Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rizki yang secukupnya dan Allah menganugrahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezki yang Allah berikan kepadanya”[1].
Hadits yang mulia menunjukkan besarnya keutamaan seorang muslim yang memiliki sifat qanaa’ah[2], karena dengan itu semua dia akan meraih kebaikan dan keutamaan di dunia dan akhirat, meskipun harta yang dimilikinya sedikit[3].
Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:
– Arti qanaa’ah adalah merasa ridha dan cukup dengan pembagian rizki yang Allah Ta’ala berikan[4].
– Sifat qana’ah adalah salah satu ciri yang menunjukkan kesempurnaan iman, karena sifat ini menunjukkan keridhaan orang yang memilikinya terhadap segala ketentuan dan takdir Allah, termasuk dalam hal pembagian rizki. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan kemanisan (kesempurnaan) iman, orang yang ridha kepada Allah Ta’ala sebagai Rabb-nya dan islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rasulnya”[5].
Arti “ridha kepada Allah sebagai Rabb” adalah ridha kepada segala perintah dan larangan-Nya, kepada ketentuan dan pilihan-Nya, serta kepada apa yang diberikan dan yang tidak diberikan-Nya[6].
– Yang dimaksud dengan rizki dalam hadits ini adalah rizki yang diperoleh dengan usaha yang halal, karena itulah yang dipuji dalam Islam[7].
– Arti sabda beliau: “…yang secukupnya” adalah yang sekedar memenuhi kebutuhan, serta tidak lebih dan tidak kurang[8], inilah kadar rizki yang diminta oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Allah untuk keluarga beliau , sebagaimana dalam doa beliau: “Ya Allah, jadikanlah rizki (yang Engkau limpahkan untuk) keluarga (Nabi) Muhammad (shallallahu ‘alaihi wa sallam) Quutan“[9]. Artinya: yang sekedar bisa memenuhi kebutuhan hidup/seadanya[10].
– Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya kemewahan dunia (harta), akan tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan (kecukupan) dalam jiwa (hati)”[11].
– Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “…Ridhahlah (terimalah) pembagian yang Allah tetapkan bagimu maka kamu akan menjadi orang yang paling kaya (merasa kecukupan)”[12].
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 29 Jumadal ula 1432 H
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
Artikel www.muslim.or.id
[1] HSR Muslim (no. 1054).
[2] Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” tulisan imam an-Nawawi (7/145).
[3] Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (4/508).
[4] Ibid.
[5] HSR Muslim (no. 34).
[6] Lihat kitab “Fiqhul asma-il husna” (hal. 81).
[7] Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (4/508).
[8] Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” (7/145) dan “Faidhul Qadiir” (4/508).
[9] HSR al-Bukhari (no. 6095) dan Muslim (no. 1055).
[10] Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” (7/146).
[11] HSR al-Bukhari (no. 6081) dan Muslim (no. 120).
[12] HR at-Tirmidzi (no. 2305) dan Ahmad (2/310), dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani.
saya kurang sependapat dengan artikel ini…
karena artikel ini berkesan jika kita miskin, maka terima saja, ini takdir dari di atas,
sehingga membuat para kaum muslimin hanya bersikap menerima tanpa ingin menjadi orang2 kaya..
Kalo kita liat pendahulu2 kita..
Sebut saja Rasulullah, dia kaya semenjak kecil, menikah dengan mahar 100 ekor unta (kalau tidak salah, mohon koreksi), dan memiliki unta terbaik di jamannya , al qaswa..
Kemudian para khulafaur rasyidin, mereka semua kaya kecuali Ali bin Abi Thalib ra,
Kemudian lihat pembawa2 panji Islam ke Indonesia, bukan kah mereka pedagang2 kaya..
Kemudian lihat juga pemimpin NU, KH. Hasyim asy’ari, beliau pedagang yang sukses..
Kemudian pemimpin Muhammadiyah.. beliau seorang pahlawan nasional dan juga orang yang kaya..
Nah bukankah mereka teladan bagi kita2 semua..
mengapa kita harus puas dengan segala kemiskinan..
Bukankah kita umat muslim tertindas karena ekonomi kita yang lemah, mengakibatkan pendidikan dan sains kita lemah, sehingga tidak mempunyai teknologi yang mutakhir, dan akhirnya kita dijajah oleh segala tipu muslihat kaum kafir..
Oleh sebab itu, mintalah kepada yang Maha Kaya agar memajukan diri kita dan agama kita, agar menjadi rahmatan lil’alamin..
#Arendy65
Anda salah kaprah, silakan baca juga:
https://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/bagimu-pemuda-malas-nan-enggan-bekerja.html
Saya sependapat dg anda, akan tetapi yg dimaksudkan disini kemungkinan adalah kita senantiasa bersyukur dg mengucap Alhamdulillah setiap kita memperoleh rezeki, seperti itu.
Bedain males sama qana’ah.
barakakallahu fiiq…ustadz do’akan ana, agar di jauhkan dari sifat tamak,karna sungguh manusia tdk akan pernah kenyang,kecuali tanah yg menutupi mulutnya…
@Arendy65
semoga Allah merahmati anda mas..
soal setuju atau tidak setuju itu 100% hak anda mas..
akan tetapi saya kira sepertinya anda ini kurang memahami apa yang dimaksud dengan qana’ah..
sehingga anda mengira bahwa anjuran untuk mempunyai sifat qana’ah itu merupakan anjuran agar kaum muslimin malas untuk berusaha..
dan pasrah begitu saja.. tanpa perlu berusaha..
anda terlalu terburu-buru dalam memberikan komentar mas..
untuk itu alangkah baiknya jika anda membaca artikel-artikel terkait yang lainnya seperti yang diberikan kang Yulian Purnama diatas..
sehingga anda bisa memberikan kesimpulan yang tepat.. dalam masalah ini..
wallahu a’lam
semoga Allah menunjuki anda
@Arendy65
ana setuju banget ama Bapak’e hanifah.sebab menurut ana menerima dengan pasrah jauh banget. Seorang muslim dalam menerima sesuatu pasti didahului dengan usaha dan do’a setelah semua usaha dilakukan kita wajib tawakal dan baru menerima apa yang Allah berikan sebab apapun yang Allah berikan pasti baik buat kita meskipun tidak sesuai dengan apa yang kita angankan. Nah, kalo pasrah ya no think do, payah. Semoga Allah merahmati kita semua.
@Arendy65: mari kita sama2 memperdalam tentang qanaah,,
Artikel yang bagus.
Jangan sampai kita menjadi dunia (materi=harta) oriented.
“Kalo sepotong roti cukup untuk hidupku sehari (jadikan empat potong kalo mau dihitung istri dan dua anak) dan 1 stel pakaian untuk menutupi aurat selama setahun, kenapa kita harus susah2 mencari rejeki=harta”
Semuanya permainan dunia, yuk berfantasi. contoh = Televisi.
Tiap rumah punya tv alasan untuk hiburan (pasti hiburan dunia), efeknya mesti pasang listrik, mesti bayar pln, mesti ngomel kalo listrik padam, mesti lebih bagus dari tv tetangga (padahal channelnya sama :)). dari banyak mesti lanjut lagi, mesti cari duit tambahan buat nutupin semua di atas akhirnya mesti KAYA BAH.
Putar kembali semua logika. SAYA TIDAK PUNYA TV (dunia) = SAYA TIDAK BUTUH KAYA = SAYA BUTUH ALLAH.
subhanallah, artikel yang sangat bermanfaat sekali, terimakasih sudah memberikan artikel yang sangat bermanafaaat sekali ;-D