Donasi Muslim.or.id
Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
Donasi Muslim.or.id Donasi Muslim.or.id

Amar Ma’ruf Nahi Mungkar (Bag. 1)

Muhammad Nur Ihsan oleh Muhammad Nur Ihsan
12 April 2019
Waktu Baca: 5 menit
25
2k
SHARES
11k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

عن أبي سعيد الخدري -رضي الله عنه- قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: من رأى منكم منكرا فليغيره بيده، فإن لم يستطع فبلسانه، فإن لم يستطع فبقلبه، وذلك أضعف الإيمان

وفي رواية : ليس وراء ذلك من الإيمان حبة خردل

Dari Abu Sa’id Al Khudry -radhiyallahu ‘anhu- berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Barang siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan lisannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah dengan hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim no. 49)

Majelis ilmu di bulan ramadan

Dalam riwayat lain, “Tidak ada sesudah itu (mengingkari dengan hati) keimanan sebesar biji sawi (sedikitpun)”

Hadits ini adalah hadits yang jami’ (mencakup banyak persoalan) dan sangat penting dalam syari’at Islam, bahkan sebagian ulama mengatakan, “Hadits ini pantas untuk menjadi separuh dari agama (syari’at), karena amalan-amalan syari’at terbagi dua: ma’ruf (kebaikan) yang wajib diperintahkan dan dilaksanakan, atau mungkar (kemungkaran) yang wajib diingkari, maka dari sisi ini, hadits tersebut adalah separuh dari syari’at.” (Lihat At Ta’yin fi Syarhil Arba’in, At Thufi, hal. 292)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya maksud dari hadits ini adalah: Tidak tinggal sesudah batas pengingkaran ini (dengan hati) sesuatu yang dikategorikan sebagai iman sampai seseorang mukmin itu melakukannya, akan tetapi mengingkari dengan hati merupakan batas terakhir dari keimanan, bukanlah maksudnya, bahwa barang siapa yang tidak mengingkari hal itu dia tidak memiliki keimanan sama sekali, oleh karena itu Rasulullah bersabda, “Tidaklah ada sesudah itu”, maka beliau menjadikan orang-orang yang beriman tiga tingkatan, masing-masing di antara mereka telah melakukan keimanan yang wajib atasnya, akan tetapi yang pertama (mengingkari dengan tangan) tatkala ia yang lebih mampu di antara mereka maka yang wajib atasnya lebih sempurna dari apa yang wajib atas yang kedua (mengingkari dengan lisan), dan apa yang wajib atas yang kedua lebih sempurna dari apa yang wajib atas yang terakhir, maka dengan demikian diketahui bahwa manusia bertingkat-tingkat dalam keimanan yang wajib atas mereka sesuai dengan kemampuannya beserta sampainya khitab (perintah) kepada mereka.” (Majmu’ Fatawa, 7/427)

Hadits dan perkataan Syaikhul Islam di atas menjelaskan bahwa amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan karakter seorang yang beriman, dan dalam mengingkari kemungkaran tersebut ada tiga tingkatan:

  1. Mengingkari dengan tangan.
  2. Mengingkari dengan lisan.
  3. Mengingkari dengan hati.

Tingkatan pertama dan kedua wajib bagi setiap orang yang mampu melakukannya, sebagaimana yang dijelaskan oleh hadits di atas, dalam hal ini seseorang apabila melihat suatu kemungkaran maka ia wajib mengubahnya dengan tangan jika ia mampu melakukannya, seperti seorang penguasa terhadap bawahannya, kepala keluarga terhadap istri, anak dan keluarganya, dan mengingkari dengan tangan bukan berarti dengan senjata.

Imam Al Marrudzy bertanya kepada Imam Ahmad bin Hambal, “Bagaimana beramar ma’ruf dan nahi mungkar?” Beliau menjawab, “Dengan tangan, lisan dan dengan hati, ini paling ringan,” saya bertanya lagi: “Bagaimana dengan tangan?” Beliau menjawab, “Memisahkan di antara mereka,” dan saya melihat beliau melewati anak-anak kecil yang sedang berkelahi, lalu beliau memisahkan di antara mereka.

