[lwptoc]
Isbal artinya menjulurkan pakaian melebihi mata kaki. Isbal terlarang dalam Islam, hukumnya minimal makruh atau bahkan haram. Banyak sekali dalil dari hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang mendasari hal ini.
Dalil seputar masalah ini ada dua jenis:
Pertama, mengharamkan isbal jika karena sombong.
Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:
من جر ثوبه خيلاء ، لم ينظر الله إليه يوم القيامة . فقال أبو بكر : إن أحد شقي ثوبي يسترخي ، إلا أن أتعاهد ذلك منه ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إنك لن تصنع ذلك خيلاء . قال موسى : فقلت لسالم : أذكر عبد الله : من جر إزاره ؟ قال : لم أسمعه ذكر إلا ثوبه
“Barangsiapa menjulurkan pakaiannya karena sombong, tidak akan dilihat oleh Allah pada hari kiamat. Abu Bakar lalu berkata: ‘Salah satu sisi pakaianku akan melorot kecuali aku ikat dengan benar’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Engkau tidak melakukan itu karena sombong’.Musa bertanya kepada Salim, apakah Abdullah bin Umar menyebutkan lafadz ‘barangsiapa menjulurkan kainnya’? Salim menjawab, yang saya dengan hanya ‘barangsiapa menjulurkan pakaiannya’. ”. (HR. Bukhari 3665, Muslim 2085)
بينما رجل يجر إزاره من الخيلاء خسف به فهو يتجلجل في الأرض إلى يوم القيامة.
“Ada seorang lelaki yang kainnya terseret di tanah karena sombong. Allah menenggelamkannya ke dalam bumi. Dia meronta-ronta karena tersiksa di dalam bumi hingga hari Kiamat terjadi”. (HR. Bukhari, 3485)
لا ينظر الله يوم القيامة إلى من جر إزاره بطراً
“Pada hari Kiamat nanti Allah tidak akan memandang orang yang menyeret kainnya karena sombong” (HR. Bukhari 5788)
Kedua, hadits-hadits yang mengharamkan isbal secara mutlak baik karena sombong ataupun tidak.
Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:
ما أسفل من الكعبين من الإزار ففي النار
“Kain yang panjangnya di bawah mata kaki tempatnya adalah neraka” (HR. Bukhari 5787)
ثلاثة لا يكلمهم الله يوم القيامة ولا ينظر إليهم ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم المسبل والمنان والمنفق سلعته بالحلف الكاذب
“Ada tiga jenis manusia yang tidak akan diajak biacar oleh Allah pada hari Kiamat, tidak dipandang, dan tidak akan disucikan oleh Allah. Untuk mereka bertiga siksaan yang pedih. Itulah laki-laki yang isbal, orang yang mengungkit-ungkit sedekah dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu”. (HR. Muslim, 106)
لا تسبن أحدا ، ولا تحقرن من المعروف شيئا ، ولو أن تكلم أخاك وأنت منبسط إليه وجهك ، إن ذلك من المعروف ، وارفع إزارك إلى نصف الساق ، فإن أبيت فإلى الكعبين ، وإياك وإسبال الإزار ؛ فإنه من المخيلة ، وإن الله لا يحب المخيلة
“Janganlah kalian mencela orang lain. Janganlah kalian meremehkan kebaikan sedikitpun, walaupun itu hanya dengan bermuka ceria saat bicara dengan saudaramu. Itu saja sudah termasuk kebaikan. Dan naikan kain sarungmu sampai pertengahan betis. Kalau engkau enggan, maka sampai mata kaki. Jauhilah isbal dalam memakai kain sarung. Karena isbal itu adalah kesombongan. Dan Allah tidak menyukai kesombongan” (HR. Abu Daud 4084, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud)
مَرَرْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي إِزَارِي اسْتِرْخَاءٌ فَقَالَ: يَا عَبْدَ اللَّهِ ارْفَعْ إِزَارَكَ! فَرَفَعْتُهُ. ثُمَّ قَالَ: زِدْ! فَزِدْتُ. فَمَا زِلْتُ أَتَحَرَّاهَا بَعْدُ. فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ: إِلَى أَيْنَ؟ فَقَالَ: أَنْصَافِ السَّاقَيْنِ
“Aku (Ibnu Umar) pernah melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sementara kain sarungku terjurai (sampai ke tanah). Beliau pun bersabda, “Hai Abdullah, naikkan sarungmu!”. Aku pun langsung menaikkan kain sarungku. Setelah itu Rasulullah bersabda, “Naikkan lagi!” Aku naikkan lagi. Sejak itu aku selalu menjaga agar kainku setinggi itu.” Ada beberapa orang yang bertanya, “Sampai di mana batasnya?” Ibnu Umar menjawab, “Sampai pertengahan kedua betis.” (HR. Muslim no. 2086)
Dari Mughirah bin Syu’bah Radhiallahu’anhu beliau berkata:
رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم أخذ بحجزة سفيان بن أبي سهل فقال يا سفيان لا تسبل إزارك فإن الله لا يحب المسبلين
“Aku melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mendatangi kamar Sufyan bin Abi Sahl, lalu beliau berkata: ‘Wahai Sufyan, janganlah engkau isbal. Karena Allah tidak mencintai orang-orang yang musbil’” (HR. Ibnu Maajah no.2892, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Maajah)
Dari dalil-dalil di atas, para ulama sepakat haramnya isbal karena sombong dan berbeda pendapat mengenai hukum isbal jika tanpa sombong. Syaikh Alwi bin Abdil Qadir As Segaf berkata:
“Para ulama bersepakat tentang haramnya isbal karena sombong, namun mereka berbeda pendapat jika isbal dilakukan tanpa sombong dalam 2 pendapat:
Pertama, hukumnya boleh disertai ketidak-sukaan (baca: makruh), ini adalah pendapat kebanyakan ulama pengikut madzhab yang empat.
Kedua, hukumnya haram secara mutlak. Ini adalah satu pendapat Imam Ahmad, yang berbeda dengan pendapat lain yang masyhur dari beliau. Ibnu Muflih berkata : ‘Imam Ahmad Radhiallahu’anhu Ta’ala berkata, yang panjangnya di bawah mata kaki tempatnya adalah neraka, tidak boleh menjulurkan sedikitpun bagian dari pakaian melebihi itu. Perkataan ini zhahirnya adalah pengharaman’ (Al Adab Asy Syari’ah, 3/492). Ini juga pendapat yang dipilih Al Qadhi ‘Iyadh, Ibnul ‘Arabi ulama madzhab Maliki, dan dari madzhab Syafi’i ada Adz Dzahabi dan Ibnu Hajar Al Asqalani cenderung menyetujui pendapat beliau. Juga merupakan salah satu pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, pendapat madzhab Zhahiriyyah, Ash Shan’ani, serta para ulama di masa ini yaitu Syaikh Ibnu Baaz, Al Albani, Ibnu ‘Utsaimin. Pendapat kedua inilah yang sejalan dengan berbagai dalil yang ada.
Dan kewajiban kita bila ulama berselisih yaitu mengembalikan perkaranya kepada Qur’an dan Sunnah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An Nisa: 59)
Dan dalil-dalil yang mengharamkan secara mutlak sangat jelas dan tegas” (Sumber : http://www.dorar.net/art/144 )
Jadi Islam melarang isbal, baik larangan sampai tingkatan haram atau tidak. Tapi sungguh disayangkan larangan ini agaknya sudah banyak tidak diindahkan lagi oleh umat Islam. Karena kurang ilmu dan perhatian mereka terhadap agamanya. Lebih lagi, adanya sebagian oknum yang menebarkan syubhat (kerancuan) seputar hukum isbal sehingga larangan isbal menjadi aneh dan tidak lazim di mata umat.
Baca Juga: Isbal Tanpa Bermaksud Sombong, Tetap Diingkari Oleh Nabi
Berikut ini beberapa syubhat tersebut:
Syubhat 1: Memakai pakaian atau celana ngatung agar tidak isbal adalah ajaran aneh dan nyeleneh
Bagaimana mungkin larangan isbal dalam Islam dianggap nyeleneh padahal dalil mengenai hal ini sangat banyak dan sangat mudah ditemukan dalam kitab-kitab hadits dan buku-buku fiqih. Lebih lagi, larangan isbal dibahas oleh ulama 4 madzhab besar dalam Islam dan sama sekali bukan hal aneh dan asing bagi orang-orang yang mempelajari agama. Berikut ini kami nukilkan beberapa perkataan para ulama madzhab mengenai hukum isbal sebagai bukti bahwa pembahasan larangan isbal itu dibahas oleh para ulama 4 madzhab dari dulu hingga sekarang.
Madzhab Maliki
Ibnu ‘Abdil Barr dalam At Tamhid (3/249) :
وقد ظن قوم أن جر الثوب إذا لم يكن خيلاء فلا بأس به واحتجوا لذلك بما حدثناه عبد الله بن محمد بن أسد …. قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : «من جر ثوبه خيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة» فقال أبو بكر: إن أحد شقى ثوبي ليسترخي إلا أن أتعاهد ذلك منه،فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم: «إنك لست تصنع ذلك خيلاء» قال موسى قلت لسالم أذَكر عبد الله من جر إزاره،قال لم أسمعه إلا ذكر ثوبه،وهذا إنما فيه أن أحد شقى ثوبه يسترخي، لا أنه تعمد ذلك خيلاء، فقال له رسول الله صلى الله عليه و سلم: «لست ممن يرضى ذلك» ولا يتعمده ولا يظن بك ذلك
“Sebagian orang menyangka bahwa menjulurkan pakaian jika tidak karena sombong itu tidak mengapa. Mereka berdalih dengan riwayat dari Abdullah bin Muhammad bin Asad (beliau menyebutkan sanadnya) bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Barangsiapa menjulurkan pakaiannya karena sombong, tidak akan dilihat oleh Allah pada hari kiamat’. Abu Bakar lalu berkata: ‘Salah satu sisi pakaianku akan melorot kecuali aku ikat dengan benar’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Engkau tidak melakukan itu karena sombong’. Musa bertanya kepada Salim, apakah Abdullah bin Umar menyebutkan lafadz ‘barangsiapa menjulurkan kainnya’? Salim menjawab, yang saya dengan hanya ‘barangsiapa menjulurkan pakaiannya‘.
