Semua orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian wajib meyakini bahwa syariat Islam diturunkan oleh Allah ta’ala untuk kebaikan dan kebahagiaan hidup Manusia. Karena Allah ta’ala mensyariatkan agama-Nya dengan ilmu-Nya yang maha tinggi dan hikmah-Nya yang maha sempurna, maka jadilah syariat Islam satu-satunya pedoman hidup yang bisa mendatangkan kebahagiaan hakiki bagi semua orang yang menjalankannya dengan baik.
Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu kepada suatu yang memberi (kemaslahatan/kebaikan) hidup bagimu.” (Qs. al-Anfaal: 24). (Lihat “Tafsir Ibnu Katsir”, 4/34)
Imam Ibnul Qayyim -semoga Allah ta’ala merahmatinya- berkata: “(Ayat ini menunjukkan) bahwa kehidupan yang bermanfaat hanyalah didapatkan dengan memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka barangsiapa yang tidak memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya maka dia tidak akan merasakan kehidupan (yang baik). Meskipun dia memiliki kehidupan (seperti) hewan, yang juga dimiliki oleh binatang yang paling hina (sekalipun). Maka kehidupan baik yang hakiki adalah kehidupan seorang yang memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya secara lahir maupun batin.” (Kitab al-Fawa-id, hal. 121- cet. Muassasatu Ummil Qura’)
Semakna dengan ayat di atas Allah ta’ala berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. an-Nahl: 97)
Para ulama salaf menafsirkan makna “kehidupan yang baik (di dunia)” dalam ayat di atas dengan “kebahagiaan hidup” atau “rezeki yang halal” dan kebaikan-kebaikan lainnya. (Lihat “Tafsir Ibnu Katsir”, 2/772)
Oleh karena itulah, jalan keluar dan solusi dari semua masalah yang kita hadapi, tidak terkecuali masalah dalam rumah tangga dan problema pendidikan anak, hanya akan dicapai dengan bertakwa kepada Allah ta’ala dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Allah ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجاً. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (Qs. ath-Thalaaq: 2-3).
Dalam ayat berikutnya Allah berfirman:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya.” (Qs. ath-Thalaaq: 4)
Artinya: Allah akan meringankan dan memudahkan (semua) urusannya, serta menjadikan baginya jalan keluar dan solusi yang segera (menyelesaikan masalah yang dihadapinya) (Tafsir Ibnu Katsir, 4/489).
Anjuran memperbanyak keturunan
Dari Ma’qil bin Yasar al-Muzani radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Seorang lelaki pernah datang (menemui) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: Sesungguhnya aku mendapatkan seorang perempuan yang memiliki kecantikan dan (berasal dari) keturunan yang terhormat, akan tetapi dia tidak bisa punya anak (mandul), apakah aku (boleh) menikahinya? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak (boleh)”, kemudian lelaki itu datang (dan bertanya lagi) untuk kedua kalinya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali melarangnya, kemudian lelaki itu datang (dan bertanya lagi) untuk ketiga kalinya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Nikahilah perempuan yang penyayang dan subur (banyak anak), karena sesungguhnya aku akan membanggakan (banyaknya jumlah kalian) dihadapan umat-umat lain (pada hari kiamat nanti).” Bagi seorang perempuan yang masih gadis. kesuburan ini diketahui dengan melihat keadaan keluarga (ibu dan saudara perempuan) atau kerabatnya, lihat kitab ‘Aunul Ma’buud, 6/33-34). (HR Abu Dawud (no. 2050), an-Nasa-i (6/65) dan al-Hakim (2/176), dishahihkan oleh Ibnu Hibban (no. 4056- al-Ihsan), juga oleh al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi).
Hadits ini menunjukkan dianjurkannya memperbanyak keturunan, yang ini termasuk tujuan utama pernikahan, dan dianjurkannya menikahi perempuan yang subur untuk tujuan tersebut. Lihat kitab Zaadul Ma’aad (4/228), Aadaabuz Zifaaf (hal. 60) dan Khataru Tahdiidin Nasl (8/16- Muallafaatusy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu).
Dan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Ibuku (Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anha) pernah berkata: (Wahai Rasulullah), berdoalah kepada Allah untuk (kebaikan) pelayan kecilmu ini (Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu). Anas berkata: Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdoa (meminta kepada Allah) segala kebaikan untukku, dan doa kebaikan untukku yang terakhir beliau ucapkan: “Ya Allah, perbanyaklah harta dan keturunannya, serta berkahilah apa yang Engkau berikan kepadanya.” Anas berkata: Demi Allah, sungguh aku memiliki harta yang sangat banyak, dan sungguh anak dan cucuku saat ini (berjumlah) lebih dari seratus orang. (HSR. al-Bukhari (no. 6018) dan Muslim (no. 2481), lafazh ini yang terdapat dalam Shahih Muslim)
Hadits ini menunjukkan keutamaan memiliki banyak keturunan yang diberkahi Allah ta’ala, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mungkin mendoakan keburukan untuk sahabatnya, dan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu sendiri menyebutkan ini sebagai doa kebaikan. Oleh karena itulah, imam an-Nawawi mencantumkan hadits ini dalam bab: keutamaan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. (Lihat Syarah Shahih Muslim, 16/39-40)
Demikian pula keumuman hadits-hadits yang menunjukkan keutamaan memiliki anak yang saleh, seperti sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Jika seorang manusia mati, maka terputuslah (pahala) amal (kebaikan)nya kecuali dari tiga perkara: sedekah yang terus mengalir (pahalanya dengan diwakafkan), atau ilmu yang diambil manfaatnya (terus diamalkan), atau anak shaleh yang terus mendoakan kebaikan baginya.” (HR Ibnu Majah (no. 3660), Ahmad (2/509) dan lain-lain, dishahihkan oleh al-Buushiri dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilatul Ahaaditsish Shahiihah, no. 1598)
Juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sungguh seorang manusia akan ditinggikan derajatnya di surga (kelak), maka dia bertanya: Bagaimana aku bisa mencapai semua ini? Maka dikatakan padanya: (Ini semua) disebabkan istigfar (permohonan ampun kepada Allah yang selalu diucapkan oleh) anakmu untukmu.” (Kitab al-Maudhuuaat (2/281), al-‘Ilal mutanaahiyah (2/636) keduanya tulisan imam Ibnul Jauzi, dan Silsilatul Ahaaditsidh Dha’iifah” (no. 3580))
Adapun hadits-hadits yang menunjukkan keutamaan membatasi keturunan, seperti hadits “Sebaik-baik kalian setelah dua ratus tahun mendatang adalah semua orang yang ringan punggungnya (tanggungannya); (yaitu) yang tidak memiliki istri dan anak”, dan yang semakna dengannya, semua hadits tersebut adalah hadits yang lemah bahkan beberapa diantaranya batil (palsu).