Dalam riwayat lain beliau berkata, “Merubah (mengingkari) dengan tangan bukanlah dengan pedang dan senjata.” (Lihat, Al Adabusy Syar’iyah, Ibnu Muflih, 1/185)

Adapun dengan lisan seperti memberikan nasihat yang merupakan hak di antara sesama muslim dan sebagai realisasi dari amar ma’ruf dan nahi mungkar itu sendiri, dengan menggunakan tulisan yang mengajak kepada kebenaran dan membantah syubuhat (kerancuan) dan segala bentuk kebatilan.

Adapun tingkatan terakhir (mengingkari dengan hati) artinya adalah membenci kemungkaran- kemungkaran tersebut, ini adalah kewajiban yang tidak gugur atas setiap individu dalam setiap situasi dan kondisi, oleh karena itu barang siapa yang tidak mengingkari dengan hatinya maka ia akan binasa.

Imam Ibnu Rajab berkata -setelah menyebutkan hadits di atas dan hadits-hadits yang senada dengannya-, “Seluruh hadits ini menjelaskan wajibnya mengingkari kemungkaran sesuai dengan kemampuan, dan sesungguhnya mengingkari dengan hati sesuatu yang harus dilakukan, barang siapa yang tidak mengingkari dengan hatinya, maka ini pertanda hilangnya keimanan dari hatinya.” (Jami’ul Ulum wal Hikam, 2/258)

قال رجل لعبد الله بن مسعود -رضي الله عنه- : هلك من لم يأمر بالمعروف ولم ينه عن المنكر. فقال عبد الله: بل هلك من لم يعرف المعروف بقلبه وينكر المنكر بقلبه

Salah seorang berkata kepada Ibnu Mas’ud, “Binasalah orang yang tidak menyeru kepada kebaikan dan tidak mencegah dari kemungkaran”, lalu Ibnu Mas’ud berkata, “Justru binasalah orang yang tidak mengetahui dengan hatinya kebaikan dan tidak mengingkari dengan hatinya kemungkaran.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf beliau no. 37581)

Imam Ibnu Rajab mengomentari perkataan Ibnu Mas’ud di atas dan berkata, “Maksud beliau adalah bahwa mengetahui yang ma’ruf dan mungkar dengan hati adalah kewajiban yang tidak gugur atas setiap orang, maka barang siapa yang tidak mengetahuinya maka dia akan binasa, adapun mengingkari dengan lisan dan tangan ini sesuai dengan kekuatan dan kemampuan.” (Jami’ul Ulum wal Hikam 2/258-259)

Seseorang yang tidak mengingkari dengan hatinya maka ia adalah orang yang mati dalam keadaan hidup, sebagaimana perkataan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu tatkala ditanya, “Apakah kematian orang yang hidup?” Beliau menjawab:

من لم يعرف المعروف بقلبه وينكر المنكر بقلبه

“Orang yang tidak mengenal kebaikan dengan hatinya dan tidak mengingkari kemungkaran dengan hatinya.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf beliau no. 37577)

Kemudian dalam amar ma’ruf dan nahi mungkar ada berapa kaidah penting dan prinsip dasar yang harus diperhatikan, jika tidak diindahkan niscaya akan menimbulkan kemungkaran yang lebih besar dan banyak:

Pertama: Mempertimbangkan antara maslahat dan mafsadah

Ini adalah kaidah yang sangat penting dalam syari’at Islam secara umum dan dalam beramar ma’ruf dan nahi mungkar secara khusus, maksudnya ialah seseorang yang beramar ma’ruf dan nahi mungkar ia harus memperhatikan dan mempertimbangkan antara maslahat dan mafsadat dari perbuatannya tersebut, jika maslahat yang ditimbulkan lebih besar dari mafsadatnya maka ia boleh melakukannya, tetapi jika menyebabkan kejahatan dan kemungkaran yang lebih besar maka haram ia melakukannya, sebab yang demikian itu bukanlah sesuatu yang di perintahkan oleh Allah Ta’ala, sekalipun kemungkaran tersebut berbentuk suatu perbuatan yang meninggalkan kewajiban dan melakukan yang haram.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Jika amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan kewajiban dan amalan sunah yang sangat agung (mulia) maka sesuatu yang wajib dan sunah hendaklah maslahat di dalamnya lebih kuat/besar dari mafsadatnya, karena para rasul diutus dan kitab-kitab diturunkan dengan membawa hal ini, dan Allah tidak menyukai kerusakan, bahkan setiap apa yang diperintahkan Allah adalah kebaikan, dan Dia telah memuji kebaikan dan orang-orang yang berbuat baik dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, serta mencela orang-orang yang berbuat kerusakan dalam beberapa tempat, apabila mafsadat amar ma’ruf dan nahi mungkar lebih besar dari maslahatnya maka ia bukanlah sesuatu yang diperintahkan Allah, sekalipun telah ditinggalkan kewajiban dan dilakukan yang haram, sebab seorang mukmin hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam menghadapi hamba-Nya, karena ia tidak memiliki petunjuk untuk mereka, dan inilah makna firman Allah:

