[lwptoc]
“Akh, ana lebih senang bergaul dengan ikhwan yang akhlaknya baik walaupun sedikit ilmunya”. [SMS seorang ikhwan]
“Kok dia suka bermuka dua dan dengki sama orang lain, padahal ilmunya masyaAlloh, saya juga awal-awal “ngaji” banyak tanya-tanya agama sama dia”. [Pengakuan seorang akhwat]
“Ana suka bergaul dengan akh Fulan, memang dia belum lancar-lancar amat baca kitab tapi akhlaknya sangat baik, murah senyum, sabar, mendahulukan orang lain, tidak egois, suka menolong dan ana lihat dia sangat takut kepada Alloh, baru melihatnya saja, ana langsung teringat akherat”. [Pengakuan seorang ikhwan]
Mungkin fenomena ini kadang terjadi atau bahkan sering kita jumpai di kalangan penuntut yang sudah lama “ngaji” [1]. Ada yang telah ngaji 3 tahun atau 5 tahun bahkan belasan tahun tetapi akhlaknya tidak berubah menjadi lebih baik bahkan semakin rusak. Sebagian dari kita sibuk menuntut ilmu tetapi tidak berusaha menerapkan ilmunya terutama akhlaknya. Sebaliknya mungkin kita jarang melihat orang seperti dikomentar ketiga yang merupakan cerminan keikhlasannya dalam beragama meskipun nampaknya ia kurang berilmu dan. semoga tulisan ini menjadi nasehat untuk kami pribadi dan yang lainnya.
Akhlak adalah salah satu tolak ukur iman dan tauhid
Hal ini yang perlu kita camkan sebagai penuntut ilmu agama, karena akhlak adalah cerminan langsung apa yang ada di hati, cerminan keikhlasan dan penerapan ilmu yang diperoleh. Lihat bagimana A’isyah rodhiallohu ‘anha mengambarkan langsung akhlak Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan teladan dalam iman dan tauhid, A’isyah rodhiallohu ‘anha berkata,
كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Akhlak beliau adalah Al-Quran” [HR. Muslim no. 746, Abu Dawud no. 1342 dan Ahmad 6/54]
Yang berkata demikian Adalah A’isyah rodhiallohu ‘anha, Istri yang paling sering bergaul dengan beliau, dan perlu kita ketahui bahwa salah satu barometer ahklak seseorang adalah bagaimana akhlaknya dengan istri dan keluarganya. Rasulolluh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku.” [H.R. Tirmidzi dan beliau mengomentari bahwa hadits ini hasan gharib sahih. Ibnu Hibban dan Al-Albani menilai hadits tersebut sahih].
Akhlak dirumah dan keluarga menjadi barometer karena seseorang bergaul lebih banyak dirumahnya, bisa jadi orang lain melihat bagus akhlaknya karena hanya bergaul sebentar. Khusus bagi suami yang punya “kekuasaan” atas istri dalam rumah tangga, terkadang ia bisa berbuat semena-mena dengan istri dan keluarganya karena punya kemampuan untuk melampiaskan akhlak jeleknya dan hal ini jarang diketahui oleh orang banyak. Sebaliknya jika di luar rumah mungkin ia tidak punya tidak punya kemampuan melampiaskan akhlak jeleknya baik karena statusnya yang rendah (misalnya ia hanya jadi karyawan rendahan) atau takut dikomentari oleh orang lain.
Dan tolak ukur yang lain adalah takwa sehingga Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam menggabungkannya dengan akhlak, beliau bersabda,
اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Iringilah kejelekan dengan kebaikan niscaya ia akan menghapuskan kejelekan tersebut dan berakhlaklah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi no. 1987 dan Ahmad 5/153. Abu ‘Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rohimahullohu menjelaskan hadist ini,
“Barangsiapa bertakwa kepada Alloh, merealisasikan ketakwaannya dan berakhlak kepada manusia -sesuai dengan perbedaan tingkatan mereka- dengan akhlak yang baik, maka ia medapatkan kebaikan seluruhnya, karena ia menunaikan hak hak Alloh dan Hamba-Nya. [Bahjatu Qulubil Abror hal 62, cetakan pertama, Darul Kutubil ‘ilmiyah]
Demikian pula sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ اَلْجَنَّةَ تَقْوى اَللَّهِ وَحُسْنُ اَلْخُلُقِ
“Yang paling banyak memasukkan ke surga adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia” (HR At-Tirmidzi, Ibnu Maajah dan Al-Haakim dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani)
Tingginya ilmu bukan tolak ukur iman dan tauhid
Karena ilmu terkadang tidak kita amalkan, yang benar ilmu hanyalah sebagai wasilah/perantara untuk beramal dan bukan tujuan utama kita. Oleh karena itu Alloh Azza wa Jalla berfirman,
جَزَاء بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan.” [Al-Waqi’ah: 24]
Alloh TIDAK berfirman,
جَزَاء بِمَا كَانُوا يعَلمُونَ
“Sebagai balasan apa yang telah mereka ketahui.”