Demikian pula hadits-hadits yang menunjukkan tercelanya memiliki keturunan, semuanya hadits palsu. Imam Ibnul Qayyim berkata: “Hadits-hadits (yang menunjukkan) tercelanya (memiliki) anak semuanya dusta (hadits palsu) dari awal sampai akhir.” (Kitab al-Manaarul Muniif, no. 206)
Baca Juga: Memberi Nafkah kepada Anak-Istri adalah Ibadah yang Agung
Banyak anak tidak berarti banyak masalah
Setelah jelas bagi kita bahwa agama Islam menganjurkan untuk memperbanyak keturunan, maka dengan ini kita mengetahui kelirunya anggapan kebanyakan orang awam yang jahil (tidak paham agama), yang mengatakan bahwa banyak anak berarti banyak masalah. Karena tidak mungkin agama Islam yang diturunkan untuk kebaikan hidup manusia, menganjurkan sesuatu yang justru menimbulkan masalah bagi mereka. Hal ini disebabkan agama Islam tidak hanya menganjurkan memperbanyak keturunan, tapi juga menekankan kewajiban untuk mendidik keturunan dengan pendidikan yang bersumber dari petunjuk Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (Qs. at-Tahriim: 6)
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu ketika menafsirkan ayat di atas berkata: “(Maknanya): Ajarkanlah kebaikan untuk dirimu dan keluargamu.” (Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak (2/535), dishahihkan oleh al-Hakim sendiri dan disepakati oleh adz-Dzahabi)
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata: “Memelihara diri (dari api neraka) adalah dengan mewajibkan bagi diri sendiri untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, serta bertobat dari semua perbuatan yang menyebabkan kemurkaan dan siksa-Nya. Adapun memelihara istri dan anak-anak (dari api neraka) adalah dengan mendidik dan mengajarkan kepada mereka (syariat Islam), serta memaksa mereka untuk (melaksanakan) perintah Allah. Maka seorang hamba tidak akan selamat (dari siksaan neraka) kecuali jika dia (benar-benar) melaksanakan perintah Allah (dalam ayat ini) pada dirinya sendiri dan pada orang-orang yang dibawa kekuasaan dan tanggung jawabnya.” (Taisiirul Kariimir Rahmaan, hal. 640)
Bahkan kalau kita amati dengan seksama, menerapkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal ini justru merupakan faktor utama -setelah taufik dari Allah ta’ala– yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan anak, sekaligus sebagai penjagaan bagi anak dari setan yang selalu berupaya untuk memalingkan manusia dari jalan yang lurus sejak mereka dilahirkan ke dunia ini. (Dalam hadits shahih riwayat Muslim (no. 2367) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tangisan seorang bayi ketika (baru) dilahirkan adalah tusukan (godaan untuk menyesatkan) dari setan”)
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin berkata: “Yang menentukan (keberhasilan) pembinaan anak, susah atau mudahnya, adalah kemudahan (taufik) dari Allah ta’ala, dan jika seorang hamba bertakwa kepada Allah serta (berusaha) menempuh metode (pembinaan) yang sesuai dengan syariat Islam, maka Allah akan memudahkan urusannya (dalam mendidik anak), Allah ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya.” (Qs. ath-Thalaaq: 4). (Kutubu Wa Rasaa-ilu Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimiin, 4/14)
Sebagai contoh misalnya, anjuran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi seorang suami yang akan mengumpuli istrinya, untuk membaca doa:
بسم الله اَللّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
“Dengan (menyebut) nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau anugerahkan kepada kami.” Maksud Rezeki pada hadits ini termasuk anak dan yang lainnya, lihat kitab Faidhul Qadiir (5/306).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika seorang suami yang ingin mengumpuli istrinya membaca doa tersebut, kemudian Allah menakdirkan (lahirnya) anak dari hubungan tersebut, maka setan tidak akan bisa mencelakakan anak tersebut selamanya.” (HSR al-Bukhari (no. 6025) dan Muslim, no. 1434)
Baca Juga: Kewajiban Seorang Ayah dalam Menasihati Sang Anak
Konsep Islam tentang Keluarga Berencana
Berdasarkan dalil-dalil yang tersebut di atas, maka hukum asal membatasi atau mengatur jumlah keturunan (baca: Keluarga Berencana) dalam Islam adalah diharamkan, karena menyelisihi petunjuk syariat Islam yang melarang keras perbuatan tabattul (hidup membujang selamanya) (Dalam hadits shahih Riwayat Ahmad (3/158 dan 3/245) dan Ibnu Hibban (no. 4028), dishahihkan oleh syaikh al-Albani dalam Irwa-ul Ghalil (6/195)), dan memerintahkan untuk menikahi perempuan yang subur (banyak anak). Oleh karena itu, mengonsumsi pil pencegah kehamilan atau obat-obatan lainnya untuk mencegah kehamilan tidak diperbolehkan (dalam agama Islam), kecuali dalam kondisi-kondisi darurat (terpaksa) yang jarang terjadi (Fatawa Lajnah Daaimah (19/319) no (1585) yang dipimpin oleh syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, dengan sedikit penyesuaian).