Dalam kasus ini yang melorot hanya satu sisi pakaiannya saja, bukan karena Abu Bakar sengaja memelorotkan pakaiannya. Oleh karena itulah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Engkau bukanlah termasuk orang yang dengan suka rela melakukan hal tersebut, bersengaja melakukan hal tersebut dan tidak mungkin ada orang yang punya praduga bahwa engkau wahai Abu Bakar melakukan hal tersebut dengan sengaja“.
Abul Walid Sulaiman Al Baaji dalam Al Muntaqa Syarh Al Muwatha (9/314-315) :
وقوله صلى الله عليه وسلم الذي يجر ثوبه خيلاء يقتضي تعلق هذا الحكم بمن جره خيلاء، أما من جره لطول ثوب لا يجد غيره، أو عذر من الأعذار فإنه لا يتناوله الوعيد… قوله صلى الله عليه وسلم: «إزارة المؤمن إلى أنصاف ساقيه»، يحتمل أن يريد به والله أعلم أن هذه صفة لباسه الإزار؛ لأنه يلبس لبس المتواضع المقتصد المقتصر على بعض المباح، ويحتمل أن يريد به أن هذا القدر المشروع له ويبين هذا التأويل قوله صلى الله عليه وسلم :لا جناح عليه فيما بينه وبين الكعبين يريد والله أعلم أن هذا لو لم يقتصر على المستحب مباح لا إثم عليه فيه ، وإن كان قد ترك الأفضل
“Sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ‘barangsiapa menjulurkan pakaiannya karena sombong‘ ini menunjukkan hukumnya terkait bagi orang yang melakukannya karena sombong. Adapun orang yang pakaiannya panjang dan ia tidak punya yang lain (hanya punya satu), atau orang yang punya udzur lain, maka tidak termasuk ancaman hadits ini. Dan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam: ‘Kainnya orang mu’min itu sepertengahan betis’, dimungkinkan –wallahu’alam– inilah deskripsi pakaian beliau. Karena beliau lebih menyukai memakai pakaian ketawadhu’an, yaitu yang seadanya, dibanding pakaian lain yang mubah. Dimungkinkan juga, perkataan beliau ini menunjukkan kadar yang masyru’ [baca: yang dianjurkan]. Tafsiran ini diperjelas oleh sabda beliau yang lain: ‘Tidak mengapa bagi mereka untuk mengenakan antara paha dan pertengahan betis’. Beliau ingin mengatakan -wallahu’alam- bahwa kalau tidak mencukupkan diri pada yang mustahab [setengah betis], maka boleh dan tidak berdosa. Namun telah meninggalkan yang utama”.
[su_note note_color=”#d7eff5″]
Catatan:
Perhatikan, Al Baji berpendapat bahwa larangan isbal tidak sampai haram jika tidak sombong. Namun beliau mengatakan bahwa yang ditoleransi untuk memakai pakaian lebih dari mata kaki adalah yang hanya memiliki 1 pakaian saja dan yang memiliki udzur!![/su_note]
[su_spacer]
Mazhab Hambali
Abu Naja Al Maqdisi:
ويكره أن يكون ثوب الرجل إلى فوق نصف ساقه وتحت كعبه بلا حاجة لا يكره ما بين ذلك
“Makruh hukumnya pakaian seorang lelaki panjangnya di atas pertengahan betis atau melebihi mata kaki tanpa adanya kebutuhan. Jika di antara itu [pertengahan betis sampai sebelum mata kaki] maka tidak makruh” (Al Iqna, 1/91)
Ibnu Qudamah Al Maqdisi :
ويكره إسبال القميص والإزار والسراويل ؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم أمر بَرفْع الإزار . فإن فعل ذلك على وجه الخيلاء حَرُم
“Makruh hukumnya isbal pada gamis, sarung atau sarowil (celana). Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan untuk meninggalkan ketika memakai izar (sarung). Jika melakukan hal itu karena sombong, maka haram” (Al Mughni, 1/418)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
وإن كان الإسبال والجر منهياً عنه بالاتفاق والأحاديث فيه أكثر، وهو محرم على الصحيح، لكن ليس هو السدل
“Walaupun memang isbal dan menjulurkan pakaian itu itu terlarang berdasarkan kesepakatan ulama serta hadits yang banyak, dan ia hukumnya haram menurut pendapat yang tepat, namun isbal itu berbeda dengan sadl” (Iqtidha Shiratil Mustaqim, 1/130)
Madzhab Hanafi
As Saharunfuri :
قال العلماء : المستحب في الإزار والثوب إلى نصف الساقين ، والجائز بلا كراهة ما تحته إلى الكعبين ، فما نـزل عن الكعبين فهو ممنوع . فإن كان للخيلاء فهو ممنوع منع تحريم وإلا فمنع تنـزيه
“Para ulama berkata, dianjurkan memakai sarung dan pakaian panjangnya sampai setengah betis. Hukumnya boleh (tanpa makruh) jika melebihi setengah betis hingga mata kaki. Sedangkan jika melebihi mata kaki maka terlarang. Jika melakukannya karena sombong maka haram, jika tidak maka makruh” (Bazlul Majhud, 16/411)
Dalam kitab Fatawa Hindiyyah (5/333) :
تَقْصِيرُ الثِّيَابِ سُنَّةٌ وَإِسْبَالُ الْإِزَارِ وَالْقَمِيصِ بِدْعَةٌ يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ الْإِزَارُ فَوْقَ الْكَعْبَيْنِ إلَى نِصْفِ السَّاقِ وَهَذَا فِي حَقِّ الرِّجَالِ، وَأَمَّا النِّسَاءُ فَيُرْخِينَ إزَارَهُنَّ أَسْفَلَ مِنْ إزَارِ الرِّجَالِ لِيَسْتُرَ ظَهْرَ قَدَمِهِنَّ. إسْبَالُ الرَّجُلِ إزَارَهُ أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ إنْ لَمْ يَكُنْ لِلْخُيَلَاءِ فَفِيهِ كَرَاهَةُ تَنْزِيهٍ
“Memendekkan pakaian (sampai setengah betis) hukumnya sunnah. Dan isbal pada sarung dan gamis itu bid’ah. Sebaiknya sarung itu di atas mata kaki sampai setengah betis. Ini untuk laki-laki. Sedangkan wanita hendaknya menurunkan kainnya melebihi kain lelaki untuk menutup punggung kakinya. Isbalnya seorang lelaki melebihi mata kaki jika tidak karena sombong maka hukumnya makruh”
Madzhab Syafi’i
An Nawawi:
فما نـزل عن الكعبين فهو ممنوع ، ، فإن كان للخيلاء فهو ممنوع منع تحريم وإلا فمنع تنـزيه
“Kain yang melebihi mata kaki itu terlarang. Jika melakukannya karena sombong maka haram, jika tidak maka makruh” (Al Minhaj, 14/88)
Ibnu Hajar Al Asqalani :
وحاصله: أن الإسبال يستلزم جرَّ الثوب، وجرُّ الثوب يستلزم الخيلاء، ولو لم يقصد اللابس الخيلاء، ويؤيده: ما أخرجه أحمد بن منيع من وجه آخر عن ابن عمر في أثناء حديث رفعه: ( وإياك وجر الإزار؛ فإن جر الإزار من المخِيلة
“Kesimpulannya, isbal itu pasti menjulurkan pakaian. Sedangkan menjulurkan pakaian itu merupakan kesombongan, walaupun si pemakai tidak bermaksud sombong. Dikuatkan lagi dengan riwayat dari Ahmad bin Mani’ dengan sanad lain dari Ibnu Umar. Di dalam hadits tersebut dikatakan ‘Jauhilah perbuatan menjulurkan pakaian, karena menjulurkan pakaian itu adalah kesombongan‘” (Fathul Baari, 10/264)
Dengan demikian tidak benar bahwa larangan isbal itu adalah ajaran aneh dan nyeleneh. Lebih lagi jika sampai mencela orang yang menjauhi larangan isbal dengan sebutan ‘kebanjiran‘, ‘kurang bahan‘, dll. Allahul musta’an.
Baca Juga: Apakah Sah Shalat dalam Keadaan Isbal?
Syubhat 2: Masak gara-gara celana saja masuk neraka?
Pernyataan ini tidak keluar kecuali dari orang-orang yang enggan taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Sungguh Allah Maha Berkehendak menentukan perbuatan apa yang menyebabkan masuk neraka, melalui firman-Nya atau pun melalui sabda Nabi-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
“Allah tidak ditanya oleh hamba, namun merekalah yang akan ditanyai oleh Allah” (QS. Al Anbiya: 23)
Perbuatan yang dianggap sepele oleh manusia ternyata dapat menyebabkan masuk neraka bisa jadi merupakan ujian dari Allah untuk mengetahui mana hamba-Nya yang benar beriman. Karena orang yang beriman kepada Allah-lah yang senantiasa taat dan tunduk kepada hukum agama, Allah berfirman:
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Hanya ucapan orang-orang beriman, yaitu ketika mereka diajak menaati Allah dan Rasul-Nya agar Rasul-Nya tersebut memutuskan hukum diantara kalian, maka mereka berkata: Sami’na Wa Atha’na (Kami telah mendengar hukum tersebut dan kami akan taati). Merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. An Nuur: 51)
Bukan hanya masalah isbal, Islam mengatur hukum-hukum kehidupan sampai perkara terkecil. Ketika Salman Al Farisi ditanya:
قد علمكم نبيكم صلى الله عليه وسلم كل شيء . حتى الخراءة . قال ، فقال : أجل . لقد نهانا أن نستقبل القبلة لغائط أو بول . أو أن نستنجي باليمين . أو أن نستنجي بأقل من ثلاثة أحجار . أو أن نستنجي برجيع أو بعظم
“Nabi kalian telah mengajari kalian segala hal hingga masalah buang air besar? (Beliau menjawab: ) Benar. Beliau melarang kami menghadap kiblat ketika kencing atau buang hajat, bersuci dengan tangan kanan, bersuci dengan kurang dari tiga buah batu, dan bersuci dengan kotoran atau tulang” (HR. Muslim, 262)
Orang-orang yang meremehkan larangan isbal, bagaimana lagi sikap mereka terhadap aturan-aturan Islam dalam buang hajat, dalam makan, dalam tidur, dalam memakai sandal, dan perkara lain yang nampaknya sepele?
Syubhat 3: Larangan isbal hanya berlaku pada kain sarung
Sebagian orang beranggapan larangan isbal hanya berlaku pada kain sarung saja, karena di dalam hadits hanya disebutkan من جر إزاره ‘barangsiapa yang menjulurkan izaar (kain sarung) nya‘. Atau ada juga yang beranggapan bahwa larangan isbal hanya berlaku pada kain sarung, gamis dan imamah sebagaimana hadits:
الإسبال في الإزار والقميص والعمامة من جر منها شيئا خيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة
“Isbal itu pada kain sarung, gamis dan imamah. Barangsiapa menjulurkannya sedikit saja karena sombong, tidak akan dipandang oleh Allah di hari kiamat”
Sehingga mereka beranggapan bahwa isbal untuk pakaian lain, misalnya celana pantalon, itu bukan yang dimaksud oleh hadits-hadits larangan isbal.
Anggapan ini salah. Larangan isbal juga berlaku pada model pakaian zaman sekarang seperti celana panjang pantalon. Syaikh Ali Hasan Al Halabi membantah anggapan ini, beliau berkata, “Sebagian orang mengira bahwa hadits ini menunjukkan bahwa larangan isbal hanya pada tiga jenis pakaian: kain sarung (izaar), gamis dan imamah. Dan isbal pada celana pantalon tidak termasuk dalam larangan. Ini adalah klaim yang tertolak oleh hadist itu sendiri. Karena justru makna hadits ini adalah meniadakan anggapan bahwa larangan isbal itu hanya pada kain (izaar). Bahkan larangannya berlaku pada semua jenis pakaian, baik yang ada di zaman Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam (seperti gamis, imamah dan sirwal), atau pakaian pada masa yang lain, seperti celana pantalon di zaman kita”. Beliau lalu memaparkan alasannya, secara ringkas sebagai berikut:
Alasan 1
Dalam Lisaanul Arab dijelaskan makna izaar:
الإزار : كل من واراكَ وسَتَرَكَ . وتعني أيضا : الملحفة
“Izaar adalah apa saja yang menutupimu, termasuk juga selimut”
Alasan 2
Dalam sebagian hadits digunakan lafadz tsaub (الثوب), sedangkan dalam Lisaanul Arab makna tsaub:
الثوب : من ثَوَبَ ويعني: اللباس .
“Tsaub, dari tsawaba, artinya pakaian”
Sehingga tsaub ini mencakup seluruh jenis pakaian
Alasan 3
Penjelasan para ulama:
Ibnu Hajar Al Asqalani menjelaskan:
وَقَالَ الطَّبَرِيُّ : إِنَّمَا وَرَدَ الْخَبَر بِلَفْظِ الْإِزَار لِأَنَّ أَكْثَر النَّاس فِي عَهْده كَانُوا يَلْبَسُونَ الْإِزَار وَالْأَرْدِيَة ، فَلَمَّا لَبِسَ النَّاس الْقَمِيص وَالدَّرَارِيع كَانَ حُكْمهَا حُكْم الْإِزَار فِي النَّهْي . قَالَ اِبْن بَطَّال : هَذَا قِيَاس صَحِيح لَوْ لَمْ يَأْتِ النَّصّ بِالثَّوْبِ ، فَإِنَّهُ يَشْمَل جَمِيع ذَلِكَ ، وَفِي تَصْوِير جَرّ الْعِمَامَة نَظَر ، إِلَّا أَنْ يَكُون الْمُرَاد مَا جَرَتْ بِهِ عَادَة الْعَرَب مِنْ إِرْخَاء الْعَذْبَات ، فَمَهْمَا زَادَ عَلَى الْعَادَة فِي ذَلِكَ كَانَ مِنْ الْإِسْبَال
“At Thabari berkata, lafadz-lafadz hadits menggunakan kata izaar karena kebanyakan manusia di masa itu mereka memakai izaar [seperti pakaian bawahan untuk kain ihram] dan rida’ [seperti pakaian atasan untuk kain ihram]. Ketika orang-orang mulai memakai gamis dan jubah, maka hukumnya sama seperti larangan pada sarung. Ibnu Bathal berkata, ini adalah qiyas atau analog yang tepat, andai tidak ada nash yang menggunakan kata tsaub. Karena tsaub itu sudah mencakup semua jenis pakaian [sehingga kita tidak perlu berdalil dengan qiyas, ed]. Sedangkan adanya isbal pada imamah adalah suatu hal yang tidak bisa kita bayangkan kecuali dengan mengingat kebiasaan orang Arab yang menjulurkan ujung sorbannya. Sehingga pengertian isbal dalam hal ini adalah ujung sorban yang kelewat panjang melebihi umumnya panjang ujung sorban yang dibiasa dipakai di masyarakat setempat” (Fathul Baari, 16/331)
Penulis Syarh Sunan Abi Daud (9/126) berkata:
فِي هَذَا الْحَدِيث دَلَالَة عَلَى عَدَم اِخْتِصَاص الْإِسْبَال بِالْإِزَارِ بَلْ يَكُون فِي الْقَمِيص وَالْعِمَامَة كَمَا فِي الْحَدِيث .قَالَ اِبْن رَسْلَان : وَالطَّيْلَسَان وَالرِّدَاء وَالشَّمْلَة
“Hadits ini merupakan dalil bahwa isbal tidak khusus pada kain sarung saja, bahkan juga pada gamis dan imamah sebagaimana dalam hadits. Ibnu Ruslan berkata, juga pada thailasan [kain sorban yang disampirkan di pundak], rida’ dan syamlah [kain yang dipakai untuk menutupi bagian atas badan dan dipakai dengan cara berkemul]”
Al’Aini dalam ‘Umdatul Qari (31/429) menuturkan:
قوله من جر ثوبه يدخل فيه الإزار والرداء والقميص والسراويل والجبة والقباء وغير ذلك مما يسمى ثوبا بل ورد في الحديث دخول العمامة في ذلك …
“Perkataan Nabi ‘barangsiapa menjulurkan pakaiannya‘ ini mencakup kain sarung, rida’, gamis, sirwal, jubah, qubba’, dan jenis pakaian lain yang masih disebut sebagai pakaian. Bahkan terdapat riwayat yang memasukan imamah dalam hal ini” (Sumber: http://almenhaj.net/makal.php?linkid=7415)
Baca Juga: Celana Membawa Sengsara
Syubhat 4: Isbal khan cuma makruh! Jadi tidak mengapa setiap hari saya isbal
Terlepas dari perselisihan para ulama tentang hukum isbal antara haram dan makruh, perkataan ini sejatinya menggambarkan betapa dangkalnya sifat wara’ yang dimiliki. Karena seorang mu’min yang sejati adalah yang takut dan khawatir dirinya terjerumus dalam dosa sehingga ia meninggalkan hal-hal yang jelas haramnya, yang masih ragu halal-haramnya, atau yang mendekati tingkatan haram, inilah sikap wara’. Bukan sebaliknya, malah membiasakan diri dan terus-menerus melakukan hal yang mendekati keharaman atau yang makruh. Bukankah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
الحَلاَلُ بَيِّنٌ، وَالحَرَامُ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى المُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ: كَرَاعٍ يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى، يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ
“Yang halal itu jelas, yang haram itu jelas. Diantaranya ada yang syubhat, yang tidak diketahui hukumnya oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa menjauhi yang syubhat, ia telah menjaga kehormatan dan agamanya. Barangsiapa mendekati yang syubhat, sebagaimana pengembala di perbatasan. Hampir-hampir saja ia melewatinya” (HR. Bukhari 52, Muslim 1599)
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي من ابْن آدم مجرى الدم
“Sesungguhnya setan ikut mengalir dalam darah manusia” (HR. Bukhari 7171, Muslim 2174)
Al Khathabi menjelaskan hadits ini:
وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ مِنَ الْعِلْمِ اسْتِحْبَابُ أَنْ يَحْذَرَ الإِنْسَانُ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ مِنَ الْمَكْرُوهِ مِمَّا تَجْرِي بِهِ الظُّنُونُ وَيَخْطُرُ بِالْقُلُوبِ وَأَنْ يَطْلُبَ السَّلامَةَ مِنَ النَّاسِ بِإِظْهَارِ الْبَرَاءَةِ مِنَ الرِّيَبِ
“Dalam hadits ini ada ilmu tentang dianjurkannya setiap manusia untuk menjauhi setiap hal yang makruh dan berbagai hal yang menyebabkan orang lain punya sangkaan dan praduga yang tidak tidak. Dan anjuran untuk mencari tindakan yang selamat dari prasangka yang tidak tidak dari orang lain dengan menampakkan perbuatan yang bebas dari hal hal yang mencurigakan” (Talbis Iblis, 1/33)
Lebih lagi, jika para da’i, aktifis dakwah, dan pengajar ilmu agama gemar membiasakan diri melakukan hal yang makruh. Padahal mereka panutan masyarakat dan orang yang dianggap baik agamanya. Sejatinya, semakin bagus keislaman seseorang, dia akan semakin wara’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
فَضْلُ الْعِلْمِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ فَضْلِ الْعِبَادَةِ، وَخَيْرُ دِينِكُمُ الْوَرَعُ
“Keutamaan dalam ilmu lebih disukai daripada keutamaan dalam ibadah. Dan keislaman kalian yang paling baik adalah sifat wara’” (HR. Al Hakim 314, Al Bazzar 2969, Ath Thabrani dalam Al Ausath 3960. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib 1740)
Umar bin Khattab Radhiallahu’anhu berkata:
«إِنَّ الدِّينَ لَيْسَ بِالطَّنْطَنَةِ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ وَلَكِنَّ الدِّينَ الْوَرَعُ»
“Agama Islam itu bukanlah sekedar dengungan di akhir malam, namun Islam itu adalah bersikap wara’” (HR Ahmad dalam Az Zuhd, 664)
Para penuntut ilmu agama, ustadz, kyai, atau ulama yang paham agama secara mendalam, semestinya lebih wara’ bukan malah asyik-masyuk mengamalkan yang makruh-makruh. Al Hasan Al Bashri berkata:
«أَفْضَلُ الْعِلْمِ الْوَرَعُ وَالتَّوَكُّلُ»
“Ilmu yang paling utama adalah wara’ dan tawakal” (HR. Ahmad dalam Az Zuhd, 1500)
Yahya bin Abi Katsir berkata:
«الْعَالِمُ مَنْ خَشِيَ اللَّهَ , وَخَشْيَةُ اللَّهِ الْوَرَعُ»
“Orang alim adalah orang yang takut kepada Allah. Takut kepada Allah itulah wara’” (Akhlaqul ‘Ulama, 1/70)
Berangkat dari sikap wara’ inilah maka para fuqaha yang berpendapat isbal itu makruh hendaknya tidak isbal kecuali ada kebutuhan, semisal karena hanya memiliki 1 pakaian, karena sakit atau karena ada udzur lain.
Demikian sedikit yang bisa kami paparkan. Semoga bermanfaat.
Baca Juga: Adab Berpakaian Lelaki Muslim
—
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslim.or.id
Apakah termasuk isbal memakai sepatu boot tinggi semisal yang dipakai oleh tentara ataupun boot karet seperti yang dipakai oleh petani di sawah?
#Cahyo
Tidak, karena sepatu boot bukan pakaian.
Assalamu’alaikum ustad,,
Kalau misalnya kita isbal, karena belum berani untuk tidak isbal,, dan daripada kita memakai celana yang tidak menutup aurat,, kira kira bagaimana menurut ustad ?
Jazakallah khair ustad.
Bismillaah, Alangkah Baiknya engkau mengamalkan ilmu yang sudah didapat, yaitu dengan menggunakan pakaian yang tidak isbal.
Janganlah rasa takut engkau kepada manusia mengalangi engkau untuk melaksanakan perintah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa Salam.
Justru engkau hanya takut kepada ALLAH.
wah istilah arab terlalu banyak, misal jenis pakaian, saya orang awam ga paham seperti apa bentuk2 pakaian tersebut.
#lilmos
Istilah-istilah itu yang tertera pada hadits, maka kami tuliskan apa adanya. Bahasan di atas berlaku untuk semua jenis pakaian.
@ Cahyo
Perlu dipahami bahwa yang dimaksud dg isbal adalah dalam hal pakaian. Memakai sepatu atau kaos kaki, walau sampai di betis, maka tdk terlarang. Wallahu a’lam.
dalam kamus lisanul arab, dikatakan kalo tidak mencapai tanah namanya ISFAL, sedang ISBAL itu kalau sudah mencapai tanah. gimana menjawabnya?
#Amy Sidra
Hadits mengatakan yang terlarang adalah yang melebihi mata kaki. Lagipula istilah isfal dan isbal juga terdapat dalam hadits-hadits larangan akan hal ini, silakan baca kembali.
sy berpendapat jaman dulu memakai pakaian sampai menutupi mata kaki adalah bentuk kesombongan biar di anggap orang kaya dan ber lebih lebih,jaman sdh berubah kenapa pakai mobil mewah kok gak di hukumi isbal, padahal jelas jelas kesombongan, sdangkan pakaian skarang sangat murah, yg bekas pun banyak…
#surya
Sombong itu memang haram dalam hal apapun. Namun soal isbal, walau tidak sombong juga dilarang.
jadilah muslim yang kaffah dalam menerima al Quran dan as Sunnah…ketika disebutkan ayat atau hadits tentang perintah shalat, puasa, zakat, haji, orang2 menerimanya tanpa menolak sedikit pun…
tapi ketika diperintah untuk meninggalkan isbal, berhijab secara syar’i, memelihara jenggot, dll, maka seketika berubah menolaknya…janganlah seperti kaum Yahudi yang menerima sebagian ayat2 Allah dan menolak sebagian ayat2 Allah…
selalu mendapat pencerahan setiap kali berkunjung kesini, izin share.
ikut komen sedikit :
Ketika seseorng berkata : Saya isbal td bermkasud sombong”
padahal kata2 tersebut adalah kata2 sombong, bukankah sombong itu adalah :
Batrul haq wastihkorrunnas : Menolak kebenaran dan menghinakan manusia.
Larang Isbal terdapat dalam Hadits, dan itu adalah kebenaran.
?????? :?:
yang membedakan laki2 dan perempuan adalah perempuan menutupi sarungnya sampai kaki tidak kelihatan,sedangkan laki2 harus diatas mata kaki dan ini memang benar supaya tidak menyerupai perempuan wallahu alam
assalamu’alayku wr wb.
Afwan jiddan ana boleh mengcopy beberapa artikel.
Jazakumullah khairan
Syukron atas ilmunya ustadz….
Izin share ya…. :)
Yg dibahs isbal disini untuk laki2 saja dn sudah sangat jelas, Kalo perempuan memakai celana kain/ celana jins dan panjangnya semata kaki baimana?
#nurul fitriyah
Jika di depan non-mahram tidak boleh karena punggung kaki adalah aurat.
Ustadz,ada sebagian golongan yang berpendapat bahwa dalam bab isbal hadits-haditsnya ada yang mutlak dan muqoyad,dan dalam hal ini menurut mereka perbedaannya dalam hal mengistismbath saja,artinya ini masuknya masalah khilafiyah karena dalam hadits yang mutlak dan muqoyad masalah dan sanksi atau hukumnya sama dan menurut mereka adanya hukum itu karena adanya ilath,dan dalam bab isbal ilathnya adalah sombong,mohon penjelasannya?
#abu saffa
Iya memang benar, masalah perbedaan dalam istimbath dengan kaidah mutlak-muqoyad itu salah satu penyebab perbedaan pendapat dalam masalah ini.
Lalu bagaimana kita menyikapinya sebagai penuntut ilmu Ustadz? sementara masing-masing pendapat dalilnya sama-sama kuat,dan pendapat salafus shalih dalam hal ini pun sama, ulama yang mengharamkan berpendapat bahwa jika terjadi perbedaan pendapat ulama maka kembalikan pada Qur’an dan sunah,dan ulama yang berpendapat isbal itu haram jika disertai sombong mengatakan bahwa sombong itu adanya di hati,bisa jadi yang Pakaiannya “cingkrang” malah sombong dengan “cingkrang”nya itu,bagaimana Ustadz ?apakah saya bisa mengikuti salah satu pendapat itu yang saya yakin? apa harus bagaimana?
#abu saffa
Sudah kami jelaskan secara panjang-lebar di artikel. Pendapat ulama itu antara haram dan makruh. Andai seseorang memilih pendapat makruh hukumnya, muslim yang bertaqwa kepada Allah bukanlah orang yang gemar mengerjakan yang makruh terus-menerus.
Jadi jelas, yang lebih selamat adalah tidak isbal.
Bagaimana kalo sudah tidak isbal tapi tetap sombong?
#imtihan
Sombong itu tetap dosa baik isbal ataupun tidak
ASSALAMU’ALAIKUM
IZIN
MENYALIN FILE ANDA
COPY-PASTE
SUQRON
bismillah….
apa-apa yg tercantum dalam al-quran adalah hukum yang universal dan tidak akan berubah hingga akhir zaman. hukum qishos, hukum berjilbab, hukum shalat, hukum zakat, hukum puasa, hukum haji, hukum kesombongan, meledek, membalas kejahatan dengan kebaikan, rendah hati, banyak berzikir, menyantuni yatim, berkata baik orngtua, riya, menjaga kebersihan, perkawinan, berkata lembut pada isteri dan anak, pandangan yang khianat dll. apa-apa yang tidak disebutkan al-quran hukum hanya sebatas sunnah muakkad. bahkan shalat tahajjud yang sangat dianjurkan dan disebutkan dalam al-quran hukumnya sunnah muakkad. jadi pada masalah-masalah jenggot, kumis, isbal, gambar, hukum mati untuk yang murtad dll adalah tidak universal atau bisa berubah sesuai dengan kondisi zaman dan penyebabnya. kembali kepada isbal dulu memang merupakan kesombongan namun sekarang tidak lagi. logisnya terlalu berlebihan kalau kita katakan orang yang isbal adalah sombong, karena sombong telah berubah wajah dalam bentuk yang berbeda. ada orang yg isbal malah karena ingin menutupi keburukan kakinya yg cacat bukan karena kesombongan. gimana nih ustadz?
#alfakir
Yang mengatakan isbal itu kesombongan adalah Nabi sendiri:
وإياك وإسبال الإزار ؛ فإنه من المخيلة ، وإن الله لا يحب المخيلة
“Jauhilah isbal dalam memakai kain sarung. Karena isbal itu adalah kesombongan. Dan Allah tidak menyukai kesombongan” (HR. Abu Daud 4084, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud)
Hukum Islam, baik haram, sunnah, makruh, wajib, itu ditetapkan oleh Qur’an dan sabda Nabi, yaitu sunnah. Tinggal anda ini mau beriman kepada sabda Nabi atau tidak?
assalamualaikum,
mohon ijin untuk dishare
Akhi yulian…
Ana sendiri merajihkan yang mengharamkan… tapi cobalah perhatikan qaul ulama berikut:
وَقَالَ-يقصد أحمد بن حنبل- فِي رِوَايَةِ حَنْبَلٍ : جَرُّ الْإِزَارِ إذَا لَمْ يُرِدْ الْخُيَلَاءَ فَلَا بَأْسَ بِهِ وَهَذَا ظَاهِرُ كَلَامِ غَيْرِ وَاحِدٍ مِنْ الْأَصْحَابِ رَحِمَهُمُ اللَّهُ وَقَالَ أَحْمَدُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَيْضًا { مَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ فِي النَّارِ } لَا يَجُرُّ شَيْئًا مِنْ ثِيَابِهِ وَظَاهِرُ هَذَا التَّحْرِيمُ ، فَهَذِهِ ثَلَاثُ رِوَايَاتٍ
Ahmad bin Hanbal berkata dalam suatu riwayat Hanbal, “Menyeret sarung, jika tidak karena sombong, maka tidak mengapa.” Dan ini adalah perkataan yang jelas dari banyak dari para Ulama semadzhab. Ahmad berkata, “[Apa yang berada di bawah mata kaki, adalah di Neraka.] Maksudnya adalah tidak menyeret suatu apapun dari pakaiannya. Ini jelas pengharaman. Inilah tiga riwayat.
(Al-Adab As-Syar’iyyah vol.4 hlm 226)
قال أبو حاتم الأمر بترك استحقار المعروف أمر قصد به الإرشاد والزجر عن إسبال الإزار زجر حتم لعلة معلومة وهي الخيلاء فمتى عدمت الخيلاء لم يكن بإسبال الإزار بأس
صحيح ابن حبان (2/ 282)
Abu Hatim berkata,
“Perintah untuk meninggalkan menganggap remeh hal yang ma’ruf adalah perintah yang bermaksud untuk mendidik. Dan larangan untuk tidak mengIsbalkan sarung adalah larangan yang pasti karena sebab yang telah diketahui, yakni kesombongan. Oleh karena itu, jika kesombongan itu tidak ada, maka tidaklah mengapa Isbal sarung.”
(Shahih Ibnu Hibban 2/282)
Ibnu Muflih berkata dalam Al-Adab As-Syar’iyyah;
قَالَ صَاحِبُ الْمُحِيطِ مِنْ الْحَنَفِيَّةِ وَرُوِيَ أَنَّ أَبَا حَنِيفَةَ رَحِمَهُ اللَّهُ ارْتَدَى بِرِدَاءٍ ثَمِينٍ قِيمَتُهُ أَرْبَعُمِائَةِ دِينَارٍ وَكَانَ يَجُرُّهُ عَلَى الْأَرْضِ فَقِيلَ لَهُ أَوَلَسْنَا نُهِينَا عَنْ هَذَا ؟ فَقَالَ إنَّمَا ذَلِكَ لِذَوِي الْخُيَلَاءِ وَلَسْنَا مِنْهُمْ ، وَاخْتَارَ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّينِ رَحِمَهُ اللَّهُ عَدَمَ تَحْرِيمِهِ وَلَمْ يَتَعَرَّضْ لِكَرَاهَةٍ وَلَا عَدَمِهَا
الآداب الشرعية (4/ 226)
Penulis kitab al Muhith dari ulama Hanafiyah menyatakan; telah diriwayatkan bahwasanya Abu Hanifah mengenakan mantel yang mahal seharga 400 dinar. Dan beliau memanjangkannya hingga terseret di atas tanah. Lalu ditanyakan kepadanya, “Bukankah kita dilarang untuk itu?” Ia berkata, “Larangan itu hanyalah untuk yang memiliki kesombongan. Dan kami bukan termasuk dari mereka.” Dan syaikh Taqiyuddin memilih ketiadaan pengharamannya. Beliau tidak berani untuk memakruhkannya maupun tidak memakruhkannya.
(Al-Adab As-Syar’iyyah vol.4 hlm 226)
Berkata Ar-Ruhaibani;
( فَإِنْ أَسْبَلَ ) ثَوْبَهُ ( لِحَاجَةٍ : كَسِتْرِ ) سَاقٍ ( قَبِيحٍ ، وَلَا خُيَلَاءَ وَلَا تَدْلِيسَ ) عَلَى النِّسَاءِ : ( أُبِيحَ )
مطالب أولي النهى (2/ 363)
(dan jika ia menjulurkan) pakaiannya (untuk kebutuhan tertentu: seperti menutupi) betis (yang buruk, tidak dalam rangka sombong atau menyembunyikan sesuatu) dari wanita: maka boleh.
(Matholib Uli An-Nuha, vol.2 hlm 363)
Terakhir… Syaikh Abdurrahman Al-Bassam…
قال الشيخ عبد الرحمن بن عبد الله البسام رحمه الله : ” ( إن القاعدة الأصولية هي حمل المطلق على المقيد وهي قاعدة مطردة في عموم نصوص الشريعة. والشارع الحكيم لم يقيد تحريم الإسبال – بالخيلاء – إلا لحكمة أرادها ولولا هذا لم يقيده. والأصل في اللباس الإباحة ، فلا يحرم منها إلا ما حرمه الله ورسوله صلى الله عليه وسلم . والشارع قصد من تحريم هذه اللبسة الخاصة قصد الخيلاء من الإسبال وإلا لبقيت اللبسة المذكورة على أصل الإباحة. وإذا نظرنا إلى عموم اللباس وهيئاته وأشكاله لم نجد منه شيئاً محرماً إلا وتحريمه له سبب وإلا فما معنى التحريم وما الغرض منه ، لذا فإن مفهوم الأحاديث أن من أسبل ولم يقصد بذلك الكبر والخيلاء ، فإنه غير داخل في الوعيد “.اهـ من ( توضيح الأحكام من بلوغ المرام 6/246 )
Syaikh ‘Abdurrahman bin ‘Abdillah al bassam berkata, “Sesungguhnya Kaidah Ushul Hamlul Muthlaq ‘alal Muqoyyad adalah kaidah umum yang terdapat pada Nash-Nash syara’. Asy-syari’ (Allah) yang Mahabijak tidak membatasi pengharaman Isbal dengan kesombongan kecuali karena hikmah yang dikehendaki. Andaikan tidak ada hikmah yang dikehendaki, tentu Dia tidak akan membatasinya. Hukum asal pakaian adalah Mubah. Tidak ada yang haram darinya kecuali bila Allah dan RasulNya mengharamkannya. As-Syari’ memaksudkan pengharaman cara berpakaian khusus ini adalah pada kesombongan pada Isbal. Jika tidak, maka cara berpakaian yang disebutkan seharusnya tetap dalam kemubahannya. Dan jika kita melihat pada umumnya pakaian serta model dan bentuknya, kita tidak menemukan adanya sesuatu yang diharamkan kecuali pengharamannya karena sebab tertentu. Jika tidak, maka apalah artinya pengharamannya dan apa tujuan pengharamannya. Oleh sebab itu, maka pemahaman terhadap hadits ini adalah barangsiapa yang Isbal dan tidak dalam rangka sombong dan angkuh, maka ia tidak masuk dalam ancaman.”
(Taudhih Al-Ahkam min Bulughi Al-marom)
Maka sangat jelas, bahwa dalam hal ini ada tiga pendapat ulama, baik kita suka maupun tidak suka. kecuali, jika kita sudah menganggap yang sudah disebutkan diatas bukan ulama..
#Abu Abdillah
Pertama, sebatas ada pendapat ulama, tidak menjadikannya pendapat yang mu’tabar dan ditoleransi. Walau ada pendapat ulama namun bertolak-belakang dengan nash, maka tidak dianggap. Betapa banyak para ulama kita tidak menyebut pendapat-pendapat dalam sebuah perkara karena sangat lemahnya. Jadi ada khilafiyah yang ditoleransi, ada yang tidak. Silakan baca :
https://muslim.or.id/manhaj/tidak-semua-pendapat-dalam-khilafiyah-ditoleransi.html
Kedua, tidak setuju suatu pendapat bukan berarti tidak menganggap dan tidak hormat pada ulama yang berpendapat demikian.
Izin copas
kalo saya berpendpat begini, karena ini adalah syubhat yg mana masih dperselisihkan. Dan pendapat ulama2 diatas sudah begitu jelas dengan dalil Quran dan Sunnah, maka kita lebih baik mengambil pendapat yg paling keras hukumny, dengan syarat dimana dalilny tidak hanya satu, dua atau tiga dan tidak boleh hanya dari 1 periwayat jika itu sunnah. Untuk contoh isbal ini misalny, kalau pendapat paling keras hukumnya adalah haram. Jika seandainya di kemudian hari adalah yang benar pendapat yang menyatakan makruh, hal ini tidak menjadikan kita umat muslim berdosa karena sebagaimana kita ketahui klo makruh itu tidak mengapa baik dikerjakan ato tidak. Berbeda jika kalo yang kita ambil pendapat paling lemah hukumny menyatakan makruh, maka sebaliknya jika dikemudian hari yang benar yg mnyatakan haram, maka yg terlanjur mengerjakannya karena menganggap makruh akan berdosa. Jadi kita ambil saja yang paling kecil kemungkinannya untuk menjadikan kita berdosa
Pendapat Anda tidak benar karena seseorang yang mengikuti ulama dalam berijtihad/berfatwa dengan ilmiah, bukan karena fanatik, lalu ternyata fatwa tersebut salah, maka tidak berdosa.
Oh begitu ya pak, kalau demikian selama ulama yang kita ikuti itu berdalil dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah maka pendapat manapun boleh diikuti. Kalau boleh tau, bisa berikan dalilnya saya ingin jg mempelajariny untuk menambah wawasan, makasih
Barakallahu fikum,
Perkataan Anda : “maka pendapat manapun boleh diikuti”, menandakan Anda kurang cermat dalam memahami ucapan saya: “seseorang yang mengikuti ulama dalam berijtihad/berfatwa dengan ilmiah”.
Karena jika sesorang mengikuti ulama dengan ilmiah, maka tentu tidak membolehkan mengambil sembarang pendapat. Pendapat lemah akan dihindari, apalagi pendapat yg bertentangan dg dalil.
ketika tulisan saya dipotong ya tentu pak maknanya akan beda dengan maksud yang sebenarnya
Oh ya, dalilny mana ya pak?
Semoga Allah menganugerahkan tambahan hidayah kepada kita semua dan semoga Allah menjadikan kita sebagai penduduk Surga-Nya…..Kalimat mana yang saya potong,? semua kalimat Anda saya tampilkan dengan lengkap?
Sengaja pertanyaan Anda tentang dalil tidak saya jawab, karena pertanyaan tersebut terbangun atas pemahaman yang tidak benar terhadap ucapan saya .
Aamiin, ya Allah. maaf pak, kalimat “maka pendapat manapun boleh diikuti” ini yang saya maksud dipotong, padahal lebih lngkapnya saya tulis “selama ulama yang kita ikuti itu berdalil dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah maka pendapat manapun boleh diikuti” jika 2 kalimat ini masih sama maknany, berarti memang saya yang kurang paham maksud pak sa’id dengan ulama berfatwa dengan ilmiah. Mohon koreksiny, terima kasih
Saya memberi tanda petik, bukan berarti memotong kalimat Anda,
namun maksud saya memetik adalah bahwa kalimat Anda “selama ulama yang kita ikuti itu berdalil dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah” ini sudah benar.
Adapun yang salah adalah kalimat Anda “maka pendapat manapun boleh diikuti”.
Alasannya:
Tidak setiap yang membawakan dalil dari Al-Qur`an dan As-Sunnah pasti benar pendapatnya. Mengapa?
Karena :
Bisa jadi dalilnya benar (misal: haditsnya shahih) , tapi “metodologi berdalilnya tidak shahih (tidak mengikuti kaidah ilmiah Salaf Shaleh=tidak ilmiah) atau kurang ilmiah”, sehingga hasil pendapatnya salah atau lemah. Maka pendapat seperti ini tidak diikuti.
Berarti ini hanya saya yang salah paham saja pak , bisa dicontohkan misalnya fatwa yg bagaimana dan berdalil seperti apa misalnya pak karena yg diuraikan itu terlalu umum. Sehingga bagi saya masih meraba2 maksud sebenarnya, harap maklum karena seorang yang awam, terima kasih
Mas Abdur Rahman, barakallahu fikum….pembahasan tentang hal itu butuh pelajaran tersendiri, dan bisa anda dapatkan dalam pembahasan ilmu ushul Fikih, disana terdapat penjelasan yg banyak tentang masalah ini. Sedikit saja contohnya, silahkan baca: http://almanhaj.or.id/content/3194/slash/0/sikap-ahlus-sunnah-terhadap-kesalahan-ulama/
Semoga bermanfa’at.
Trima kasih untuk linknya pak, tapi setelah baca saya kurang tercerahkan dengan itu karena masih sama umumnya dengan apa yang pak sa’id sampaikan di atas. Namun begitu, saya sedikit punya gambaran dengan apa yang pak sa’id smpaikan bahwa untuk fatwa ulama yang salah itu tidak berdosa jika itu ilmiah.
kalau begitu pak sa’id, apa boleh saya katakan untuk mereka yg awam / sama sekali tidak tahu terutama tentang bagaimana menentukan bahwa fatwa seorang ulama itu ilmiah melalui kajian ilmu ushul fikih, tidak bisa menentukan mana fatwa ulama yg harus diikuti atau tidak. karena mereka tiada berilmu dalam hal ini. Bagaiman penjelasannya?
Orang awam pun yg tidak memiliki kemampuan untuk memilih pendapat yg terkuat atau yg benar secara ilmiah, dia hanya mampu mengikuti ulama yg paling dipercayainya dari sisi ketakwaan dan ilmunya, maka jika ternyata fatwa ulama yg diikutinya salah, baik ulama maupun orang awam yg mengikutinya , mereka semua tidak berdosa. Asalkan jika sdh tahu kesalahan fatwa tersebut, mereka kembali kepada kebenaran.
assalamualaikum pak ustad , dalam artikel yang di atas pak ustad sudah jelaskan isbal itu berlaku untuk semua pakaian..
saya mau tanya pak ustad , untuk saya yang anak sekolah yang memakai celana panjang.. (SMA) jika terlihat oleh guru” celana kita “ngatung” malah di marahin pak ustad, padahal niat kita untuk tidak isbal .. :/
apa yang harus saya lakukan , saya sendiri tidak mau di murkai oleh allah swt :(
saya harus bagaimana pak ustad
#Reza Wahyu Ramadhan
wa’alaikumussalam, itu dugaan anda saja. Karena faktanya saya lihat anak-anak SMA banyak yang ngatung celananya atau sebatas mata kaki.
kesimpulanya bagaimana ini ustadz, memakai pakaian (sarung/celana) cukup di atas mata kaki atau sampai setengah lutut
#faishol
Setengah betis itu sunnah, dari mata kaki sampai lutut itu kadar yang dibolehkan.
Izin share akhii… Terima kasih.
#semua
memang jika ada hadis yang konteksnya beragam bisa di lihat dari mutlaq muqoyyad. tapi dalam masalah ini coba kita lihat dalam hadist2 di atas, bahwa hukuman orang yang isbal dengan kesombongan dan tidak dengan kesombongan itu berbeda. kemudian ketika Abu bakar mengatakan kepada rasulullah bahwa sarungnya terkadang melorot melebihi mata kaki, maka kata rasulullah yang demikian tidak termasuk dari orang yang sombong.
dalam hal isbal ini , saya mau tanya , bagaimana kalo celana/kain dipakai sampai menutupi mata kaki , tetapi tidak melebihi mata kaki ????
#adinda yoga
Pas dengan mata kaki hukumnya boleh
isbal ini dalam hal solat saja atau sehari2, tk
@ Nizar:
Berlaku setiap waktu karena larangannya umum, bukan hanya untuk shalat saja. Barakallahu fiikum.
maaf pak ustad,sya memang blm faham mana yg btul msalah isbal ini,
tp bkannya lbh baik ndak terlalu mempermasalhkan ini,
klu dlm msalah clana cingkrang,masarakat kita msih terlalu phobia,
jd ndak usah terlalu mempermasalahkan ini,
mungkin lebih baik kita lebih fokus utk dakwah msalah tauhid ataupun akidah,ataupun yg lainnya yg mana lbh penting,klu masyarakat kita udah faham barudeh kita bahas masalah ini..toh dlm msalah inikan hnya berbatas pendapat2,,
krn klu slama pendapat ndak ada kata pendapat itu plng benar,yg benar itu allah dan rosulnya,,
#muhamad musjabah
Islam itu agama sempurna yang memberi petunjuk dari masalah aqidah sampai masalah buang air besar. Petunjuk dari agama itu semuanya tidak boleh diremehkan. Umar bin Khattab sahabat mulia dijamin surga dan seorang pemimpin besar, ketika sekarat saja sempat-sempatnya menasehati orang yang isbal. Lancang sekali kita hamba-hamba yang dhaif ini jika meremehkan masalah isbal dan juga masalah-masalah agama yang lain.
Adapun memang kalau kita berbicara dengan orang-orang di masyarakat, tentu disesuaikan dengan daya tangkap dan kebutuhan orang yang diajak bicara.
Maaf ya akhii. Yang benar pendapat itu ada yang benar dan ada yang salah, hal ini berdasar dari perkataan ibnu qasim,”Saya pernah mendengar Malik dan Laits berkata tentang terjadinya perselisihan dan perbedaan pendapaat di kalangan shahabat Rasulullah SAW, ujarnya,’Tidak seperti yang dikatakan oleh orang -orang itu.Perbedaan pendapat tidaklah memberikan kelonggaran untuk mengikuti semuanya, tetapi pendapat yang berbeda itu ada yang salah dan ada yang benar.'”(Ibnu abdil bar, jami’ Bayani Al-‘ilmi (ll/81-82) Dan Asyhab berkata,”Imam Malik pernah ditanya orang berkaitan dengn seseorang yang mengambil Hadist dari orang yang kepercayaan dari shahabat Rasulullah SAW,’Apakah menurut pendapat anda hal semacam ini sebagai suatu kelonggaran untuk mengambil semuanya’ jawabnya (Imam malik),’Tidak. Demi Allah, yang diambil adalah yang benar dan yang benar itu hanya satu. Dua pendapat yang berbeda tidaklah dapat dikatakan dua-duanya benar, yang benar itu hanyalah satu.'”. Ketahuilah saudaraku, amalan yang dilakukan oleh para murid imam madzhab adalah meninggalkan pendapat mereka jika itu bertentangan dengan dengan nash (qur’an dan sunnah). Imam abu hanifah dan imam syafi’i mengatakn bahwa jika ada hadist shahih itulah Madzhab mereka. Imam malik menyuruh orang untuk meneliyi pendapatnya, jika sesuai dengan nash maka ambillah, jika tidak sesuai tinggalkanlah. Imam ahmad menyatakan bahwa pendapat Auza’i,Malik,Abu Hanifah adalah ra’yu dan dia berkata bahwa ra’yu itu sam saja, yang menjadi hujjah adalah yang ada pada Atsar (Hadis). Inti para imam madzhab menyerukan untuk mengikuti sunnah dan meninggalkan pendapat mereka bila menyelisihi sunah. Dalam masalah menerima dan menolak pendapat imam madzhab bisa merujuk pada pendahuluan edisi pertama dari kitab shifatush shalat karya syaikh Al-Albani.
Terima kasih sharingnya,,, mudah2an bermanfaat…
beda pendapat insya Allah jadi rahmat
Maaf ukhti spertinya perkataan anda mengisyaratkan sebuah hadist “Perbedaan pendapat pada umatku adalah rahmat.”. Ketahuilah bahwa hadist itu tak sah, bahkan bathil tak bersumber. Imam Subuki berkata,”Saya tidak melihar hadist tersebut mempunyai sanad yang shahih,atau dha’if,atau palsu.” Hadist tersebut telah dibahas dalam kitan as-silsilah al-ahaadits adh-dho’ifah
Assalamua’alaikum Ustadz,
Bagaimana dengan celana panjang yang di lipat sampai di atas mata kaki, apakah masih dikatakan isbal atau tidak?
#Rusli
Wa’alaikumussalam, tidak isbal tapi itu tidak indah.
Assalamu’alaikum tadz.. afwan sebelumnya..
ana pengen tau ustadz, dalil yang memubahkan memakai celana sebatas mata kaki..??
syukron atas jawabannya ustadz.. Jazakumullah khoiron katsir.. ^_^
#Erwin_Alfaqih_Al-jawy
Wa’alaikumussalam, perkara non-ibadah hukum asalnya mubah kecuali ada dalil yang melarang.
Bagaimana hukumnya dgn perempuan ustad? kan harus menutupi. punggung kaki krn merupakan aurat.
Nah utk baju2 trtentu misal:baju pesta/baju pengantin byk yg modelnya panjang hingga mnjuntai di tanah.
Apakah itu boleh?
#nedia
Batasan isbal sampai mata kaki itu pada lelaki, sedangkan untuk wanita wajib menutup punggung kaki. Batasan isbal pada wanita itu jika melebihi 2 jengkal.
assalamualaikum wr wb
ilmu yang sangat bermanfaat,tapi mau nanya dikit karena saya masih awam soal agama islam.boleh tahu sebab musabab timbulnya hadis tersebut.apa yang terjadi saat itu ketika nabi Muhammad mengucapkan hadis tersebut.terimakasih semoga website ini bisa menjadi ladang pahala buat adminnya.
wassalamualaikum wr wb
saya sih setuju dgn pendapat ulama di page ini, tapi yaah saya cuma bisa harap pemerintah indonesia mau memahami dan menelaah hukum2 baik dari Quran atau Hadits, karena apa2 yg ada di pikiran ulama msh banyak yg sulit diterapkan di NKRI ini krn terbentur dgn UU dan birokrasi yg ada.
#uje
Berpakaian tidak isbal tidak melanggar undang-undang apa-apa di negara ini
memang betul pak, tapi bagaimana dengan pakaian jas bapak presiden apa itu termasuk isbal kan saya lihat celananya agak turun juga itu? saya yakin tidak semua org yg pake jas punya maksud menyombongkan diri. pakaian dinas harian TNI dan polri juga agak turun saya lihat celananya itu. itu bagaimana ya? kan mereka juga tidak berniat melanggar aturan Allah.
#uje
Kita doakan saja semoga mereka mendapat hidayah. Isbal itu hanya salah satu dari sekian banyak maksiat yang banyak dilakukan orang, sebagaimana berbohong, menyogok, mencontek, korupsi, wanita tidak pakai jilbab, memakan riba, dll. Jadi jangan karena banyak dilakukan orang lantas isbal dan maksiat-maksiat tersebut jadi halal.
terima kasih banyak atas respon anda yg bagi saya cukup cepat. mohon maaf apabila ada salah kata. lanjutkan perjuangan dakwah anda sampai akhir hayat. Wassallamu’alaikum
dari pada kita ragu-ragu dengan sesuatu yang subhat lebih baik kita cari yang selamta saja dengan tidak isbal.
assalamualaikum, kalau seorang TNI terpaksa memakai pakaian yg ISBAL apa harus keluar dari TNI? kalau akhirnya kaum salaf karena maasalah Isbal harus keluar dari TNI/POLRI bagaimana manfaat mudharotnya? karena ada beberapa teman aparat juga mulai belajar salaf, apa karena isbal dan jenggot harus DISERSI? apa tidak ada sedikit keringanan? mereka juga berdakwah dan berjihad.
mohon masukannya
#ahmadi
Jika celana ngatung dilarang dalam TNI/POLRI, maka solusinya pakailah celana yang sebatas/pas mata kaki karena hukumnya mubah.
Afwan kalau ada larangan untuk berjenggot dikalangan TNI/POLRI apa harus keluar dari jajaran tersebut?.
Beberapa TNI/POLRI yang sudah mengenal salaf.. ada baiknya tanyakan ke beliau²
bukannya sudah jelas ya
kalau disertai kesombongan maka tidak akan dilihat Allah pada hari kiamat kelak, kalau tidak disertai kesombongan akan di leburkan dulu dosanya di neraka sebagaimana hadits yang sudah ma’ruf. Adapun ketika dharurat maka diperbolehkan seperti halnya Abdurrahman bin auf radhiyallahu ‘anhu yang memakai pakaian sutra karena badannya yang gatal-gatal. Dan pendapat Ulama yang memakruhkan isbal tapi tidak disertai rasa suka atau tidak disertai kesombongan tersebut sudah dibantah
adapun yang ingin saya tanyakan, apakah larangan isbal juga ada di panjang pakaian pada lengan yang melebihi mata tangan ?
#akhino yogi
Isbal pada lengan baju adalah jika melebihi kebiasaan setempat
Assalamualaikum, ustadz tolng diperjelas lagi karena isbal ini terlihat sepele, tapi efeknya naudzubillah,… karena faktanya dilapangan semuanya kurang memperhatikan masalah ini terutama definisi hadits :
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيُّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ مِنْ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ
jazakallah khairon kashiron
Bagaimana dengan kaus kaki yang menutupi mata kaki? apakah kaus kaki itu termasuk isbal? Syukron.
#Husni Radiyan
Tidak termasuk isbal.
dalilnya?
Isbal yang terlarang pada izaar atau tsaub, sedangkan kaos kaki tidak termasuk keduanya.
maksudnya kaos kaki tidak termasuk pakaian?
dan mengapa Rasulullah SAW tidak menyebutkan celana secara jelas pada hadits2nya, apa memang di masa itu belum ada celana?
Saya heran beberapa diantara kita justru lebih senang mengatakan ini syubuhat, ini salah dan lain2 hanya berlandaskan pendapat ulama-ulama, bukan dari teks sesungguhnya dari hadits Rasulullah SAW, pada sisi lain justru menyalahkan ulama2 yg berbeda pendapat.
Jelas hadits2 tersebut sudah jelas, perintah tidak isbal hanya untuk sarung, gamis dan lain2 yg sudah disebutkan secara jelas, bukan untuk celana, kaos, sepatu dll.
Wallah a’lam bishawab.
kaos kaki tidak termasuk tsaub ataupun izar, dan tidak bisa diqiyaskan dengan keduanya. adapun celana termasuk tsaub, silakan lihat kembali makna tsaub dalam bahasa arab, jangan berdalil dengan terjemahan. taruhlah celana bukan tsaub, maka tetap masuk dalam qiyas.
ulama menjelaskan dengan dalil lain dan juga qowa’id syar’iyyah, tentu ini lebih mendekati kebenaran daripada opini anda. oleh karena ini al qur’an dan sunnah memerintahkan kita untuk merujuk kepada para ulama.
Maka kenapa khuf tidak diqiyaskan sebagai pakaian (tsaub/libas) padahal jelas jelas Rasulullah SAW sudah terang menjabarkannya sebagai pakaian dalam salahsatu hadits beliau:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ
حَنْبَلٍ، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ،
قَالَ فَإِنَّ نَافِعًا مَوْلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ حَدَّثَنِي
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله
عليه وسلم نَهَى النِّسَاءَ فِي إِحْرَامِهِنَّ عَنِ الْقُفَّازَيْنِ
وَالنِّقَابِ وَمَا مَسَّ الْوَرْسُ وَالزَّعْفَرَانُ مِنَ الثِّيَابِ
وَلْتَلْبَسْ بَعْدَ ذَلِكَ مَا أَحَبَّتْ مِنْ أَلْوَانِ الثِّيَابِ
مُعَصْفَرًا أَوْ خَزًّا أَوْ حُلِيًّا أَوْ سَرَاوِيلَ أَوْ قَمِيصًا أَوْ
خُفًّا . قَالَ أَبُو دَاوُدَ رَوَى هَذَا الْحَدِيثَ عَنِ ابْنِ
إِسْحَاقَ عَنْ نَافِعٍ عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ وَمُحَمَّدُ بْنُ
سَلَمَةَ إِلَى قَوْلِهِ وَمَا مَسَّ الْوَرْسُ وَالزَّعْفَرَانُ مِنَ
الثِّيَابِ . وَلَمْ يَذْكُرَا مَا بَعْدَهُ .
disahehkan oleh Albany
Ya Allah hidarkan saya dari pemahaman yang sempit.
Hadits di atas sama sekali tidak menunjukkan khuf itu termasuk tsaub.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إزرةُ المؤمنِ إلى نصفِ السَّاقِ ولا حرجَ أو قال لا جُناحَ عليه فيما بينه وبين الكعبَيْن وما كان أسفلَ من ذلك فهو في النَّارِ ومن جرَّ إزارَه بطرًا لم ينظُرِ اللهُ إليه يومَ القيامةِ
“kain pakaian seorang mukmin itu panjangnya sampai setengah betis, dan tidak masalah jika panjangnya antara setengah betis dan mata kaki, dan yang melebihkan kainnya hingga dibawah mata kaki, maka ia di neraka, dan yang melebihkan kainnya (hingga dibawah mata kaki) karena sombong maka Allah tidak melihatnya di hari kiamat” (HR. Ibnu Hibban 5447. Al Mundziri berkata: “sanadnya shahih, atau hasan atau mendekati keduanya”).
Hadits ini menunjukkan larangan isbal diterapkan pada kain yang menjulur dari atas ke bawah. Dari atas sampai setengah betis, sunnah. Dari atas sampai antara setegah betis dan mata kaki, boleh. Dari atas hingga melebihi mata kaki, haram. Sedangkan khuf dipakai dari bawah, bagaimana menerapkan hadits ini pada khuf?
Selain itu, secara nalar saja, khuf itu dipakai untuk melindungi kaki, maka aneh jika ada khuf yang batasnya hanya sampai mata kaki sedangkan kakinya terbuka?
Selain itu, khuf sudah ada di zaman Nabi, orang-orang memakainya dan Nabi tidak menyuruh mengangkat khuf di atas mata kaki.
Sekarang begini saja, tolong datangkan penjelasan ulama bahwa isbal itu hanya pada izar saja. Buktikan kalau itu bukan opini anda semata.
Dan qiyas itu berlaku dalam syariat (dengan syarat dan rukunnya). Hanya madzhab zhahiri yang menolak qiyas.
Ketahuilah bahwa yang namya menjulur dibawah matakaki itu jika dari tempat awal memakainya sampai ujung bawah mata kaki. Hal itu mudah dipahami, sebagai contoh ketika anda mengatakan saya menjulurkan kain kebawah mata kaki maka yang anda lakukan adalah memanjangkannya ke bawah mata kaki
Assalamu’alaikum
kalau misalnya seseorang memakai celana di atas mata kaki namun dicelananya terdapat lipatan, apakah itu termasuk memanjangkan isbal atau tidak ustad?
mohon jawabannya
jazakallah khair
#Andri Ramadhan
Sudah tidak lagi isbal, namun kurang sedap dipandang. Islam menganjurkan kita untuk berbusana yang indah, rapi dan sedap dipandang.
Izin Copy-Paste Ustadz…
Insya Alloh Bermanfaat…
izin share makasihh
bismillah.. apakah boleh memanjangkan pakaian hingga pada mata kaki tidak lebih, krn mungkin seperti dalam larangan hadis “orang kainnya dibawah matakaki tempatnya di neraka” jazakallahu khaer..
#l.ariyanto
Pas mata kaki hukumnya boleh
pas mata kaki itu maksudnya mata kaki tertutup kain atau mata kaki masih terlihat (tidak tertutup kain)
Sejajar dengan mata kaki. Itu patokan “pas” berdasarkan urf.
Bismillaah.. Rasulullaah dan para shahabat jauh dari sifat dan sikap sombong, dan mereka jauh dari Isbal, apalagi dengan sengaja. Apabila ada muslim di zaman ini yang mengatakan tidak mengapa isbal apabila tidak disertai dengan sifat sikap sombong, apakah mereka merasa lebih tidak sombong dibandingkan Rasulullaah dan juga para shahabat? Kalau iya, berarti mereka telah melakukan kesombongan.
setuju bang.
Sebagai orang kantoran, yang punya posisi penting, awalnya memakai celana cingkrang memang terasa janggal, dan banyak yang menertawakan, tapi karena ini sunah Rasulullah SAW yang ancamannya juga neraka, maka saya sami na waatona, tapi sekarang sudah terbiasa jadi yang lainnya juga terbiasa. Hanya saja kalau ke Singapore selalu ditahan imigrasi untuk di inteview karena disangka teroris.
bismillah
ada satu lagi syubhat ust, yaitu rawi hadist“Kain yang panjangnya di bawah mata kaki tempatnya adalah neraka” terdapat rawi tassayyu’ kalo tidak salah hasyim ibn qirthos. bagai mana tentang ini?
hadits larangan isbal bukan hanya itu saja, banyak yang lain. selain itu, perawi yang tasyayyu’ tidak mutlak tertolak semua hadits-nya, ada perincian.
Izin Copas untuk share Ustadz
jazakallah khairon.
Wa’alaikumussalam
1. Mungkin maksud anda: tidak boleh isbal. Jawabnya, pada asalnya semua pakaian tidak boleh isbal, kecuali darurat.
2. Sepatu tidak termasuk pakaian. Dan pembahasan isbal bukan mengenai urgensi menutup mata kaki, tapi mengenai panjang pakaian dan kesombongan. Adapun mata kaki tidak masalah jika tertutup dengan hal lain semisal plester, kaus kaki, sepatu, dll.
Assalamu’alaikum, izin copas ustadz, syukron
Wa’alaikumus salam, silahkan, jangan lupa mencantumkan sumber.
Insya Allah saya selalu mencantumkan sumbernya ustadz,
Barakallahu fikum, semoga Allah menambahkan semngat Anda dalam berdakwah.
assalamu’alaikum ustadz, jika kita hanya bertujuan mengenakan celana yang menjulur melewati mata kaki, namun hanya untuk tidur bolehkah atau tidak ustadz? dengan tujuan untuk menghindari dingin atau gigitan nyamuk, atau bahkan celana yang memang melorot ketika kita tidur… terima kasih ustadz
wa’alaikumussalam, sebaiknya jangan isbal walaupun ketika tidur. Gunakan selimut.
baik, terima kasih ustadz
Assalamu’alaikum Ustadzt, berkaitan dengan larangan isbal, apakah perempuan itu juga masuk dalam larangan untuk melakukan isbal? ataukah hanya seorang laki-laki saja yg diharamkan untuk melakukan isbal, mohon penjelasannya?
Wa’alaikumus salam, larangan tersebut hanya berlaku bagi laki-laki.
Assalamu’alaikum
afwan izin copas untuk share
Jazakumullah khairan
Assalamu’alaykum, ustadz saya ingin tanya. Saya ada niat untuk tdk isbal lagi dan berencana memakai pakaian bagian bawah tpt di atas mata kaki. Namun saya masih ragu2, yg paling membuat saya ragu2 mengenai sikap saya stlh tdk isbal lagi. Saya lht tmn2 saya yg tdk isbal lagi akhlaknya bgs, ibadahnya bgs dan rajin. Saya sangat jauh dari mereka, sehingga saya terkadang berpikir nanti bakal minder kalo tdk isbal lagi. Khawatir msh bnyk keburukan yang akan saya lakukan pasca tdk isbal lagi.
Saya mnta saran ustadz mengenai hal ini. Syukron ustadz.
Wa’alaikumus salam, itu tipu daya setan, agar Anda tidak jadi melakukan ketaatan kepada Allah. Justru ketika Anda tidak isbal, maka akan tertarik dan semangat melakukan kebaikan-kebaikan yang lain dg ikhlas, in sya Allah. Krn Ulama telah menjelaskan bahwa ciri khas ketaatan itu menarik ketaatan yg lainnya, shg pelakunya senang dan semangat melakukan kebaikan yg lainnya. Sama seperti kemaksiatan, bahwa ia menarik kemaksiatan yg lainnya. Jika seseorang berani melakukan satu kemaksiatan, sangat memungkinkan akan tertarik melakukan kemaksiatan yg lainnya. Berharap dan berdo’alah kepada Allah agar menyempurnakan keimananan dan kebaikan Anda.
Berhati hat saudaraku, orang khawarij pun sangat rajin beribada sehingga membuat para shahabat iri dengan ibadah mereka, tapi mereka pun mengkafirkan para sahabat.
ini pendapat saya sbg orang awam… Manakah yang lebih SELAMAT untuk diikuti antara PARA SAHABAT TERDAHULU YG SUDAH DIJAMIN SURGA dgn ULAMA BELAKANGAN YG BELUM DIJAMIN SURGA. SAHABAT ketika menerima perintah atau larangan Nabi shallallahu alaihi wasallam bersikap “patuh taat dan mengikuti tanpa banyak tanya”. Tapi KITA dijaman sekarang jika ULAMA berselisih pendapat tentang sesuatu misalnya masalah isbal ini, kita mengambil pendapat yg kita sukai yg sesuai hawa nafsu saja. Kita lebih menyukai pendapat bhw isbal itu makruh atau tdk haram jika tdk sombong sehingga boleh melakukan isbal. Menurut saya yg awam ini, hal ini krn kita suka “mengikuti sesuatu yg banyak diikuti” alias kita “takut dan malu menjadi berbeda dgn orang kebanyakan”. Coba kalau seandainya perilaku Laa isbal atau celana ngatung/cingkrang tsb adalah sesuatu yg biasa atau merupakan hal yg kebanyakan manusia kerjakan alias tdk aneh, maka pasti tidak akan menjadi masalah. ITULAH KRN KITA LEBIH SERING MENGIKUTI HAWA NAFSU DALAM MENGAMBIL PENDAPAT ULAMA. Maaf…, ini pendapat saya orang awam yg gk ngerti hadits dan dalil.
Bagus saudaraku, itu menandak fithrahmu masih baik
Mari kita pakai akal kita dalam masalah khilafiyah pendapat isbal ini. Kalau hukumnya dalah makruh, yaitu jika dilakukan tak berdosa dan ditinggalkan berpahala, tentu pendapat ini tidaklah tepat, karena sekiranya hal ini sesuatu yang sah dan boleh-boleh saja maka tidaklah akan diancam dengan neraka. Dan saya melihat kalau hukum haram lebih dekat kepada kebenaran, karena jika sesuatu perbuatan jika diancan dengan neraka maka Itu adalah dosa besar.
Saya punya gamis panjang, kalau berdiri tegak pas di atas mata kaki, tapi ketika ruku’ atau bungkuk kain gamis turun di bawah mata kaki.
Apakah hal ini masuk ancaman dalam hadits tentang isbal?
Tidak mengapa menggunakan gamis tersebut, patokannya ketika berdiri
bismillah …
masya Allah sangat bermanfaat, jadi lebih baik tidak isbal, karena hal itu tidak menyulitkan seseorang, dan juga lebih menjaga kebersihan dari pakaian. Sebagai muslim kita harus dapat mmpertimbangkan mana yang lebih afdhol terlepas dari perbedaan pendapat itu. Ana lebih mengambil yang mengharamkan sebagai bentuk kehati2an, Seandainya yang benar adalah yang mengharamkan isbal maka kita terlepas dari siksa neraka, dan apabila yang benar adalah yang membolehkan isbal maka kita juga tetap selamat dari ancaman itu.
barokallahu fiikum semua
assalamualaikum ustadz benarkah dalam buku Al-Adab Asy-Syar’iyah oleh ibnu muflih, ibnu taimiyah berpendapat bahwa isbal itu hukumnya mubah dan tidak makruh?
“Dan juga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Al-Adab Asy-Syar’iyah yang dinukil oleh ibnu Muflih juz 3 halaman 521 :
واختار الشيخ تقي الدين – رحمه الله – عدم تحريمه ولم يتعرض لكراهة ولا عدمها
terjemah : dan syaikhul islam ibnu taimiyah memilih pendapat tidak adanya keharaman dan tidak menganggapnya makruh.”
Assalamu’alaikum Ustadz..
Afwan.. mau nanya.
Kan di artikel di atas ada kalimat “izar adalah segala yang menutupimu termasuk juga selimut”, apa itu artinya saat tidur, selimut yang kita pakai gak boleh nutupin mata kaki
ada yg bisa ngasih link penjelasan lengkap “klo gak sombong gak apa2” ???? karna selama ini sy gk pernah menyimak sisi pembolehan nya
Simak: https://muslim.or.id/19778-isbal-tanpa-bermaksud-sombong-tetap-diingkari-oleh-nabi.html