Dan cukuplah peringatan langsung dalam Al-Qur’an bagi mereka yang berilmu tanpa mengamalkan,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَْ كَبُرَ مَقْتاً عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
”Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan hal yang tidak kamu perbuat. Amat besar kebencian Allah bahwa kamu mengatakan apa saja yang tidak kamu kerjakan.” (QS.Ash-Shaff : 3)
Dan bisa jadi Ilmunya tinggi karena di karuniai kepintaran dan kedudukan oleh Alloh sehingga mudah memahami, menghapal dan menyerap ilmu.
Ilmu Agama hanya sebagai wawasan?
Inilah kesalahan yang perlu kita perbaiki bersama, sebagian kita giat menuntut ilmu karena menjadikan sebagai wawasan saja, agar mendapat kedudukan sebagai seorang yang tinggi ilmunya, dihormati banyak orang dan diakui keilmuannya. Kita perlu menanamkan dengan kuat bahwa niat menambah ilmu agar menambah akhlak dan amal kita.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
“Salah satu tanda kebahagiaan dan kesuksesan adalah tatkala seorang hamba semakin bertambah ilmunya maka semakin bertambah juga tawadhu’ dan kasih sayangnya. Dan semakin bertambah amalnya maka semakin meningkat pula rasa takut dan waspadanya.” [Al-Fawa’id hal 171, Maktabah Ast-Tsaqofiy]
Sibuk belajar ilmu fiqh dan Ushul, melupakan ilmu akhlak dan pensucian jiwa
Yang perlu kita perbaiki bersama juga, sebagian kita sibuk mempelajari ilmu fiqh, ushul tafsir, ushul fiqh, ilmu mustholah hadist dalam rangka memperoleh kedudukan yang tinggi, mencapai gelar “ustadz”, menjadi rujukan dalam berbagai pertanyaan. Akan tetapi terkadang kita lupa mempelajari ilmu akhlak dan pensucian jiwa, berusaha memperbaiki jiwa dan hati kita, berusaha mengetahui celah-celah setan merusak akhlak kita serta mengingat bahwa salah satu tujuan Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus adalah untuk menyempurnakan Akhlak manusia.
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلاَقِ”
“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” [H.R. Al-Hakim dan dinilai sahih oleh beliau, adz-Dzahabi dan al-Albani].
Ahlak yang mulia juga termasuk dalam masalah aqidah
Karena itu kita jangan melupakan pelajaran akhlak mulia, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah memasukkan penerapan akhlak yang mulia dalam permasalahan aqidah. Beliau berkata,
“Dan mereka (al-firqoh an-najiah ahlus sunnah wal jama’ah) menyeru kepada (penerapan) akhlak yang mulia dan amal-amal yang baik. Mereka meyakini kandungan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Yang paling sempuna imannya dari kaum mukminin adalah yang paling baik akhlaknya diantara mereka“. Dan mereka mengajakmu untuk menyambung silaturahmi dengan orang yang memutuskan silaturahmi denganmu, dan agar engkau memberi kepada orang yang tidak memberi kepadamu, engkau memaafkan orang yang berbuat zhalim kepadamu, dan ahlus sunnah wal jama’ah memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua, menyambung silaturahmi, bertetangga dengan baik, berbuat baik kepada anak-anak yatim, fakir miskin, dan para musafir, serta bersikap lembut kepada para budak. Mereka (Ahlus sunnah wal jama’ah) melarang sikap sombong dan keangkuhan, serta merlarang perbuatan dzolim dan permusuhan terhadap orang lain baik dengan sebab ataupun tanpa sebab yang benar. Mereka memerintahkan untuk berakhlak yang tinggi (mulia) dan melarang dari akhlaq yang rendah dan buruk”. [lihat Matan ‘Aqiidah al-Waashithiyyah]
Baca juga: Penjelasan Doa Rabbana Atina Fid Dunya Hasanah
Bagi yang sudah “ngaji” Syaitan lebih mengincar akhlak bukan aqidah
Bagi yang sudah “ngaji”, yang notabenenya insyaAlloh sudah mempelajari ilmu tauhid dan aqidah, mengetahui sunnah, mengetahui berbagai macam maksiat, tidak mungkin syaitan mengoda dengan cara mengajaknya untuk berbuat syirik, melakukan bid’ah, melakukan maksiat akan tetapi syaitan berusaha merusak Akhlaknya. Syaitan berusaha menanamkan rasa dengki sesama, hasad, sombong, angkuh dan berbagai akhlak jelak lainnya.