Ketika menjelaskan hikmah agung diharamkannya membatasi keturunan, imam Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz berkata: “Barangsiapa yang memperhatikan keterangan yang telah kami sampaikan dan keterangan para ulama yang kami nukilkan (sebelumnya), dia akan mengetahui (dengan yakin) bahwa pendapat yang membolehkan untuk membatasi keturunan adalah pendapat yang berseberangan dengan syariat Islam yang sempurna, yang (selalu berusaha) mewujudkan dan menyempurnakan kemaslahatan (kebaikan bagi manusia), serta menolak dan memperkecil kemudharatan (keburukan/kerusakan bagi manusia). (Bahkan pendapat ini) bertentangan dengan fitrah manusia yang suci, karena Allah ta’ala menjadikan fitrah suci manusia untuk mencintai anak-anak dan mengusahakan sebab-sebab untuk memperbanyak keturunan. Sungguh Allah dalam al-Qur-an telah menjadikan banyaknya keturunan sebagai anugerah (bagi manusia) dan menjadikannya termasuk perhiasan (kehidupan) dunia. Allah ta’ala berfirman:
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ
“Allah menjadikan bagimu istri-istri dari jenismu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istrimu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik.” (Qs. an-Nahl: 72)
Allah ta’ala juga berfirman:
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
“Harta dan anak-anak adalah perhiasaan kehidupan dunia.” (Qs. al-Kahfi: 46)
(Kemudian) barangsiapa yang memperhatikan pembahasan masalah ini (dengan seksama) dia akan mengetahui bahwa pendapat yang membolehkan untuk membatasi keturunan adalah pendapat yang bertentangan dengan kemaslahatan (kebaikan) umat Islam (sendiri). Karena sungguh banyaknya keturunan (kaum muslimin) termasuk sebab kekuatan, kemuliaan, keperkasaan dan kewibawaan umat Islam (di hadapan umat-umat lain). Sedangkan membatasi keturunan bertentangan dengan semua (tujuan) tersebut, karena menjadikan sedikitnya (jumlah) dan lemahnya kaum muslimin, bahkan menjadikan musnah dan punahnya umat ini. Ini adalah perkara yang jelas bagi semua orang yang berakal dan tidak butuh argumentasi (untuk membuktikannya) (Majmu’u Fatawa wa Maqaalaat Syaikh Bin Baaz (3/19). Lihat juga tulisan syaikh Muhammad bin Jamil Zainu Bahayanya Membatasi Keturunan dalam “Muallafaatusy syaikh Muhammad bin Jamil Zainu” (8/16)).
Oleh karena itulah, Syaikh Shaleh al-Fauzan menegaskan bahwa pembatasan jumlah keturunan adalah pemikiran buruk yang disusupkan musuh-musuh Islam ke dalam tubuh kaum muslimin, dengan tujuan untuk melemahkan dan memperkecil jumlah kaum muslimin (Al-Muntaqa Min fatawa al-Fauzan, 69/20).
Baca Juga: Fikih Puasa Untuk Anak-Anak
Berbagai alasan mengapa ber-KB dalam tinjauan syariat Islam
Adapun alasan-alasan yang di kemukakan oleh kebanyakan orang yang melakukan KB, seperti kekhawatiran tidak cukupnya rezeki atau kesulitan mendidik anak, maka ini adalah alasan-alasan yang sangat bertentangan dengan petunjuk Islam, bahkan mengandung buruk sangka kepada Allah ta’ala.
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin berkata: “…Kalau yang menjadi pendorong melakukan pembatasan keturunan adalah kekhawatiran akan kurangnya rezeki, maka ini (termasuk) berburuk sangka kepada Allah ta’ala. Karena Allah ta’ala Dialah yang menciptakan semua manusia, maka Dia pasti akan mencukupkan rezeki bagi mereka…
Allah berfirman:
وكأين من دابة لا تحمل رزقها الله يرزقها وإياكم وهو السميع العليم
“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri, Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. al-‘Ankabuut: 60)
Adapun jika pendorong melakukannya adalah kekhawatiran akan susahnya mendidik anak, maka ini adalah (persangkaan) yang keliru, karena betapa banyak (kita dapati) anak yang sedikit jumlahnya tapi sangat menyusahkan (orang tua mereka) dalam mendidik mereka, dan (sebaliknya) betapa banyak (kita dapati) anak yang jumlahnya banyak tapi sangat mudah untuk dididik jauh melebihi anak yang berjumlah sedikit. Maka yang menentukan (keberhasilan) pembinaan anak, susah atau mudahnya, adalah kemudahan (taufik) dari Allah ta’ala. Jika seorang hamba bertakwa kepada Allah serta (berusaha) menempuh metode (pembinaan) yang sesuai dengan syariat Islam, maka Allah akan memudahkan urusannya (dalam mendidik anak), Allah ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya.” (Qs. ath-Thalaaq: 4) (Kutubu Wa Rasaa-ilu Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimiin, 4/14).
Bahkan alasan membatasi keturunan seperti ini termasuk tindakan menyerupai orang-orang kafir di jaman Jahiliyah, yang membunuh anak-anak mereka karena takut miskin, hanya saja orang-orang di jaman sekarang mencegah kelahiran anak karena takut miskin, adapun orang-orang di jaman Jahiliyah membunuh anak-anak mereka yang sudah lahir karena takut miskin. (Lihat ucapan syaikh Shaleh al-Fauzan dalam al-Muntaqa Min Fatawa al-Fauzan (89/19), dan syaikh al-Albani dalam Aadaabuz Zifaaf (hal. 65)).
