Permasalahan ini sering muncul dari berbagai pihak ketika menghadapi hari Arofah. Ketika para jama’ah haji sudah wukuf tanggal 9 Dzulhijah di Saudi Arabia, padahal di Indonesia masih tanggal 8 Dzulhijah, mana yang harus diikuti dalam puasa Arofah? Apakah ikut waktu jama’ah haji wukuf atau ikut penanggalan Hijriyah di negeri ini sehingga puasa Arofah tidak bertepatan dengan wukuf di Arofah?
Syaikh Muhammad bin Sholih ‘Utsaimin pernah diajukan pertanyaan:
Kami khususnya dalam puasa Ramadhan mubarok dan puasa hari Arofah, di antara saudara-saudara kami di sini terpecah menjadi tiga pendapat.
Pendapat pertama: kami berpuasa bersama Saudi Arabia dan juga berhari Raya bersama Saudi Arabia.
Pendapat kedua: kami berpuasa bersama negeri kami tinggal dan juga berhari raya bersama negeri kami.
Pendapat ketiga: kami berpuasa Ramadhan bersama negeri kami tinggal, namun untuk puasa Arofah kami mengikuti Saudi Arabia.
Kami mengharapkan jawaban yang memuaskan mengenai puasa bulan Ramadhan dan puasa Hari Arofah. Kami memberikan sedikit informasi bahwa lima tahun belakangan ini, kami tidak pernah bersamaan dengan Saudi Arabia ketika melaksanakan puasa Ramadhan dan puasa Arofah. Biasanya kami di negeri ini memulai puasa Ramadhan dan puasa Arofah setelah pengumuman di Saudi Arabia. Kami biasa telat satu atau dua hari dari Saudi, bahkan terkadang sampai tiga hari. Semoga Allah senantiasa menjaga antum.
Jawaban:
Perlu diketahui bahwa para ulama berselisih pendapat dalam masalah ru’yah hilal apabila di satu negeri kaum muslimin telah melihat hilal sedangkan negeri lain belum melihatnya. Apakah kaum muslimin di negeri lain juga mengikuti hilal tersebut ataukah hilal tersebut hanya berlaku bagi negeri yang melihatnya dan negeri yang satu matholi’ (tempat terbit hilal) dengannya.
Pendapat yang lebih kuat adalah kembali pada ru’yah hilal di negeri setempat. Jika dua negeri masih satu matholi’ hilal, maka keduanya dianggap sama dalam hilal. Jika di salah satu negeri yang satu matholi’ tadi telah melihat hilal, maka hilalnya berlaku untuk negeri tetangganya tadi. Adapun jika beda matholi’ hilal, maka setiap negeri memiliki hukum masing-masing. Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Pendapat inilah yang lebih bersesuaian dengan Al Qur’an, As Sunnah dan qiyas.
Dalil dari Al Qur’an yaitu firman Allah Ta’ala,
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185). Dipahami dari ayat ini, barang siapa yang tidak melihat hilal, maka ia tidak diharuskan untuk puasa.
Adapun dalil dari As Sunnah, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا ، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا
“Jika kalian melihat hilal Ramadhan, maka berpuasalah. Jika kalian melihat hilal Syawal, maka berhari rayalah.” (HR. Bukhari no. 1900 dan Muslim no. 1080). Dipahami dari hadits ini, siapa saja yang tidak menyaksikan hilal, maka ia tidak punya kewajiban puasa dan tidak punya keharusan untuk berhari raya.
Adapun dalil qiyas, mulai berpuasa dan berbuka puasa hanya berlaku untuk negeri itu sendiri dan negeri yang terbit dan tenggelam mataharinya sama. Ini adalah hal yang disepakati. Engkau dapat saksikan bahwa kaum muslimin di negeri timur sana -yaitu Asia-, mulai berpuasa sebelum kaum muslimin yang berada di sebelah barat dunia, begitu pula dengan buka puasanya. Hal ini terjadi karena fajar di negeri timur terbit lebih dulu dari negeri barat. Begitu pula dengan tenggelamnya matahari lebih dulu di negeri timur daripada negeri barat. Jika bisa terjadi perbedaan sehari-hari dalam hal mulai puasa dan berbuka puasa, maka begitu pula hal ini bisa terjadi dalam hal mulai berpuasa di awal bulan dan mulai berhari raya. Keduanya tidak ada bedanya.