يا أيها الذين آمنوا عليكم أنفسكم لا يضركم من ضل إذا اهتديتم

“Wahai orang-orang yang beriman perhatikanlah dirimu, orang yang sesat tidak akan membahayakanmu jika kamu mendapat petunjuk.” (QS. Al-Maa’idah: 105)

Dan mendapat petunjuk hanya dengan melakukan kewajiban.” (Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, hal. 10. cet. Wizarah Syuun al Islamiyah)

Dan beliau juga menambahkan, “Sesungguhnya perintah dan larangan jika menimbulkan maslahat dan menghilangkan mafsadat maka harus dilihat sesuatu yang berlawanan dengannya, jika maslahat yang hilang atau kerusakan yang muncul lebih besar maka bukanlah sesuatu yang diperintahkan, bahkan sesuatu yang diharamkan apabila kerusakannya lebih banyak dari maslahatnya, akan tetapi ukuran dari maslahat dan mafsadat adalah kacamata syari’at.”

Imam Ibnu Qoyyim berkata, “Jika mengingkari kemungkaran menimbulkan sesuatu yang lebih mungkar dan di benci oleh Allah dan Rasul-Nya, maka tidak boleh dilakukan, sekalipun Allah membenci pelaku kemungkaran dan mengutuknya.” (I’laamul Muwaqqi’iin, 3/4)

Oleh karena itu perlu dipahami dan diperhatikan empat tingkatan kemungkaran dalam bernahi mungkar berikut ini:

  1. Hilangnya kemungkaran secara total dan digantikan oleh kebaikan.
  2. Berkurangnya kemungkaran, sekalipun tidak tuntas secara keseluruhan.
  3. Digantikan oleh kemungkaran yang serupa.
  4. Digantikan oleh kemungkaran yang lebih besar.

Pada tingkatan pertama dan kedua disyari’atkan untuk bernahi mungkar, tingkatan ketiga butuh ijtihad, sedangkan yang keempat terlarang dan haram melakukannya. (Lihat, ibid, dan Syarh Arba’in Nawawiyah, Syaikh Al Utsaimin, hal: 255)

-bersambung insya Allah-

***

Penulis: Ustadz Muhammad Nur Ihsan, M.A.
(Mahasiswa S3 Universitas Islam Madinah, KSA)
Artikel www.muslim.or.id

Tags: Amar Ma'ruf Nahi Mungkar
SEMARAK RAMADHAN YPIA
Muhammad Nur Ihsan

Muhammad Nur Ihsan

Artikel Terkait

Bahaya Bidah

10 Bahaya Bid’ah dalam Agama

oleh Yulian Purnama, S.Kom.
18 Februari 2023
0

Bid'ah dalam agama selain terlarang juga memberikan bahaya bagi pelakunya. Di antaranya berikut ini:

Dakwah Prioritas

Buah Manis Dakwah Prioritas

oleh Fauzan Hidayat
3 Januari 2023
0

Apa yang dimaksud dengan dakwah prioritas dan apa saja buah manis yang bisa dipetik darinya

dusta

Berdusta atas Nama Allah dan Rasulullah

oleh dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
27 Desember 2022
0

Pada zaman dulu, banyak dijumpai hadis-hadis palsu atas nama Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam.

Artikel Selanjutnya
Amar Ma’ruf Nahi Mungkar (Bag. 2)

Amar Ma'ruf Nahi Mungkar (Bag. 2)

Komentar 25

  1. Hery says:
    13 tahun yang lalu

    wah makasih artikelnya kebetulan aq lage nyari artikel tentang Amar ma’ruf nahi munkar..pokonya makasih banget deh..

    Balas
  2. afie says:
    13 tahun yang lalu

    maaf, saya msh kurang mengerti, bernahi mungkar yang seperti apa yang bisa digantikan kemungkaran yang serupa ataupun yang lebih besar? bagaimana hukumnya jika kita sudah mencoba bernahi munkar namun seseorang yang kita nahi munkari itu malah mengulang lagi kesalahannya? apakah kita berdosa?