Syaitan menempuh segala cara untuk menyesatkan manusia, tokoh utama syaitan yaitu Iblis berikrar untuk hal tersebut setelah Alloh azza wa jalla menghukumnya dan mengeluarkannya dari surga, maka iblis menjawab:
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَْ ثُمَّ لآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“Karena Engkau telah menghukumku tersesat, aku benar-benar akan(menghalang-halangi mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian aku akan datangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (Al-A’raf: 16-17)
Kita butuh teladan akhlak dan takwa
Disaat ini kita tidak hanya butuh terhadap teladan ilmu tetapi kita lebih butuh teladan ahklak dan takwa, sehingga kita bisa melihat dengan nyata dan mencontoh langsung akhlak dan takwa orang tersebut terutama para ustadz dan syaikh.
Yang perlu kita camkan juga, jika menuntut ilmu dari seseorang yang pertama kali kita ambil adalah akhlak dan adab orang tersebut baru kita mengambil ilmunya. Ibu Imam Malik rahimahullahu, sangat paham hal ini dalam mendidik anaknya, beliau memerhatikan keadaan putranya saat hendak pergi belajar. Imam Malik rahimahullahu mengisahkan:
“Aku berkata kepada ibuku, ‘Aku akan pergi untuk belajar.’ ‘Kemarilah!’ kata ibuku, ‘Pakailah pakaian ilmu!’ Lalu ibuku memakaikan aku mismarah (suatu jenis pakaian) dan meletakkan peci di kepalaku, kemudian memakaikan sorban di atas peci itu. Setelah itu dia berpesan, ‘Sekarang, pergilah untuk belajar!’ Dia juga pernah mengatakan, ‘Pergilah kepada Rabi’ah (guru Imam Malik, pen)! Pelajarilah adabnya sebelum engkau pelajari ilmunya!’. (Waratsatul Anbiya’, dikutip dari majalah Asy Syariah No. 45/IV/1429 H/2008, halaman 76 s.d. 78)
Kemudian pada komentar ketiga,
“Baru melihatnya saja, ana langsung teringat akherat”
Hal inilah yang kita harapkan, banyak teladan langsung seperti ini. Para ulama pun demikian sebagaimana Ibnul Qoyyim rahimahullahu berkata,
“Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan takut yang berlebihan, atau timbul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk, atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, kami mendatangi beliau, maka dengan hanya memandang beliau dan mendengarkan ucapan beliau, maka hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang.” [Al Waabilush Shayyib hal 48, cetakan ketiga, Darul Hadist, Maktabah Syamilah]
Sudah lama “ngaji” tetapi kok susah sekali memperbaiki Akhlak?
Memang memperbaiki Akhlak adalah hal yang tidak mudah dan butuh “mujahadah” perjuangan yang kuat. Selevel para ulama saja membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk memperbaiki akhlak.
Berkata Abdullah bin Mubarak rahimahullahu :
طلبت الأدب ثلاثين سنة وطلبت العلم عشرين سنة كانوا يطلبون الأدب ثم العلم
“Saya mempelajari adab selama 30 tahun dan saya mempelajari ilmu (agama) selama 20 tahun, dan ada-lah mereka (para ulama salaf) memulai pelajaran mereka dengan mempelajari adab terlebih dahulu kemudian baru ilmu”. [Ghayatun-Nihayah fi Thobaqotil Qurro I/446, cetakan pertama, Maktabah Ibnu Taimiyyah, Maktabah Syamilah]
Dan kita tetap terus menuntut ilmu untuk memperbaiki akhlak kita karena ilmu agama yang shohih tidak akan masuk dan menetap dalam seseorang yang mempunyai jiwa yang buruk.
Imam Al Ghazali rahimahullahu berkata,
“Kami dahulu menuntut ilmu bukan karena Allah ta’ala , akan tetapi ilmu enggan kecuali hanya karena Allah ta’ala.” [Thabaqat Asy Syafi’iyah, dinukil dari tulisan ustadz Kholid syamhudi, Lc, majalah Assunah].