Akan tetapi yang perlu jadi perhatian, jika dua negeri yang sama dalam matholi’ (tempat terbitnya hilal), telah diputuskan oleh masing-masing penguasa untuk mulai puasa atau berhari raya, maka wajib mengikuti keputusan penguasa di negeri masing-masing. Masalah ini adalah masalah khilafiyah, sehingga keputusan penguasalah yang akan menyelesaikan perselisihan yang ada.
Berdasarkan hal ini, hendaklah kalian berpuasa dan berhari raya sebagaimana puasa dan hari raya yang dilakukan di negeri kalian (yaitu mengikuti keputusan penguasa). Meskipun memulai puasa atau berpuasa berbeda dengan negeri lainnya. Begitu pula dalam masalah puasa Arofah, hendaklah kalian mengikuti penentuan hilal di negeri kalian.
[Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, 19/24-25, Darul Wathon – Darul Tsaroya, cetakan terakhir, tahun 1413 H]
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin juga mendapat pertanyaan sebagai berikut, “Jika terdapat perbedaan tentang penetapan hari Arofah disebabkan perbedaan mathla’ (tempat terbit bulan) hilal karena pengaruh perbedaan daerah. Apakah kami berpuasa mengikuti ru’yah negeri yang kami tinggali ataukah mengikuti ru’yah Haromain (dua tanah suci)?”
Syaikh rahimahullah menjawab, “Permasalahan ini adalah turunan dari perselisihan ulama apakah hilal untuk seluruh dunia itu satu ataukah berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah. Pendapat yang benar, hilal itu berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah.
Misalnya di Makkah terlihat hilal sehingga hari ini adalah tanggal 9 Dzulhijjah. Sedangkan di negara lain, hilal Dzulhijjah telah terlihat sehari sebelum ru’yah Makkah sehingga tanggal 9 Dzulhijjah di Makkah adalah tanggal 10 Dzulhijjah di negara tersebut. Tidak boleh bagi penduduk Negara tersebut untuk berpuasa Arofah pada hari ini karena hari ini adalah hari Iedul Adha di negara mereka.
Demikian pula, jika kemunculan hilal Dzulhijjah di negara itu selang satu hari setelah ru’yah di Makkah sehingga tanggal 9 Dzulhijjah di Makkah itu baru tanggal 8 Dzulhijjah di negara tersebut. Penduduk negara tersebut berpuasa Arofah pada tanggal 9 Dzulhijjah menurut mereka meski hari tersebut bertepatan dengan tanggal 10 Dzulhijjah di Mekkah.
Inilah pendapat yang paling kuat dalam masalah ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian melihat hilal Ramadhan hendaklah kalian berpuasa dan jika kalian melihat hilal Syawal hendaknya kalian berhari raya” (HR Bukhari dan Muslim).
Orang-orang yang di daerah mereka hilal tidak terlihat maka mereka tidak termasuk orang yang melihatnya.
Sebagaimana manusia bersepakat bahwa terbitnya fajar serta tenggelamnya matahari itu mengikuti daerahnya masing-masing, demikian pula penetapan bulan itu sebagaimana penetapan waktu harian (yaitu mengikuti daerahnya masing-masing)”.
[Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, 20/47-48, Darul Wathon – Darul Tsaroya, cetakan terakhir, tahun 1413 H]
Demikian penjelasan dari Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah. Intinya, kita tetap berpuasa Ramadhan, berhari raya dan berpuasa Arofah sesuai dengan penetapan hilal yang ada di negeri ini, walaupun nantinya berbeda dengan puasa, hari raya atau wukuf di Saudi Arabia.
Hanya Allah yang memberi taufik.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
alhamdulillah..barakallah
Assalamu`alaikum
Pendapat yang pertama,menurut saya baru mungkin bisa berlaku di negara kurang 12-16 jam dari Saudi misalnya Hawaii mengingat waktu Hawaii dikurangi 13 jam dari Saudi Arabia. Tapi untuk Indonesia,maka saya rasa lebih baik ikuti Saudi Arabia hanya beda 4 jam. Mengingat tak perbedaan yang terlalu besar. Walaupun demikian hal ini merupakan ikhtilaf yang masih diperbolehkan, selamat Idul Adha 1431 H.
Waktu ibadah dalam Islam sebenarnya bersifat lokal.
Waktu salat dan puasa ditentukan secara lokal berdasarkan fenomena matahari ditempat tersebut.
Ibadah haji pun ditentukan secara lokal di Arab Saudi.
Belum pernah ada laporan Arab Saudi mengumpulkan informasi dari seluruh dunia sebelum memutuskan hari wukufnya.
Kalau pun di Amerika terlihat hilal dan di Arab Saudi belum,
yang secara astronomis memungkinkan,
belum tentu Arab Saudi mengambilnya sebagai keputusan rukyatul hilal.
Padahal orang yang selalu mengikuti keputusan Arab Saudi sering mencari pembenaran dengan alasan mengikuti rukyat global.
Dasar hukum rukyat lokal secara umum
(termasuk penentuan awal Dzulhijjah) adalah hadits Nabi yang memerintahkan berpuasa bila melihat hilal dan berbuka atau beridul fitri bila melihat hilal.
Sedangkan penampakan hilal bersifat lokal, tidak bisa secara seragam terlihat di seluruh dunia.
Demi keseragaman hukum di suatu wilayah, pemimpin umat bisa menyatakan kesaksian di mana pun di wilayah itu berlaku untuk seluruh wilayah.
Hal yang perlu dipertimbangkan,
melaksanakan idul adha 16 November 2010 bisa disebut mendahului,
bukan mengikuti,
idul adha di Arab Saudi.
Dari segi waktu salat idul adha,
pasti mendahului.
Saat di sini melaksanakan salat idul adha pukul 06.30 WIB, di Arab Saudi masih pukul 02.30 dini hari.
Dari segi tanggal pun mendahului,
di Indonesia saat itu masih 9 Dzulhijjah 1431.
Karena waktu ibadah bersifat lokal, semestinya juga mengacu pada waktu di Indonesia. Karena di Indonesia idul adha jatuh pada 17 November 2010, maka sah puasa pada 16 November 2010.
Lain soal bagi orang yang yakin
(dengan didasari pertimbangan aqli dan naqli) dengan ijtihad bahwa idul adha jatuh pada 16 November 2010,
maka bagi mereka terikat pada ketentuan yang diyakininya bahwa hari itu haram berpuasa.
Assalamu’alaikum..
Barokallohu fikum. Ada yang masih mengganjal pada hati ana mengenai penetapan kalender hijriah terutama di negeri kita ini (Indonesia). Kalaupun pemerintah kita menentukan dasar hijriyah berdasarkan hilal, tapi kenapa kalender hijriyah sudah ada pada saat tahun baru masehi datang? Contoh akhir tahun 2010 atau awal tahun 2011 nanti, banyak orang yang menjual kalender masehi yang dilengkapi tahun hijriyah selama satu tahun. Lalu dimana letak para ulil amri berpijak pada hilal? Jazakallohu khoirul jazaa’. Mohon penjelasannya agar kami kuat dalam berhujjah.
wassalamu’alaikum.
#Ukhti Fillah
Wa’alaikumussalam. Untuk pembuatan kalender tentu menggunakan hisab, bahkan di saudi sekalipun. Karena tidak mungkin membuat kalender dengan mengandalkan ru’yah, sehingga untuk mengetahui tanggal2 bulan mendatang anda harus menunggu akhir bulan. Dan para ulama membolehkan penggunaan hisab untuk pembuatan kalender. Silakan simak:
http://addariny.wordpress.com/2009/09/12/siapa-yg-salah-kaprah-dlm-waktu-subuh-5/
Namun untuk tanggal-tanggal yang berkaitan dengan sah-tidaknya ibadah, pemerintah melakukan ru’yah kembali, semisal pada penentuan 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 1 Dzulhijjah. Oleh karena itu kita jumpai setiap mendekati tanggal2 tersebut, pemerintah akan mengeluarkan pengumuman.
Wallahu’alam.