Allah ta’ala berfirman:
ولا تقتلوا أولادكم خشية إملاق نحن نرزقهم وإياكم إن قتلهم كان خِطْأ كبيراً
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (Qs. al-Israa’: 31)
Dan masih banyak alasan-alasan lain yang di kemukakan khususnya oleh para pengekor musuh-musuh Islam, yang mempropagandakan seruan untuk membatasi jumlah keturunan. Semua alasan yang mereka kemukakan itu disebutkan dan dibantah secara terperinci oleh Lajnah Daimah yang dipimpin oleh imam syaikh Ibrahim bin Muhammad Alu Syaikh. (Lihat Majallatul Buhuutsil Islaamiyyah (5/115-125)).
Kesimpulannya, semua alasan yang mereka kemukakan sangat menyimpang jauh dari kebenaran dan petunjuk Islam, bahkan bertentangan dengan kenyataan dan tuntutan fitrah kemanusiaan, bahkan lebih dari pada itu, (upaya) untuk membatasi (jumlah keturunan) atau mencegah kehamilan dengan cara apapun akan menimbulkan banyak bahaya dan kerusakan, baik dari segi agama, ekonomi, politik, sosial, jasmani maupun rohani. (Majallatul Buhuutsil Islaamiyyah, (5/127), dengan sedikit penyesuaian)
Baca Juga: Fikih Ringkas Membawa Anak ke Masjid
Perbedaan antara membatasi (jumlah) keturunan dan mencegah kehamilan atau mengaturnya
Setelah kita mengetahui bahwa hukum asal Keluarga Berencana adalah diharamkan karena sebab-sebab tersebut di atas, kecuali dalam keadaan darurat dan dengan alasan yang benar menurut syariat, maka dalam hal ini para ulama membedakan antara membatasi keturunan dan mencegah kehamilan atau mengaturnya, sebagai berikut:
Membatasi (jumlah) keturunan: adalah menghentikan kelahiran (secara permanen) setelah keturunan mencapai jumlah tertentu, dengan menggunakan berbagai sarana yang diperkirakan bisa mencegah kehamilan. Tujuannya untuk memperkecil (membatasi) jumlah keturunan dengan menghentikannya setelah (mencapai) jumlah yang ditentukan. (Fatwa Haiati Kibarul ‘Ulama’ (5/114, Majallatul Buhuutsil Islaamiyyah). Lihat juga keterangan syaikh al-‘Utsaimin dalam Silsilatu Liqa-aatil Baabil Maftuuh (31/133)).
Membatasi keturunan dengan tujuan seperti ini dalam agama Islam diharamkan secara mutlak, sebagaimana keterangan Lajnah daaimah yang dipimpin oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz (Fatawal Lajnatid Daaimah, (9/62) no (1584)), demikian juga Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin (Silsilatu Liqa-aatil Baabil Maftuuh, (31/133)), syaikh Shaleh al-Fauzan (Al-Muntaqa Min Fatawa al-Fauzan (69/20)) dan Keputusan majelis al Majma’ al Fiqhil Islami (Majallatul Buhuutsil Islaamiyyah (30/286)). Karena ini bertentangan dengan tujuan-tujuan agung syariat Islam, seperti yang diterangkan di atas.
Mencegah kehamilan: adalah menggunakan berbagai sarana yang diperkirakan bisa menghalangi seorang perempuan dari kehamilan, seperti: al-‘Azl (menumpahkan sperma laki-laki di luar vagina), mengonsumsi obat-obatan (pencegah kehamilan), memasang penghalang dalam vagina, menghindari hubungan suami istri ketika masa subur, dan yang semisalnya (Fatwa Haiati Kibarul ‘Ulama’ (5/114 – Majallatul Buhuutsil Islaamiyyah)).
Pencegahan kehamilan seperti ini juga diharamkan dalam Islam, kecuali jika ada sebab/alasan yang (dibenarkan) dalam syariat.
Syaikh Shaleh al-Fauzan berkata: “Aku tidak menyangka ada seorang ulama ahli fikih pun yang menghalalkan (membolehkan) mengonsumsi obat-obatan pencegah kehamilan, kecuali jika ada sebab (yang dibenarkan) dalam syariat, seperti jika seorang wanita tidak mampu menanggung kehamilan (karena penyakit), dan (dikhawatirkan) jika dia hamil akan membahayakan kelangsungan hidupnya. Maka dalam kondisi seperti ini dia (boleh) mengonsumsi obat-obatan pencegah kehamilan, disebabkan dia tidak (mampu) menanggung kehamilan, karena kehamilan (dikhawatirkan) akan membahayakan hidupnya, maka dalam kondisi seperti ini boleh mengonsumsi obat-obatan pencegah kehamilan, karena darurat (terpaksa)… Adapun mengonsumsi obat-obatan pencegah kehamilan tanpa ada sebab (yang dibenarkan) dalam syariat, maka ini tidak boleh (diharamkan), karena kehamilan dan keturunan (adalah perkara yang) diperintahkan dalam Islam (untuk memperbanyak jumlah kaum muslimin). Maka jika mengonsumsi obat-obatan pencegah kehamilan itu (bertujuan untuk) menghindari (banyaknya) anak dan karena (ingin) membatasi (jumlah) keturunan, sebagaimana yang diserukan oleh musuh-musuh Islam, maka ini diharamkan (dalam Islam), dan tidak ada seorang pun dari ulama ahli fikih yang diperhitungkan membolehkan hal ini. Adapun para ahli kedokteran mungkin saja mereka membolehkannya, karena mereka tidak mengetahui hukum-hukum syariat Islam (al-Muntaqa min fatawa al-Fauzan (89/25)).