Jadi hanya ada kemungkinan ilmu agama tidak akan menetap pada kita ataupun ilmu agama itu akan memperbaiki kita. Jika kita terus menerus menuntut ilmu agama maka insyaAlloh ilmu tersebut akan memperbaiki akhlak kita dan pribadi kita.
Mari kita perbaiki akhlak untuk dakwah
“orang salafi itu ilmunya bagus, ilmiah dan masuk akal tapi keras dan mau menang sendiri” [pengakuan seseorang kepada penyusun]
Karena akhlak buruk, beberapa orang menilai dakwah ahlus sunnah adalah dakwah yang keras, kaku, mau menang sendiri, sehingga beberapa orang lari dari dakwah dan menjauh. Sehingga dakwah yang gagal karena rusaknya ahklak pelaku dakwah itu sendiri. Padahal rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا
“Mudahkan dan jangan mempersulit, berikan kabar gembira dan jangan membuat manusia lari” [HR. Bukhari, Kitabul ‘Ilmi no.69]
Karena Akhlak yang buruk pula ahlus sunnah berpecah belah, saling tahzir, saling menjauhi yang setelah dilihat-lihat, sumber perpecahan adalah perasaan hasad dan dengki, baik antar ustadz ataupun antar muridnya. Dan kita patut berkaca pada sejarah bagaimana Islam dan dakwah bisa berkembang karena akhlak pendakwahnya yang mulia.
Jangan lupa berdoa agar akhlak kita menjadi baik
Dari Ali bin Abi Thalib Rodhiallahu ‘anhu bahwa Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam salah satu do’anya beliau mengucapkan:
,أَللَّهُمَّ اهْدِنِيْ لِأَحْسَنِ الأَخْلَاقِ, فَإِنَّهُ لَا يَهْدِيْ لِأَحْسَنِهَا إِلَّاأَنْتَ
وَاصْرِفْ عَنِّيْ سَيِّئَهَالَايَصْرِفُ عَنِّيْ سَيِّئَهَاإِلَّاأَنْتَ
“Ya Alloh, tunjukkanlah aku pada akhlak yang paling baik, karena tidak ada yang bisa menunjukkannya selain Engkau. Ya Alloh, jauhkanlah aku dari akhlak yang tidak baik, karena tidak ada yang mampu menjauhkannya dariku selain Engkau.” (HR. Muslim 771, Abu Dawud 760, Tirmidzi 3419)
Dan doa dijauhkan dari akhlak yang buruk,
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ
“Ya Alloh, aku berlindung kepadamu dari akhlak, amal dan hawa nafsu yang mungkar” (HR. Tirmidzi no. 3591, dishohihkan oleh Al-Albani dalam Dzolalul Jannah: 13)
Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in. Walamdulillahi robbil ‘alamin.
Baca juga: Keutamaan Ibadah Shalat
—
Disempurnakan di Lombok, Pulau seribu Masjid
27 Ramadhan 1432 H Bertepatan 27 Agustus 2011
Semoga Allah meluruskan niat kami dalam menulis dan memperbaiki akhlak kami
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel: Muslim.or.id
—
Catatan Kaki:
[1] Ngaji: istilah yang ma’ruf, yaitu seseorang mendapat hidayah untuk beragama sesuai dengan Al-Qur’an dan As-sunnah dengan pemahaman salafus shalih, istilah ini juga identik dengan penuntut ilmu agama
terimakasih. semoga nambah ilmu agama semakin baik amalnya
Subhanallah. Artikel yang sangat bermanfaat. Dalam kenyataannya, memang banyak orang yang tertipu dengan penyeru kesesatan karena mereka tertarik dengan sikap luar yang baik dari si penyeru. Dan tidak sedikit juga yang menolak dakwah yang haq ini karena sikap kasar/kurang ramah sebagian orang yang sudah ngaji, tapi belum menerapkan akhlak yang baik. Tapi, saya yakin, masih banyak ikhwan ngaji yang berakhlak baik, yang bisa menjadi teladan, seperti orang yang saya temui di kajian, tersenyum ceria saat bertemu, menawarkan jabat tangan lebih dulu, dll. Sedikit sikap baik sangat mempengaruhi ketertarikan kita pada dakwah Salaf yang mulia ini, apalagi jika sempurna dalam mengamalkannya. Semoga Allah mudahkan kita untuk mengamalkan akhlak yang baik. Jazakallahu khairan atas artikelnya
Para asatidz hendaknya memberikan contoh – dan memperbanyak penyajian materi akhlak kepada para jamaah sampai ada perubahan yang signifikan
SYUKRAN..ustadz…artikel ini,,sangat banyak membantu saya dalam menambah ilmu agama,dan mengajarkan akhlak2 yg baik..insya Allah..dgn sering membaca tausyiah ini,,smoga dapat menambah ketakwaan kepada Allah swt
afwan, ana mau tanya… bagaimana sikap ana terhadap orang tua yg selalu memaksakan ana utk ikut tradisi idul fitri ? sedangkan ilmu ana masih sangat sedikit sehingga ana tak mampu menjelaskannya… jd apa yg harus ana lakukan???
#Ikhwan
Apa yang anda maksud dengan tradisi idul fitri? Mohon baca dahulu artikel berikut:
https://muslim.or.id/ramadhan/bolehkah-mengkhususkan-momen-lebaran-untuk-mengunjungi-kerabat.html
https://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/menyingkap-keabsahan-halal-bihalal.html
Ahamdulillah…. sungguh artikel yang bagus dan banyak terjadi di kalangan umat Islam. semoga semakin banyak kajian yang membahas masalah akhlak….
barokallohu fik
Artikel ini menyentil saya, he he he. Syukron alhamdulillah ada artikel spt ini, menyadarkan diri saya kembali untuk jgn lupa membaguskan akhlak karimah.
subhanallah artikelnya sangat membangun…
inilah jawaban yang sudah ku tunggu2 selama ini selalu tanda tanya… apa yang harus dilakukan dan ku lakukan…
syukron jiddan
izin copas
terimakasih ust atas artikelnya mengingatkan kembali akan pentingnya ahlak kpd kami yg baru mengaji, semoga Allah SWT membalasnya dengan pahala kebaikan.
jazakallah
Syukran Baarakallahu fik, Artikel yang mudah2an menjadi renungan bagi kita semua.
Memang yang namanya ‘kemasan’ kadang2 mempengaruhi laku atau tidaknya suatu produk, suatu produk yang baik kalau kemasannya kurang menarik, tidak akan dilirik orang. Seorang teman dari negeri pyramid, Mesir, pernah nyeletuk pada ana:”Ikhwah salafi di Indonesia ini sombong2 dan kasar2, saya sebal pada mereka, tidak seperti ikhwah salafi di negara saya, sopan2 dan ramah2, sehingga saya senang mengikuti majelis mereka.” Mendengar itu ana menjadi seperti ‘tersengat’ dan menyadari kalau akhlaq itu sesuatu yang menjadi salah satu modal utama dalam berda’wah.
Artikel yang sangat menggugah, sebagai sarana untuk memperbaiki diri.
Izin untuk menampilkan di site ana
Alhamdulillah…semoga kita dihindarkan dari ahklak yang buruk.
uztad mohon bimbinganya untuk menghilangkan rasa tidak suka pada seseorang..karena perasaan itu sangat menyiksa.Syukron
akhlaq para pendosa (masalalu yg penuh noda & maksiat) tentu akan menjadi keras dan cenderung kasar (menang sendiri) dalam menyampaikan ilmu ketika ia sudah taubat.
jadi…, bagi yg bertemu dengan yg keras lagi kasar itu tanda masalalunya..
Artikel ini sebaiknya dibaca minimal 1 minggu sekali oleh seluruh kaum muslimin terlebih yg dirinya mengaku sebagai salafy sampai benar benar membenam dalam bawah sadarnya..
Kami dari keluarga besar Masjid Al-Amin Daegu korea selatan menyampaikan Terima kasih untuk Admin http://www.muslim.or.id
sejak th 2008 sering menyadur artikel artikel muslim.or.id sebagai rujukan penjelasan Aqidah, Ibadah dan Muamalah.
jazakallohu khairon,semoga sifat ego kita tidak akan mengalahkan ilmu yang telah kita pelajari.
Alhamdulillah, artikel yang bermanfaat. Mengingatkan saya kembali, akan pentingnya mengamalkan ilmu itu. Mudah-mudahan kita semu bisa istiqomah menerapkan ilmu yang telah kita dapat.
Jazakallahu wa barakallahu fik.
Aduh, saya jadi malu sekali..
“Cambuk” yg bermanfaat ….. Ayo kawan kt koresi diri.