    Balas
    • Ary says:
      2 tahun yang lalu

      Harokat nya gak ada kk

      Balas
  3. tado says:
    13 tahun yang lalu

    terimakasih, hadits diatas membantu sekali dalam menjelaskan amar ma’ruf nahi munkar kpd peserta didik.

    Balas
  4. tado says:
    13 tahun yang lalu

    makasih

    Balas
  5. fauziah lubis says:
    13 tahun yang lalu

    statement ini sangat lengkap dan juga sangat berfungsi bagi umat islam sedunia…………
    terima kasih atas informasinya……

    Balas
  6. umam says:
    13 tahun yang lalu

    toling dong dikasih alasan mengenai suatu masalah….sukron

    Balas
  7. sapta sutopo says:
    13 tahun yang lalu

    trims semoga ilmunya menjadi ladang jariah di kemudian hari

    Balas
  8. Dliya' says:
    12 tahun yang lalu

    Quwaisy……Semoga Allah Swt memberkahi anda dan keluarga serta kita semua.

    Balas
  9. abu fatih says:
    12 tahun yang lalu

    mencegah yang munkar lebih berat dari menyuruh yang ma’ruf…..sebesar2 ma’ruf adalah mentauhidkan Alloh ‘azza wa jalla dan sebesar2 munkar adalah mensyirikkan Alloh ‘azza wa jalla

    Balas
  10. ALAN says:
    12 tahun yang lalu

    mhn copas, untuk menjadi bhn referensi bg kami

    Balas
  11. fadloli says:
    12 tahun yang lalu

    Makasih atas artikelnya semoga jadi amal sholeh

    Balas
  12. abdillah says:
    12 tahun yang lalu

    amar ma’ruf nahi kemunkar memang perlu agar tegaklah kebenaran dan jatuhlah kemunkaran/kejelekan.

    Balas
  13. arfian keren says:
    12 tahun yang lalu

    alhamdulillah jaza kallahu khoiro pak.

    Balas
  14. daertham says:
    12 tahun yang lalu

    terima kasih ats informsinya!.
    maju terus peradaban islam,,..!

    Balas
  15. erlangga setra says:
    11 tahun yang lalu

    alhamdulillah sya jd byk bljr trma ksih atas ilmu’a . . . :)

    Balas
  16. irwan says:
    10 tahun yang lalu

    Ustadz saya mau tanya, ini berkaitan dengan konflik gaza, sebagian orang berpendapat bahwa percuma saja protes melalui lisan di facebook tentang Yahudi/Israel toh yang bikin Facebook adalah orang Yahudi, hampir semua produk teknologi buatan Yahudi. Seperti orang Munafik, kalo bahasa sundanya di poyok di lebok, seperti orang bodoh, kaitannya dengan Hadis di atas dan penjelasannya bagaimana, terima kasih

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      10 tahun yang lalu

      #irwan
      Memakai produk buatan orang kafir itu boleh, bermuamalah urusan dunia itu hukum asalnya boleh. Yang tidak boleh adalah wala’ terhadap mereka, misalnya meniru cara berpakaian atau budaya mereka.

      Balas
  17. holil says:
    9 tahun yang lalu

    Saya mau tanya apakah peranan akan FPI dlm amar ma’rup nahyi munkar dibolehkan

    Balas
    • Muhammad Abduh Tuasikal, MSc. says:
      9 tahun yang lalu

      @ Holil

      Silakan timbang2 dg pembahasan amar ma’ruf nahi mungkar dalam artikel di atas.

      Balas
  18. Egi Andrea says:
    3 tahun yang lalu

    Terima kasih infonya, semoga bermanfaat

    Balas
  19. Haidir Aly says:
    1 tahun yang lalu

    Semoga dengan membaca artikel ini kita semua senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan. Amiin

    Balas
  20. Link Grup Telegram says:
    1 tahun yang lalu

    mantap infonya

    Balas
  21. Say says:
    8 bulan yang lalu

    Kami paling senang kalau artikel dengan referensi yang jelas. Mohon kalau bisa referensi dicantumkan, dan sebaiknya bukan dari web juga, tapi dari buku

    Balas
  22. Fispol says:
    1 bulan yang lalu

    Allahuakbar..

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah