Sanggahan kepada yang mencemooh cadar, jenggot dan celana cingkrang
[lwptoc]
Para pembaca yang semoga selalu mendapatkan taufik dan rahmat Allah ta’ala. Saat ini kaum muslimin terlihat begitu bersemangat dalam beragama. Berbeda dengan masa orde baru dahulu, saat ini umat Islam terlihat sudah mulai perhatian dengan ajaran agamanya. Kita banyak melihat di jalan-jalan, wanita-wanita sudah banyak yang memakai jilbab. Walaupun memang ada pula yang cuma sekedar menutup kepala, namun ini sudah menunjukkan adanya kemajuan dibanding beberapa tahun yang silam. Di samping itu sangat sering kita melihat pula beberapa di antara mereka memakai penutup wajah (cadar). Namun sayang, masyarakat sering mencemooh wanita yang berpakaian seperti ini. Sampai-sampai sebagian orang malah menyebut pakaian seperti itu sebagai pakaian ‘ninja‘.
Juga masih banyak contoh lain seperti di atas. Misalnya saja orang yang berjenggot dijuluki ‘kambing’. Atau orang yang celananya cingkrang (di atas mata kaki) disebut ‘celana kebanjiran’. Bahkan lebih parah lagi orang-orang yang modelnya semacam ini disebut ‘teroris’ dan wanita-wanita yang bercadar disebut istri-istri teroris.
Yang perlu kita tanyakan adalah apakah julukan seperti ini diperbolehkan dalam agama ini atau mungkin dipermasalahkan. Semoga tulisan ini dapat menjawab pertanyaan ini dengan cara mengembalikannya dan menimbangnya melalui timbangan yang paling adil yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mungkin Sebagian Orang Belum Tahu
Sering sekali kita melihat sebagian orang malah mencemoohkan orang yang sebenarnya adalah orang-orang yang komitmen dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang-orang yang dicemoohkan ini di antaranya adalah orang yang memakai cadar dan diberi gelar dengan ‘si ninja’. Juga orang yang berjenggot dikatakan ‘kambing’. Atau pun orang yang memakai celana di atas mata kaki dikatakan ‘Mas celananya kebanjiran ya!’. Masih banyak sebutan yang lain untuk orang-orang semacam ini, bahkan menyebut mereka sebagai ‘teroris’. Sebaiknya kita bahas terlebih dahulu ketiga hal tersebut agar kaum muslimin tidak salah sangka bahwa hal ini bukan merupakan bagian dari syariat Islam.
Mengenai Cadar (Penutup Wajah)
Perlu diketahui bahwasanya menutup wajah itu memiliki dasar dari Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terlepas apakah menutup wajah merupakan suatu yang wajib ataukah mustahab (dianjurkan). Kita dapat melihat dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada para wanita,
لاَ تَنْتَقِبُ المَرْأَةُ المُحْرِمَةُ وَلاَ تَلْبِسُ الْقَفَّازِيْنَ
“Wanita yang berihrom itu tidak boleh mengenakan niqob maupun kaos tangan.” (HR. Bukhari, An Nasa’i, Al Baihaqi, Ahmad dari Ibnu Umar secara marfu’ -yaitu sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-). Niqob adalah kain penutup wajah mulai dari hidung atau dari bawah lekuk mata ke bawah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika menafsirkan surat An Nur ayat 59 berkata, “Ini menunjukkan bahwa cadar dan kaos tangan biasa dipakai oleh wanita-wanita yang tidak sedang berihrom. Hal itu menunjukkan bahwa mereka itu menutup wajah dan kedua tangan mereka.”
Sebagai bukti lainnya juga, dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Ummahatul Mukminin (Ibunda orang mukmin yaitu istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) biasa menutup wajah-wajah mereka. Di antara riwayat tersebut adalah :
- Dari Asma’ binti Abu Bakr, dia berkata, “Kami biasa menutupi wajah kami dari pandangan laki-laki pada saat berihram dan sebelum menutupi wajah, kami menyisir rambut.” (HR. Hakim. Dikatakan oleh Al Hakim: hadits ini shohih. Hal ini juga disepakati oleh Adz Dzahabi)
- Dari Shafiyah binti Syaibah, dia berkata, “Saya pernah melihat Aisyah melakukan thowaf mengelilingi ka’bah dengan memakai cadar.” (HR. Ibnu Sa’ad dan Abdur Rozaq. Semua periwayat hadits ini tsiqoh/terpercaya kecuali Ibnu Juraij yang sering mentadlis dan dia meriwayatkan hadits ini dengan lafazh ‘an/dari)
- Dari Abdullah bin ‘Umar, beliau berkata, “Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperlihatkan Shofiyah kepada para shahabiyah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Aisyah mengenakan cadar di kerumunan para wanita. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui kalau itu adalah Aisyah dari cadarnya.” (HR. Ibnu Sa’ad)
Juga hal ini dipraktekkan oleh orang-orang sholeh, sebagaimana terdapat dalam riwayat berikut.
Dari ‘Ashim bin Al Ahwal, katanya, “Kami pernah mengunjungi Hafshoh bin Sirin (seorang tabi’iyah yang utama) yang ketika itu dia menggunakan jilbabnya sekaligus menutup wajahnya. Lalu, kami katakan kepadanya, ‘Semoga Allah merahmati engkau…'” (Diriwayatkan oleh Al Baihaqi. Sanad hadits ini shohih)
Riwayat-riwayat di atas secara jelas menunjukkan bahwa praktek menutup wajah sudah dikenal di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan istri-istri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengenakannya bahkan hal ini juga dilakukan oleh wanita-wanita sholehah sepeninggal mereka. (Lihat penjelasan ini di kitab Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Syaikh Muhammad Nashirudin Al Albani, 104-109, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan. Edisi terjemahan ‘Jilbab Wanita Muslimah, Media Hidayah’)
Lalu bagaimana hukum menutup wajah itu sendiri? Apakah wajib atau mustahab (dianjurkan)? Berikut kami akan sedikit menyinggung mengenai hal tersebut.
Allah ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mendekatkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka“. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab 33: 59). Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.
Allah ta’ala juga berfirman,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur 24 : 31). Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Atho’ bin Abi Robbah, dan Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan.
Dari tafsiran yang shohih ini terlihat bahwa wajah bukanlah aurat. Jadi, hukum menutup wajah adalah mustahab (dianjurkan).
(Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Amr Abdul Mun’im Salim, hal. 14 dan Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Syaikh Muhammad Nashirudin Al Albani, edisi terjemahan ‘Jilbab Wanita Muslimah‘)
Baca pembahasan selanjutnya: Mengikuti Ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Bukanlah Teroris (2)
***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal, S.T.
(Penuntut Ilmu di Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id
Salammualaikoem..Wah alhamdulillah sekarang ada dakwah Salaf juga di dunia Maya..Makasih ya..Salam tuk semua salafi di Indonesia…
gmn cara njawab kalo ditanya celananya yg tdk isbal ? apa hrs kita terangkan panjang lebar. ttp kebanyakan g’ pd p’caya, krn di tempat sy, walaupun banyak pesantren, kbanyakan kiainya isbal.
Ada sedikit postingan dan diskusi dari milis assunnah, mungkin bisa menjadi masukkan untuk ikhwah semuanya.
Assalamu’alaikum Warohmatullah Wabarokaatuh,
Kenapa harus malu, saya malah mendapatkan banyak keuntungan dengan memakai celana ‘cingkrang’. Sekarang hampir tidak pernah ada yang mengajak saya berbuat curang dalam bekerja, salah-satunya ya melihat celana saya yang cingkrang.
Saya malah berharap saat ini banyak orang bertanya mengapa harus memakai celana cingkrang. Walaupun saat pertama kali memakai, banyak ucapan yang tidak mengenakkan mengenai celana yang saya pakai, mulai dari, “rumahnya kebanjiran ya?”, “koq celana waktu SMP dipakai?”, “celana adiknya koq dipakai?”, “bahan celana sekarang mahal ya?” dan lain sebagainya.
Ucapan-ucapan itu paling lama hanya sebulan, setelahnya banyak faedah yang kita dapat, seperti terhindar dari ajakan berbuat maksiat -insyaAllah- . Dan yang pasti mutaba’ah seperti apa yang dicontohkan Rasulullah. Semoga bisa membantu meneguhkan hati untuk bersegera mengamalkan sunnah.
Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh.
Abu Luthfi
2008/5/27 wisnu pramadyo :
> wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
>
> akh, jadi mau tanya.
> ana tau salafi sejak lama, tapi baru kenal istilahnya aja, pernah ikut
> pengajiannya, tapi malah jama’ah tablig, setelah itu, jadi takut
> ikut-ikutan, Alhamdulillah, setelah kenal milis ini dan belajar banyak dari
> almanhaj, blog akh abu salma, dan referensi lainnya, ana jadi mau ikutan
> kajian2 salafi. sayangnya, istri ana belum setuju, takut aneh-aneh, seperti
> kasus jama’ah tablig dulu itu,
> pertanyaannya, apakah untuk ikut pengajian salafi, penampilan harus seperti
> itu ? (maaf, dengan celana nggantung dan baju koko panjang/gamis) maaf, tapi
> ana kurang pede karena malu bila menggunakan celana agak naek sedikit dari
> mata kaki untuk keluar dari rumah, karena sejak smp sudah bercelana panjang
> terus bila keluar rumah, dan bajunya, ana belum punya.
> …mohon saran akh.
>
> syukron…
> abu zahra
dalam beragama yang paling penting adalah essensi/isi, bukan simbol/kulit. wassalam
tuk akhi fachrul.
menurut syaikh ali, dalam ajaran islam tidak ada istilah isi dan kulit. semua ajaran islam adalah inti dan kesempurnaan dalam ber-islam adalah mengikuti semua ajaran rosulullah shallallahu alaihi wa salam tanpa membeda-bedakannya.
JENG FATHONI, SETUJU!!!!, saya lihat di tv/koran, ada sekelompok orang memakai sorban, islam banget deh kelihatannya. tapi kok mukulin orang sambil teriak allah akbar.
tidak bisa menilai ajaran islam hanya dari ulah segelintir orang islam, contoh dan panutan kaum muslimin adalah rosulullah shallallahu alaihi wa salam dan para shahabatnya.
syaikh utsaimin pernah berkata: “sangat jauh jika islam dibandingkan dengan keadaan kaum muslimin sekarang”.
Hati hati sauadaraku, jangan saling berbangga bangga dengan kelompoknya , bukankan Al’quran sudah mengisyaratkan bahwa kemuliaan seseorang ditunjukan kepada ketaqwaannya….
Bukan karena keturunannya, rasnya, hartanya, ilmunya , penampilannya dan sebagainya , setuju ?….
assalamualaikum,,
insya Allah dan pasti ada manfaatnya jika kita berpegang teguh pada Sunnah Rasulullah..
karena bukan pihak atasan atau kahalayk ramai yang menilai kita
cukup kita bertakwa saja dan berittiba
wallahu alam
wassalam
Sesungguhnya cadar telah dikenal di negeri ini Indonesia. Muktamar VII Nahdlatul Ulama bahwa pendapat yang mu’tamad adalah menutup muka dan telapak tangan. Hanya saja sangat disayangkan hal ini tidak disosialisasikan ataupun dibahas pada kajian-kajian di pesantren tradisionil sehingga umat masih saja salah kaprah ttg hal ini. Berikut kutipannya:
MUKTAMAR VIII NAHDLATUL ULAMA
Keputusan Masalah Diniyyah Nomor : 135 / 12 Muharram 1352 H / 7 Mei 1933
Tentang
HUKUM KELUARNYA WANITA DENGAN
TERBUKA WAJAH DAN KEDUA TANGANNYA
Pertanyaan :
Bagaimana hukumnya keluarnya wanita akan bekerja dengan terbuka muka dan kedua tangannya? Apakah HARAM atau Makruh? Kalau dihukumkan HARAM, apakah ada pendapat yang menghalalkan? Karena demikian itu telah menjadi Dharurat, ataukah tidak? (Surabaya)
Jawaban :
Hukumnya wanita keluar yang demikian itu HARAM, menurut pendapat yang Mu’tamad ( yang kuat dan dipegangi – penj ).
Menurut pendapat yang lain, boleh wanita keluar untuk jual-beli dengan terbuka muka dan kedua tapak tangannya, dan menurut Mazhab Hanafi, demikian itu boleh, bahkan dengan terbuka kakinya, APABILA TIDAK ADA FITNAH.
Keterangan :
(a) Kitab Maraqhil-Falah Syarh Nurul-Idlah (yang membolehkan):
(وَجَمِيْعُ بَدَنِ الْحُرَّةِ عَوْرَةٌ إلاَّ وَجْهَهَا وَكَفََّّيْهَا). بَاطِنَهُمَا وَظَاهِرَهُمَا فِيْ اْلأَصَحِّ وَهُوَ الْمُخْتَارُ. وَ ذِرَاعُ الْحُرَّةِ عَوْرَةٌ فِيْ ظَاهِرِ الرِّوَايَةِ وَهِيَ اْلأَصَحُّ. وَعَنْ أَبِيْ حَنِيْفَةَ لَيْسَ بِعَوْرَةٍ (وَ) إِلاَّ (قَدَمَيْهَا) فِيْ أَصَحِّ الرِّوَايَتَيْنِ بَاطِنِهِمَا وَظَاهِرِهِمَا الْعُمُوْمِ لِضَرُوْرَةِ لَيْسَا مِنَ الْعَوْرَةِ فَشَعْرُ الْحُرَّةِ حَتىَّ الْمُسْتَرْسَلِ عَوْرَةٌ فِيْ اْلأَصَحِّ وَعَلَيْهِ الْفَتَوَي
Seluruh anggota badan wanita merdeka itu aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya, baik bagian dalam maupun luarnya, menurut pendapat yang tersahih dan dipilih. Demikian pula lengannya termasuk aurat. Berbeda dengan pendapat Abu Hanifah yang tidak menganggap lengan tersebut sebagai aurat. Menurut salah satu riwayat yang sahih, kedua telapak kaki wanita itu tidak termasuk aurat baik bagian dalam maupun bagian luarnya. Sedangkan rambutnya sampai bagian yang menjurai sekalipun, termasuk aurat, demikian fatwa atasnya.
(b) Kitab Bajuri Hasyiah Fatchul-Qarib Jilid. II Bab Nikah (yang mengharamkan) :
(قَوْلُهُ إِلىَ أَجْنَـبِّيَةِ) أَي إِلىَ شَيْءٍ مِنْ اِمْرَأَةٍ أَجْنَـبِّيَّةٍ أَي غَيْرِ مَحْرَمَةٍ وَلَوْ أَمَةً وَشَمِلَ ذَلِكَ وَجْهَهَا وَكَفََّّيْهَا فَيَحْرُمُ النَّظَرُ إِلَيْهَا وَلَوْ مِنْ غَيْرِ شَهْوَةٍ أَوْ خَوْفٍ فِتْنَةٍ عَلىَ الصَّحِيْحِ كَمَا فِيْ الْمِنْحَاجِ وَغَيْرِهِ إِلىَ أَنْ قَالَ وَقِيْلَ لاَ يَحْرُمُ لِقَوْلِهِ تَعَالَى ” وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا” وَهُوَ مُفَسَّرٌ بِالْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ وَالْمُعْتَمَدُ اْلأَوَّلُ. وَلاَ بَأْسَ بِتَقْلِيْدِ الْـثَانِيْ لاَسِيَّمَا فِيْ هَذَا الزَّمَانِ الَّذِيْ كَثُرَ فِيْهِ خُوْرُجُ النِّسَاءِ فِيْ الطُّرُقِ وَاْلأَسْوَاقِ وَشَمِلَ ذَلِكَ أَيْضًا شَعْرَهَا وَظَفْرَهَا.
(PENDAPAT PERTAMA) (Perkataannya atas yang bukan mahram / asing) yakni, pada segala sesuatu pada diri wanita yang bukan mahramnya walaupun budak termasuk wajah dan kedua telapak tangannya, maka haram melihat semua itu walaupun tidak disertai syahwat ataupun kekhawatiran timbulnya adanya fitnah sesuai pendapat yang sahih sebagaimana yang tertera dalam kitab al-Minhaj dan lainnya. PENDAPAT LAIN (KEDUA) menyatakan atau dikatakan (qila) tidak haram sesuai dengan firman Allah “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya” (QS.An-Nuur : 31).
PENDAPAT PERTAMA (yang mengharamkan) LEBIH SAHIH, dan tidak perlu mengikuti pendapat kedua (yang tidak mengharamkan) terutama pada masa kita sekarang ini di mana banyak wanita keluar di jalan-jalan dan pasar-pasar. Keharaman ini juga mencakup rambut dan kuku.
Lihat : Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004 M), h.123-124, Pengantar: Rais ‘Am PBNU, DR.KH.MA Sahal Mahfudh, Penerbit Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur dan Khalista, cet.III, Pebruari 2007
Assalamu’alaikum
@Akhi sandhi
wah kalo yg ini ana setuju bgt. kebenaran pasti tegak! Smoga sj yg msh ngaku warga “Nahdliyin” pada baca Keputusan muktamar NU Masalah Diniyyah Nomor : 135 / 12 Muharram 1352 H / 7 Mei 1933 tsb. Ayo yg kmrn ngejelekin “Ninja/Korban banjir/kambing Bandot” pd minta maap ama saudaranya yg diejek tsb. Tapi kalo dasar belajar agamanya dg Taklid Buta, paling2 kep muktamar tsb jg ga dianggap.
contoh kasus, Ngakunya bermadzhab Syafi’i, tapi msh suka ngadain acara kenduri kematian. padahal imam Syafi’i memfatwakan haram makan2 dirumah keluarga mayit & tdk akan sampai pahala kirim bacaan Qur’an’nya tsb. oya, muktamar I NU sdh keluarin Kep Diniyyah No.18/13 Rabi’uts tsaani 1345 H ttg larangan kenduri kematian lho…ayo mana yg msh suka bengok2 menebar fitnah wahabi ? baca dong hasil2 muktamar NU tsb…masak fatwa Kyai’nya sendiri jg ga dibaca ?? cape deh…
Smoga Taufik n Hidayah tercurah kpd antum semua, baik yg suka memfitnah & mencaci wahabi, maupun yg sbg korban caci maki slama ini. Terkhusus bagi yg slalu difitnah& dicaci maki sbg wahabi smoga antum semua diberi ketabahan oleh Allah subhana wata’ala.
kaum kafir mengidentikan jenggot, berbaju koko dan bercelana ngatung dengan teroris. mereka melakukan ini untuk menyudutkan ajaran islam dan merusak citra islam di mata dunia.