Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du :
Lafal Hadits di atas dan hadits yang semisalnya
Hadits Pertama :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لا يَشْكُرُ النَّاسَ
“Tidak bersyukur kepada Allah, orang yang tidak berterimakasih kepada orang (lain)”.
[HR. Ahmad, Abu Dawud, dan selain keduanya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani].
Hadits Kedua :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ لمْ يشْكُر النَّاسَ لَمْ يشْكُر الله
“Orang yang tidak berterimakasih kepada orang (lain) berarti ia tidak bersyukur kepada Allah”
[HR. At-Tirmidzi, beliau menyatakan hadits ini hasan shahih].
Hadits Ketiga :
Dari Asy’ats bin Qois radhiyallahu ‘anhu berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إن أشكرَ الناس لله عز وجل أشكرُهم للناس
“Sesungguhnya orang yang paling bersyukur kepada Allah ‘Azza Wa Jalla adalah siapa diantara mereka yang paling pandai berterimakasih kepada manusia” [HR. Imam Ahmad, Ibnu Abi Syaibah di Al-Mushannaf dan Al-Baihaqi di As-Sunan Al-Kubra, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani]
Imam Al-Khaththabi rahimahullah berkata :
هذا يُتأول على وجهين: أحدهما: أن من كان طبعه وعادته كفران نعمة الناس وترك الشكر لمعروفهم، كان من عادته كفران نعمة الله تعالى وترك الشكر له
“Hadits ini (hadits pertama) ditafsirkan dalam dua makna :
Makna pertama :
Orang yang tabiat dan kebiasaannya mengingkari nikmat yang didapatnya melalui orang lain dan tidak berterimakasih atas kebaikan manusia, maka biasanya juga suka mengingkari nikmat Allah Ta’ala dan tidak bersyukur kepada-Nya.
والوجه الآخر: أن الله سبحانه لا يقبل شكرَ العبد على إحسانه إليه، إذا كان العبدُ لا يشكرُ إحسان الناس ويكفر معروفهم
Makna kedua :
Allah Subhanahu tidak menerima (amalan) syukur seorang hamba atas perbuatan baik Allah kepadanya jika ia tidak berterimakasih atas perbuatan baik manusia dan mengingkari kebaikan mereka. [Ma’alimus Sunan 4/113]
Imam Al-Khaththabi rahimahullah juga berkata :
هذا الحديث فيه ذم لمن لم يشكر الناس على إحسانهم. وفيه أيضا الحث على شكر الناس على إحسانهم. وشكر الناس على إحسانهم يكون بالثناء عليهم وبالكلمة الطيبة وبالدعاء لهم
“Dalam hadits ini terdapat celaan orang yang tidak berterimakasih kepada manusia atas perbuatan baik mereka. Didalamnya juga terdapat dorongan untuk berterimakasih kepada manusia atas perbuatan baik mereka. Sedangkan berterimakasih kepada manusia atas perbuatan baik mereka itu dengan cara memuji mereka, dengan (mengucapkan) kalimat baik serta mendoakan kebaikan untuk mereka”.
Ibnul Atsir rahimahullah berkata dalam An-Nihayah 2/1200 :
معناه إن الله تعالى لا يقبل شكر العبد على إحسانه إليه، إذا كان العبدُ لا يشكر إحسان الناس ويكفر أمرهم، لاتصال أحد الأمرين بالآخر
Maknanya : Allah Ta’ala tidak menerima (amalan) syukur seorang hamba atas perbuatan baik Allah kepadanya jika ia tidak berterimakasih atas perbuatan baik manusia dan mengingkari kebaikan mereka, karena memang dua hal ini saling berkaitan erat.
وقيل معناه أن من كان من عادته وطبعه كفران نعمة الناس وترك شكره لهم، كان من عادته كفر نعمة الله عز وجل وترك الشكر له
Ada yang berpendapat maknanya :
Bahwa orang yang tabiat dan kebiasaannya mengingkari nikmat yang didapatnya melalui orang lain dan tidak berterimakasih atas kebaikan manusia, maka biasanya juga suka mengingkari nikmat Allah ‘Azza Wa Jalla dan tidak bersyukur kepada-Nya.
وقيل إن من لا يشكر الناس كان كمن لا يشكر الله عز وجل وإن شكره ،كما تقول: لا يحبني من لا يحبك، أي: إن محبتك مقرونة بمحبتي، فمن أحبني يحبك، ومن لا يحبك، فكأنه لم يحبني.
Ada yang berpendapat maknanya :
orang yang tidak berterimakasih kepada manusia seperti orang yang tidak bersyukur kepada Allah ‘Azza Wa Jalla, meskipun ia bersyukur kepada-Nya, sama seperti anda mengucapkan : “Tidaklah mencintaiku orang yang tidak mencintaimu”. Maksudnya cinta (orang) kepadamu terikat dengan cinta (nya) kepadaku, maka barang siapa mencintaiku haruslah ia mencintaimu, (sebaliknya) baransiapa yang tidak mencintaimu seolah-olah ia tidak mencintaiku!
وهذه الأقوال مبنية على رفع اسم الله عز وجل ونصبه
Semua pendapat ini dibangun atas didhommahkannya kata الله ‘Azza Wa Jalla dan difatahkannya.
In sya Allah, pada serial kedua akan dijelaskan lebih lanjut rincian perkataan Ibnul Atsir rahimahullah ini tentang dhommah dan fathah kata الله tersebut.
Baca Juga:
Penilis: Sa’id Abu Ukkasyah
Artikel: Muslim.or.id