Alhamdulillah, semoga Alloh memperbaiki diriku dan kita semua dengan akhlak yang baik. saling mengucapkan salam..tersenyum..tidak acuh..berkata kasar dijalan padahal jenggotnya “Masyaalloh” itupun mau belok ke sebuah radio sunnah. mungkin nggak tau kalau ana muslim..semoga Alloh mengampuninya.amin
Akhlaq adalah berwujudan keimanan/keyakinan sesorang, hubungan akhlaq dengan aqidah adalah akhlaq tidak bisa keluar dari aqidahnya (aqidah tauhid atau aqidah syirik) artinya aqidah sebagai landasan keyakinan/keimanan berfungsi membatasi dan mengarahkan akhlaq seseorang, sehingga akhlaq sesorang itu sesuai dengan kapasitas iman seseorang. hubungan akhlaq dengan syariah adalah akhlaq harus berada dalam bingkai syariah, artinya akhlaq bisa dikatakn akhlaq hasannah jika akhlaq berada dalam aturan syariah dan akhlaq tidak boleh diluar dan keluar syariah.
trimakasih..mari kita bermuhasabah dari apa yang ada di diri kita. moga ke depan sikap dan tutur kita akan lebih baik shgga teman2 kita merasa nyaman dan aman dg dri kita. jazakumullohukhoiron katzir
nafa’akallahu lilmuslimiina jami’an
artikel yg sgt baik..moga dpt manfaat
iya, memang.
saya dulu bertanya2 dalam hati, kenapa sifat si X tidak berubah juga meski sudah mengaji.
dulu saya belum mengaji dan masih nge-punk, belum tau apa-apa mengenai ilmu orang Islam yang benar.
saya dulu lantas mengira, bahwa di antara orang alim pun memang sifatnya beda2, sama saja seperti yang tidak belajar agama.
maafkan saya ya..
assalamu’alaykum…
dahsyat artikelny ni, mhn izin copast n share ya ustadz??!
syukran…
“Bagi yang sudah “ngaji”, yang notabenenya insyaAlloh sudah mempelajari ilmu tauhid dan aqidah, mengetahui sunnah, mengetahui berbagai macam maksiat, tidak mungkin syaitan mengoda dengan cara mengajaknya untuk berbuat syirik, melakukan bid’ah, melakukan maksiat akan tetapi syaitan berusaha merusak Akhlaknya. Syaitan berusaha menanamkan rasa DENGKI sesama, HASAD, SOMBONG, angkuh dan berbagai akhlak jelek lainnya.”
BENAR SEKALI DAN TERBUKTI :(:(:(:(((((((((((((((((((
semoga Allah membimbing kita terus ke jalan yg Dia ridhoi dan diberi akhlak yang baik, aamiinn..
artikel in menyadarkan aku
malu pd diri sendiri….
terlebih lg malu pd Alloh
tdk sinkronnya antara ilmu dan amal..terkadang membuat kami sedih dan lalu agak malas2an taklim…bbrp ikhwan nuntut ilmu, tapi ilmunya hanya tersemat di kitab catatan blm ke hati apalagi diamalkan dan berbuah akhlaq baik…jd ingat atsar ada sahabat yg tdk menambah ilmu sebelum mampu mengamalkan…ulasan yg bagus..hanya sayang ada sebagian ikhwan kita yg fanatik kelompok…memang bener mencari kebenaran hrs kpd sumber yg benar ..tetapi kebenaran bisa datang dari siapapun…
tolong di like ya
Terimaksih banyak artikelnya bagus…
Subhanallah..
Terima kasih banyak ya Akhi untuk Nasehat serta Ilmu nya. Dan minta Izin utk memjadikan sebuah file utk kami pelajari dirumah (dari website ini),
Seseorang pernah berkata: ‘JIka engkau bertemu kpd penuntut Ilmu(syar’i), jgnlah sungkan utk mintalah doa yang baik darinya. Karna bisa jadi doa kita tidak dikabulkan dikarnakan maksiat yang sering kita lakukan. Dan bisa jadi pula doa dari saudaramu itu dikabulkan dikarnakan takut dan dekatnya dengan Sang pengabul doa (Allah Azza Wa Jallah).’
Minta doa nya ya Akhi ? Untuk kaum Muslimin dan terutamanya untuk saya..
Jazaakallah Khairan Katsiran Wa Jazakumullah Ahsanal Jaza..
subhanallah
Jazakallah khair
masya allah sangat bagus sekali gan.
terimakasi ngan.