Dalam fatwa Lajnah Daimah: “…Berdasarkan semua itu, maka membatasi (jumlah keturunan) diharamkan secara mutlak (dalam Islam), (demikian juga) mencegah kehamilan diharamkan, kecuali dalam kondisi-kondisi tertentu yang jarang (terjadi) dan tidak umum, seperti dalam kondisi yang mengharuskan wanita yang hamil untuk melahirkan secara tidak wajar, dan kondisi yang memaksa wanita yang hamil melakukan operasi (caesar) untuk mengeluarkan bayi (dari kandungannya), atau kondisi yang jika seorang wanita hamil maka akan membahayakannya karena adanya penyakit atau (sebab) lainnya. Ini semua dikecualikan dalam rangka untuk menghindari mudharat (bahaya) dan menjaga kelangsungan hidup (bagi wanita tersebut), karena sesungguhnya syariat Islam datang untuk mewujudkan kemaslahatan (kebaikan) dan mencegah kerusakan… (Majallatul Buhuutsil Islaamiyyah (5/127)).
Mengatur kehamilan: adalah menggunakan berbagai sarana untuk mencegah kehamilan, tapi bukan dengan tujuan untuk menjadikan mandul atau mematikan fungsi alat reproduksi, tetapi tujuannya mencegah kehamilan dalam jangka waktu tertentu (bukan selamanya), karena adanya maslahat (kebutuhan yang dibenarkan dalam syariat) yang dipandang oleh kedua suami istri atau seorang ahli (dokter) yang mereka percaya (Fatwa Haiati Kibarul ‘Ulama’ (5/114) Majallatul Buhuutsil Islaamiyyah). Lihat juga keterangan syaikh al-‘Utsaimin dalam Kutubu Wa Rasaa-ilu Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimiin (4/15)).
Mengatur kehamilan seperti ini -sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Muhammad al-‘Utsaimin- boleh dilakukan dengan dua syarat:
1). Adanya kebutuhan (yang dibenarkan dalam syariat), seperti jika istri sakit (sehingga) tidak mampu menanggung kehamilan setiap tahun, atau (kondisi) tubuh istri yang kurus (lemah), atau penyakit-penyakit lain yang membahayakannya jika dia hamil setiap tahun.
2). Izin dari suami bagi istri (untuk mengatur kehamilan), karena suami mempunyai hak untuk mendapatkan dan (memperbanyak) keturunan (Al Fataawal Muhimmah (1/159-160) no. (2764)).
Syaikh Shaleh al-Fauzan berkata: “…Demikian pula (diperbolehkan) mengonsumsi obat-obatan pencegah kehamilan, atau lebih tepatnya penunda kehamilan, untuk jangka waktu tertentu (bukan seterusnya), karena adanya suatu sebab (yang dibenarkan dalam syariat), seperti jika istri dalam kondisi sakit, atau kelahiran yang banyak berturut-turut yang membuat istri tidak mampu memberi makanan (ASI) yang cukup untuk bayinya, maka dia (boleh) mengonsumsi obat penunda kehamilan, supaya dia bisa berkonsentrasi (untuk mempersiapkan diri) menyambut kehamilan yang baru setelah selesai dari hamil yang pertama, maka dalam kondisi (seperti) ini diperbolehkan (Al-Muntaqa Min Fatawa al-Fauzan (89/24-25)).
Dalam fatwa Lajnah Daimah yang dipimpin oleh Syaikh Bin Baz: “…Adapun mengatur keturunan yaitu (dengan) menunda kehamilan karena alasan yang benar (sesuai syariat), seperti (kondisi) istri yang lemah (sehingga) tidak mampu (menanggung) kehamilan, atau kebutuhan untuk menyusui bayi yang sudah lahir, maka ini diperbolehkan untuk kebutuhan tersebut (Fatawal Lajnatid Daaimah (19/428) no (16013)).
Yang perlu diperhatikan di sini, bahwa kondisi lemah, payah dan sakit pada wanita hamil atau melahirkan yang dimaksud di sini adalah lemah/sakit yang melebihi apa yang biasa dialami oleh wanita-wanita hamil dan melahirkan pada umumnya, sebagaimana yang diterangkan dalam fatwa Lajnah Daimah (Fatawal Lajnatid Daaimah (19/319) no (1585)). Karena semua wanita yang hamil dan melahirkan mesti mengalami sakit dan payah, Allah berfirman:
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً
“…Ibunya mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula)” (Qs. al-Ahqaaf: 15).
Penggunaan alat kontrasepsi dan obat pencegah hamil
Setelah kita mengetahui bahwa para ulama membolehkan penggunaan obat pencegah kehamilan dan alat kontrasepsi jika ada sebab yang dibenarkan dalam syariat, maka dalam menggunakannya harus memperhatikan beberapa hal berikut:
1) Sebelum menggunakan alat kontrasepsi/obat anti hamil hendaknya berkonsultasi dengan seorang dokter muslim yang dipercaya agamanya, sehingga dia tidak gampang membolehkan hal ini, karena hukum asalnya adalah haram, sebagaimana penjelasan yang lalu. Ini perlu ditekankan karena tidak semua dokter bisa dipercaya, dan banyak di antara mereka yang dengan mudah membolehkan pencegahan kehamilan (KB) karena ketidakpahaman terhadap hukum-hukum syariat Islam, sebagaimana ucapan syaikh Shaleh al-Fauzan di atas. (Lihat keterangan Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu dalam Khataru Tahdiidin Nasl (8/16) Muallafaatusy syaikh Muhammad bin Jamil Zainu), dan keputusan Majelis al Majma’ al Fiqhil Islami dalam Majallatul Buhuutsil Islaamiyyah (30/286))
2) Pilihlah alat kontrasepsi yang tidak membahayakan kesehatan, atau minimal yang lebih ringan efek sampingnya terhadap kesehatan (Lihat keterangan Syaikh al-‘Utsaimin dalam al-Fatawal Muhimmah (1/160) dan kitab Buhuutsun Liba’dhin Nawaazilil Fiqhiyyatil Mu’aashirah (28/6)).
