x lipat. itu bagaimana?? mohon penjelasannya. terimakasih.

    bagaimana juga kalo seseorang belum mampu membayar fidyah? apakah orang tuanya yang membayar ato bagaimana?

    Balas
    • Aris Munandar says:
      12 tahun yang lalu

      #hamba Allah

      saya pernah mendengar jika sampe ramadhan tahun depan puasanya blm diqodho maka qodho puasa menjadi 2x lipat. itu bagaimana?? mohon penjelasannya. terimakasih.

      jawab:
      Anggapan yang tidak benar alias mengada-ada.

      bagaimana juga kalo seseorang belum mampu membayar fidyah? apakah orang tuanya yang membayar ato bagaimana?

      jawab:
      Boleh saja jika orang lain membantu membayarkan fidyah

      Balas
  14. Anonim says:
    12 tahun yang lalu

    pertanyaan saya sudah terjawab. terimakasih. lalu bagaimana dengan orang yang menunda membayar qodho sampai datang ramadhan berikutnya namun belum mampu membayar fidyah dalam arti masih dalam tanggungan orang tua? apakah orang tuanya yg membayar atau bagaimana?

    Balas
    • Muhammad Nur Ichwan says:
      12 tahun yang lalu

      @anonim
      coba anda baca disini

      Balas
  15. elis says:
    12 tahun yang lalu

    Ass.wr.wb

    Saya mau tanya, apakah boleh berpuasa ( puasa qodo )dilakukan mulai dari hari jum’at ( bukan mulai dari hari senin ) ?, karena ada yang bilang bahwa haram hukumnya puasa hari jum’at karena bagi agama islam hari jum’at adalah hari yang agung, jadi untuk puasa qodo harus dimulai dari hari sebelum hari jum’at.

    mohon dijawab,,

    Wassalamualaikum.wr.wb

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      11 tahun yang lalu

      #elis
      Silakan simak: http://rumaysho.com/hukum-islam/puasa/2999-hari-yang-terlarang-untuk-berpuasa-1.html

      Balas
  16. ahmad salim says:
    12 tahun yang lalu

    ustadz.. apabila seorang yang sakit kemudian ia tidak puasa, lalu, di kemudian hari ia meninggal, apkh ada kewajiban bagi keluarganya untuk mengqodho_nya atau membayar fidyah?

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      11 tahun yang lalu

      #ahmad salim
      Silakan simak: https://muslim.or.id/ramadhan/meninggal-dunia-masih-memiliki-utang-puasa.html

      Balas
  17. nanih says:
    11 tahun yang lalu

    assalamu’alaikum,,, bolehkah mmbayar fidyah dengan uang?????

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      11 tahun yang lalu

      #nanih
      Wa’alaikumussalam, silakan simak:
      https://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/fidyah-tidak-boleh-diganti-uang.html

      Balas
  18. Fitri says:
    11 tahun yang lalu

    Ustadz, pada puasa tahun 2009 lalu saya bolong puasa selama 7 hari karena haid dan begitu pula pada tahun 2010. Tapi, hingga saat ini saya belum meng-qodho puasa tersebut. Bagaimana hukumnya dan apa yang harus saya lakukan..?

    Balas
    • Muhammad Abduh Tuasikal says:
      11 tahun yang lalu

      @ Fitri
      Segera qodho puasa pada dua tahun tsb. Karna sdh lewat ke tahun berikutnya maka setiap qodho puasa disertai dg penunaian fidyah.

      Balas
  19. rilakaufi says:
    11 tahun yang lalu

    jika menunda qodho’ bulan ramadhan sebanyak 2 kali bulan ramadhan, maka ada sekitar 14 hari puasa yang tertunda. seperti yang telah di jelaskan diatas bahwa jika menunda tnapa ada udzur apa pun maka wajib membayar kafarat bahan2 pokok 1,5 kg. nah jika orang tersebut masih sekolah dan belum memiliki pekerjaan yang dapat mengahsilkan uang untuk dirinya, bagaimna pemecahan masalah qodo’ tersebut ??? trimakasih

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      11 tahun yang lalu

      #rilakaufi
      Ditanggung oleh orang yang wajib menafkahinya

      Balas
  20. Yulian Purnama says:
    9 tahun yang lalu

    Wa’alaikumussalam, tidak perlu.

    Balas
  21. Rizki Saputra says:
    8 tahun yang lalu

    Assalamualaikum,
    Pak ustadz mau tanya
    Apa hukum bagi orang yg meninggal akan tetapi ia masih mempunyai hutang puasa apakah ia tidak di terima di surga

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      8 tahun yang lalu

      Wa’alaikumussalam, jika belum dilunasi karena lalai maka ia berdosa, dosa tersebut akan menambah timbangan keburukan di akhirat. Yang bisa menjerumuskan ia ke neraka. Namun, selama masih ada iman, pasti Allah akan masukan ia ke surga.

      Adapun jika belum dilunasi karena ada halangan dan hambatan maka semoga Allah maafkan.

      Balas
  22. syaikah says:
    8 tahun yang lalu

    Assalamualaikum.
    Bagaimana ada seseorang yg blum bekerja(masih sekolah) ingin mengqdho puasa ramadhanya dan dia mencicil qodho puasanya yg thn lalu trus blum selesai dan ia melanjutkannya di thn dpan ? Apakah anak tersebut diwajibkan memberi makan fakir miskin ?syukran

    Balas
    • Sa'id Abu Ukkasyah says:
      8 tahun yang lalu

      Wa’alaikumus salam, Silahkan baca: http://muslimah.or.id/ramadhan/belum-mengqadha-hutang-puasa-hingga-datang-ramadhan-berikutnya.html

      Balas
  23. Muslimah says:
    2 tahun yang lalu

    Bismillaah
    Afwan ustadz ana ingin tanya :
    Jika seseorang berniat mengqodho puasa ramadhan nya, akan tetapi sebelumnya mengira puasa ramadhan itu waktunya seperti sunnah, misal membayar senin kamis/dawud
    Pertanyaan nya adalah apakah saat masih mengira itu, lalu melaksanakan qadhanya, apakah terhitung masuk qadha atau puasa sunnah saja

    Barakallahu fiik

    Balas
  24. Najwan says:
    5 bulan yang lalu

    Assalamu’alaikum, saya mohon izin bertanya.

    Misalkan pada Ramadhan tahun 2019 dia sengaja membatalkan puasanya tanpa ada uzur sebanyak 3 hari.

    Misalnya dia sengaja menunda-nundanya sampai habis bulan Ramadhan 2022 (dengan kata lain dia akan baru mulai bayarnya pada bulan Syawal hingga sebelum Ramadhan 2023). Artinya dia punya 3 hari untuk di-qadha dan di-fidyah.

    Pertanyaan saya: Apakah fidyah-nya menjadi dua kali lipat (yang jadinya harus bayar fidyah 12 mud karena ditinggalkan sebanyak 3 tahun) atau fidyah-nya tetap sesuai jumlah hari puasa yang dia batalkan itu (yang jadinya harus bayar fidyah 3 mud)?

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Donasi Muslim.or.id