3- Usahakanlah memilih alat kontrasepsi yang ketika memakai/memasangnya tidak mengharuskan terbukanya aurat besar (kemaluan dan dubur/anus) di hadapan orang yang tidak berhak melihatnya. Karena aurat besar wanita hukum asalnya hanya boleh dilihat oleh suaminya (Lihat Tafsir al-Qurthubi (12/205) dan keterangan syaikh al-‘Utsaimin dalam Kutubu Wa Rasaa-ilu Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimiin (10/175)), adapun selain suaminya hanya diperbolehkan dalam kondisi yang sangat darurat (terpaksa) dan untuk keperluan pengobatan (Lihat kitab an-Nazhar Fi Ahkamin Nazhar (hal. 176) tulisan Imam Ibnul Qaththan al-Faasi, melalui perantaraan kitab Ahkaamul ‘Auraat Linnisaa’ (hal. 85)). Berdasarkan keumuman makna firman Allah ta’ala:
والذين هم لفروجهم حافظون، إلا على أزواجهم أو ما ملكت أيمانهم فإنهم غير ملومين
“…Dan mereka (orang-orang yang beriman) adalah orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.” (Qs. al-Mu’minuun: 5-6)
Penutup
Inilah keterangan yang dapat kami sampaikan tentang hukum KB, berdasarkan dalil-dalil dari al-Qur-an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta penjelasan para ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita dan bagi semua orang yang membaca dan merenungkannya. Dan semoga Allah ta’ala senantiasa memberikan petunjuk-Nya kepada kaum muslimin agar mereka selalu kembali kepada petunjuk-Nya dalam menjalani kehidupan mereka.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 4 Jumadal uula 1430 H
Baca Juga:
***
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, M.A.
Artikel www.muslim.or.id
Keerrrrennnn,…
Banyak anak dengan 4 orang istri,..’
bisa adil enggak yachhhhh..
Jazakumullah khaira
Mohon pencerahannya ustad,bagaimana utk kasus ibu yang melahirkan ketiga anaknya dengan operasi(cesar) semua,dokter menyarankan utk steril cukup 3 anak saja karna utk anak yang ke4 sangat beresiko,sedang keadan sekarang siibu tsb mengkonsumsi obat pencegah kehamilan,bagaimana menurut ustd menuruti saran dokter atau terus-menerus memakai obat pencegah kehamilan?terima kasih atas jawabanya jazakalloh khoiron
Assalamu’alaikum wr wb.
Mohon maaf sebelumnya, pertanyaan ana begini: bolehkah menunda kehamilan dengan alasan sang istri berjauhan dengan suami, beda kota bahkan negara. sehingga dikhawatirkan ketika sang istri hamil, tidak ada yang melakukan pengawasan pada kondisinya dan sang jabang bayi, ditambah pula sang istri masih dalam masa studi. Mohon penjelasannya ustadz. Jazakumullah khair.
pembatasan yang tanpa alasan memang tidak dibenarkan, etapi bagaimana dengan orang yang sudah punya anak, misalkan sampai sejumlah 4 (empat) anak, kemudian melihat kondisi dan situasi misalnya kondisi badan yang sudah semakin menurun sehingga dihawatirkan tidak mampu bekerja seperti semasa masih usia di bawah 40 tahun akhirnya membatasi dengan kontrasepsi yang ada.
saya memang juga sangat setuju kalau seorang muslim itu harus punya banyak anak, apalagi kalau didukung dengan ekonomi yang kuat
Jazakillah khairan katsiro. Sungguh KB merupakan cara orang kafir yg takut jumlah orang islam tambah banyak seperti “KB-nya” israel thd palestina yg pertumbuhan penduduknya meningkat pesat (dengan serangan’Y ke GAZA) .
Assalamu’alaikum wr.wb,
Mohon penjelasan gimana cara berKB yang islami, dan tidak ada efek samping.Supaya haid ana bisa teratur.
soalnya ana ingin menunda kehamilan karena anak
pertama saya masih kecil & ana seorang wanita karir.Pengin ada jarak 3-4 tahun dari anak pertama.Bagaimana saran ustad,
Terima kasih atas jawabannya.Wassalamualaikum wr wb.
mohon izin copas ya…nuhun
Tegasnya birth control demikian sifatnya membunuh sperma suami agar tidak bertumbuh dalam rahim istri untuk jadi bayi yang dihamilkan kemudian memperbanyak jumlah penduduk Bumi. Tetapi dengan berbagai dalih orang-orang musyrik menyatakan bahwa birth control demikian bukanlah berarti membunuh anak. Mereka bersemboyan untuk kebahagiaan generasi mendatang tetapi meniadakan benih manusia yang akan lahir. Dalam hal ini ALLAH telah mengatakan larangan pada Ayat 6/151, 17/31 dan beberapa Ayat Suci lainnya bahwa perbuatan tersebut sangat jahat berdasarkan kebodohan serta memutus hubungan bagi terwujudnya generasi berkelanjutan, padahal DIA sudah melengkapi kebutuhan hidup bagi seluruh makhluk di dunia untuk semua zaman baik secara alamiah, begitupun dengan alat-alat teknik yang DIA kembangkan secara bertahap dalam sejarah manusia.
bisa ga’ ustad memberikan pendapat tentang “PENGARUH SOSIAL TERHADAP PENETAPAN HUKUM ISLAM” sy dapat tugas dari dosen ushul fiqh suruh buat makalah tentang tema tersebut.
syukron katsiron
mohon bantuannya ustad
informasi yang sangat bagus…
Saya adalah orang awam yang tidak begitu mengerti hukum.saya percaya ustad bahwa banyak anak itu banyak rizky. tetapi ketika saya melihat kenyataan yang ada, ada seseorang yang begitu banyak anaknya akan tetapi semua tidak ada yang mengeyam bangku pendidikan. mereka mencari rizki dengan mengamen dijalanan. apakah itu termasuk rizky anak tersebut?kan kacian mereka tidak bersekolah.makasih.wassalam.
#ipin
“Banyak anak banyak rezeki” bukanlah ayat Qur’an bukan pula hadits. Dan setahu kami, bukan juga perkataan sahabat atau ulama. Oleh karena itu, pernyataan ini kadang benar dan kadang salah. Maka, banyak anak belum tentu banyak rezeki, belum tentu pula seret rezeki. Namun yang pasti, ada rezeki bagi masing2 anak. Tidak harus banyak bukan?
Walau banyak anak belum tentu banyak rezeki, kita tidak boleh membatasi keturunan karena takut tidak dapat rezeki untuk si anak. Karena ini adalah berprasangka buruk kepada Allah. Yakinlah bahwa setiap manusia yang lahir ke bumi akan mendapat jatah rezeki sesuai yang Allah tentukan.
Apakah ada ayat yang mengharamkan tentang pemakaian kondom saat berhubungan dengan istri?
#Joko
Memakai kondom termasuk dalam kategori mencegah kehamilan. Silakan baca kembali tulisan di atas mengenai hukum mencegah kehamilan. Semoga Allah memberi taufik.
yang menentukan halal atau enggak adalah yang maha kuasa…
@ Denayar
Betul sekali, namun Allah pun sudah memberitahukan dalam ayat dan melalui lisan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Itulah diutusnya para rasul untuk memberitahu halal dan haram.
Klo tujuannya agar umat islam semakin banyak,aku setuju.tapi klo hanya jumlah yang banyak,tanpa diimbangi kualitas.hanya seperti buih di lautan,lalu untuk apa?kita lihat orang2 kafir mereka bisa membuat senjata,tank,handphone,laptop,alat trasportasi modern,robot, n lain2.tapi lihat kondisi umat muslim saat ini,kita bisa buat apa?secara kuantitas kita unggul,tapi kualitas jauh.mohon penjelasannya,terimakasih..
@ Cahyo.
Tetap keunggulan banyak anak itu pun ada faedahnya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bangga dengan banyaknya umatnya di akhirat kelak. Jadi banyak anak dan juga ciptakan pula kualitas.
Jazzakillah atas infonya
Anak saya lima, dan alhamdulillah saya merasakan rejeki kami selalu mengalir. Yakin saja bahwa Alloh Maha Kaya dan Dia-lah Yang Maha Mengetahui.
Assalamualaikum uztad,
saya mau bertanya:
Menurut hasil riset, 70% sampah yang ada sekarang adalah limbah akibat kegiatan domestik (rumah tangga), bukan industri.
Pencemaran yang terjadi sekarang dan mengakibatkan banyak bencana alam, adalah akibat banyaknya penduduk dunia. Sumber daya alam sudah mulai habis, sementara penduduk makin banyak.
Secara ilmiah dapat dibuktikan pertambahan jumlah penduduk=pertambahan pencemaran.
contoh kasus: untuk keperluan sehari, satu individu perlu 200 liter air sehari. Berarti kalau punya 5 anak + ibu-bapak, butuh 1400 liter air. pedahal muka air tanah sudah turun sehigga diperkirakan dalam 20 thn ke depan kita tidak punya persediaan air bersih, akibat tingginya pencemaran. Sementara kemajuan IPTEK untuk mengatasi hal ini masih minim.
Pertanyaan saya:
bukankah untuk mengatasi hal ini perlu KB? kalau tidak, bagaimana solusinya? Bukankah di Ar Rum dikatakan bahwa manusialah penyebab kerusakan di muka bumi?
Terima kasih bnyk uztad atas penjelasannya.
Ass, Wr, Wb.
#ranti
Wa’alaikumussalam. Solusi yang lebih efektif adalah berdakwah dan mengajak manusia untuk mengenal dan belajar Islam dengan benar dan serius. Karena muslim sejati tidak akan membuang sampah sembarangan dan merusak alam.
Assalamualaikum ustad,
saya seorang suami sudah berumah tangga selama 3 tahun dan belum dikaruniai anak, saya mau bertanya bagaimana menyikapi istri kita yang selalu mengeluh karena kami belum dikaruniai anak sampai hari ini?
terima kasih ustad atas penjelasanya.
ass. wr. wb
@ Burhan
Wa’alaikumus salam wa rahmatullah wa barakatuh.
Moga artikel ini bisa mencerahkan saudara dan tidak membuat saudara terus berlarut dalam kesedihan:
https://muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/di-saat-impian-belum-terwujud.html (ini adalah artikel terbaru di muslim.or.id)
Ass.wr.wb.pak ustadz mau tanya bagaimana kalo kita ikut kb karena sudah 3x kehamilan saya mengalami hal y sama yaitu muntah lemes berlebihan sehingga tidak dapat beraktivitas secara normal ?bolehkah saya berkb?terus bgmn kalau bersangkutan dg usia y katanya tdk dianjurkan hamil usia di atas 35th!mohon penjelasannya matur nuwun.wassalamalaikum wr.wb.
@ Sri Rejeki
Kalau KB itu maksudnya untuk MENGATUR kehamilan, mk itu boleh. Kalau untuk MEMBATASI keturunan, itu yg terlarang. Semoga dipahami kedua hal ini. Moga Allah beri ilmu yg bermanfaat dan kepahaman dalam agama.
assalamu’alaikum ustad, saya seorang ibu satu putri, sekrg mersa bermasalah dgn kb, karena kb membuat saya tdk mangalami menstruasi selama menggunakannya , dan ada sedikit gangguan kesehatan seperti mendadak menggigil saat sedang nyenyaknya tidur d malam hari. usia anak saya sekarang sudah 4 thn. dan kni saya berniat untuk berganti kb ke jenis pil. karena di saat saya merasa jenuh menjalani kb jenis suntik saya berkeinginan untuk melepasnya dan ingin memberikan adik untuk putri saya, tetapi suami saya belum mengijinkan karena menurutnya putri kami masih memerlukan perhatian extra dan pada kehamilan pertama saya mengalami kendala kehamilan seperti lemah kandungan dan punya riwayat keguguran. dan alasan mengapa berganti ke pil kb karena saya mengharapkan bisa mndapatkan menstruasi secara norma. dan hal terpenting sesungguhnya saya sangat menginginkan untuk banyak anak tetapi suami saya tidak karena kondisi yang saya sebutkan tadi
artikelnya bagus. kirim dong biar bisa buat referensi ane
Ustadz,bagaimanakah hukumnya jika seorang ikhwan yg dikaruniakan seorang istri yg subur shg memiliki banyak anak.kemudian ketika istrinya akan melahirkan lagi terus si ikhwan ini ingin agar anaknya tsb di adopsi ikhwan lain yg msh blm diberi rezeki berupa anak.apakah hal tsb dibolehkan dlm Islam ?
@abu hilmi
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).” (Al Ahzab: 4).
Afwan ustadz ana izin mengkopi ini artikel.
Jazakallohu khairon.
Afwan ustadz izin share
Jazakallohu khairon
Kayaknya kalau pembatasan anak dilarang ternyata susah juga dalam praktek ya,abis lihat anak2 kakak aja 3 orang sudah repot apalagi masalah yang timbul seperti harus caesar banyak mengeluarkan biaya dan kakak sendiri harus dioperasi untuk perbaikan lutut. Jadi pengen nurutin aja deh pesan ibu saya punyak anak dua saja krn toh antara 2 atw lebih sama2 aja belum tentuh shaleh kan. Wah jadi dilema nih,ada bisa berikan masukan,saran,nasihat,atau jalan keluar bagi saya atas dilema ini?
assalamualikum ustadz,
saya mau tanya kalau seandainya seorang istri menolak untuk punya anak yg ke tiga sementara si suami tetap kekeh pengen punya anak yang ke 3…?
bahkan istri siap di pisah.. karna ga mau punya anak lagi.
jazakumullah khairan.
#lela lestari
Wa’alaikumussalam, apa alasan sang istri? Jika karena faktor kesehatan, yang bisa membahayakan diri bila hamil lagi, maka sudah selayaknya suami memahaminya dan tidak menjerumuskan sang istri pada bahaya. Dengan catatan, hal tersebut sudah dikonfirmasi oleh dokter dan sudah ditempuh banyak cara untuk bisa tetap melahirkan lagi.
Jika alasannya karena faktor rezeki, atau enggan repot ketika hamil maka alasan tersebut tidak bisa dibenarkan dan diharamkan ber-KB.
asslmualikm wr.wb sy br melahirkn,dan brniat untk br kb..dgn alasan suami sy blm bs jd imam yg baik..sy tkt anak sy akn brprilaku bruk krn kmi tdk bs mendidikny scr islam. apakah dibolehkn jk sy br kb dgn alasn dmikian. trmaksh ats jwbnya. mhn sgr dijawab.
@ Yuhhana
Jika KB -nya maksudnya adl untuk membatasi keturunan, mk ini terlarang. Yg dibolehkan adl jika ingin mengatur kelahiran. Banyaklah perbaiki diri, mengkaji agama dan tawakkal pd Allah. Pasti Allah akan beri kemudahan demi kemudahan.
@Muhammad Nur Ichwan
jazakumullah khairan atas jawabannya
Assalamualaikum
Adakah doa khusus untuk orang yang sedang hamil?
terimakasih atas jawabannya.
Wassalamualaikum
#Langen
Setahu saya tidak ada doa khusus dari Nabi bagi wanita yang sedang hamil.
assalamu’alaikum wr wb. saya seorang apoteker yang bekerja di apotek. saya pengn tny gmn hukumnya jk sy memberikan obat kb untuk membatasi (jumlah) kelahiran? trima kasih. wss
#hania
wa’alaikumussalam. Jika anda tahu bahwa hal itu untuk membatasi kelahiran maka anda melakukan perbuatan terlarang.
*segala peribadatan hanya ketuju untk ALLAH,tdk boleh
menduakan NYA,ber
istiqamah lah dlm menjalankn
agama yg d ridhoiNya (al
quran and sunah) dan
jnganlah bercerai berai/putus
siraturahmi dlm perbedaan
pendapat.
gimana ustadz kl sd terlanjur kb steril,sementara si ibu sangat menyesal melakukan itu.apakah tobatnya diterima..mohon penjelasannya
#dani
Pinta taubat dibuka sangat lebar
mau nanyak nih, kalau istri mau KB steril (sekarang usia > 40, anak dah 3 dan gedhe2 tapi masih subur) karena selama ini dia KB pake IUD dan pusing2, tekanan darah rendah, itu boleh nggak ? jadi alasannya karena sakit2an, walaupun hanya pusing terus. Jzklh.
alami buat yang ga suka kb donk………
rumah buku
Bagaimana kalo istri ingin menunda kehamilan karena masih kuliah menuntut ilmu syar’i yg nantinya berguna utk dakwah Islam ?
#abu hasan
Jangan menabrakan dua hal yang tidak bertabrakan. Ibu rumah tangga tetap bisa menuntut ilmu sesuai kemampuannya. Silakan simak:
http://kangaswad.wordpress.com/2010/05/19/dilema-kaum-ibu-belajar-atau-mengurus-rumah/
Berapakah jarak ideal antar anak?
@ El-Syah
Tdk ada batasan
Gak heran liat muslim Indonesia yang makin kesini makin terbelakang. banyak anak tanpa diberikan pendidikan yang baik.
ma syaa Allah
syukron jazakallahu khairan.
Izin copas buat tugas yh