Hayyakumullah, sebelumnya afwan jiddan, saya hendak memberikan sudut pandang yg sedikit berbeda:
1. Saya sepakat dengan khilaaful mathooli’ dan insya Allah inilah pendapat yg rajih. Contoh penerapannya adalah pada pelaksanaan puasa romadhon, sholat ‘ied dan hari kurban (kita harus mengikuti keputusan negeri setempat, berdasar kaidah ”al-haakim yarfa’ul khilaaf” sebagaimana disebutkan oleh al-Imam Ibn ‘Utsaimin di atas)
2. Namun khusus untuk hari Arofah, puasa sunnah pada hari tersebut (bagi non-haji) terikat dg TEMPAT dan PERISTIWA, yaitu ‘AROFAH dan WUKUFnya para jama’ah haji di tempat tersebut. Dalilnya bersifat lebih khusus (jika dibandingkan dengan dalil mereka yang menganjurkan puasa pada tgl 9 Dzulhijjah versi lokal), dalil yg saya maksud adalah sabda Nabi tentang fadhilah shaum arofah: ”Shaumu yaumi ‘arofah ahtasibu…..dst”, di sini Nabi menamakannya secara khusus dg ”yaum ‘arofah”, penamaan yg mengisyaratkan bahwa puasa arofah terikat dengan peristiwa wukuf. Bagi mereka yg mengatakan bahwa puasa arofah terikat dg waktu (mathla’ masing-masing) maka wajib mendatangkan dalil yang me-muqayyad-kan atau menafsirkan makna ”yaumi ‘arofah” di atas sebagai hari ke-9 Dzulhijjah atau sehari sebelum ‘iedul adh-ha.
Dikatakan bahwa ada hadits yg menegaskan bahwa puasa arofah dilakukan pada hari ke-9 Dzulhijjah (inilah contoh dalil ”yg me-muqayyadkan atau menafsirkan” yg saya maksud), namun sampai sekarang saya (dikarenakan kelemahan dan minimnya ilmu) tidak menemukan hadits tersebut untuk ditelaah lebih lanjut.
Jika hadits ini benar-benar ada dan shahih, maka selesailah masalah, tidak perlu lagi ada khilaf, kita akan sepakat bahwa puasa arofah hanya terikat dengan waktu (yakni 9 Dzulhijjah). Namun jika ”hadits” tersebut tidak ada atau ada tapi tidak kuat, maka tentu antum semua tahu bagaimana konsekuensi hukumnya.
3. Adapun mengenai pendapat yang mulia Ibn ‘Utsaimin (semoga Allah mengumpulkanku dengannya di surga karena kecintaanku padanya), maka bukan berarti apa yg saya tulis ini adalah wujud ”tidak hormat” pada beliau, tidak…sekali-kali tidak.
Demikian pendapat saya, jika ada sanggahan dalil, saya siap rujuk jika ternyata pendapat yg saya pilih keliru, semoga Allah, menambahkan ilmu yg bermanfaat bagi kita semua.
#Johan Saputra Halim
Jika anda mau sedikit menelaah lagi fatwa di atas, Syaikh Ibnu Utsaimin membawakan dalil yang kuat. Yaitu hadits:
إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا ، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا
“Jika kalian melihat hilal, maka berpuasalah. Jika kalian melihat hilal, maka berhari rayalah” (HR. Bukhari no. 1900 dan Muslim no. 1080).
Dari hadits ini jelas bahwa waktu berhari raya dan berpuasa berkaitan dengan hilal. Dan Syaikh tidak membedakan hal ini antara Idul Fitri dan Idul Adha.
Lebih lagi diperkuat secara lebih tegas oleh hadits riwayat Muslim:
إذا رأيتم هلال ذي الحجة ، وأراد أحدكم أن يضحي ، فليمسك عن شعره وأظفاره
“Barangsiapa melihat hilal bulan Dzulhijjah, dan ia berniat untuk berqurban, maka janganlah memotong rambut dan kukunya” (HR. Muslim no.1977)
Dan dalam riwayat lain menggunakan lafadz إذا دخلت العشر “Jika memasuki 10 hari pertama”. Tegas bahwa syariat berkaitan dengan bulan Dzulhijjah ditentukan dengan tanggal dan hilal.
Lebih lagi didukung oleh hadits yang menyatakan bahwa hari raya dan puasa dilakukan sesuai waktu yang diketahui oleh penduduk ditempat tersebut sebagai waktu yang sah.
الفطر يوم يفطر الناس، والأضحى يوم يضح الناس
“Iedul Fithri adalah ketika orang-orang berbuka dan Iedul Adha adalah hari ketika orang-orang berqurban” (HR. Tirmidzi no.802, ia berkata: “Hasan Gharib Shahih”)
Saya setuju pendapat Ustadz Muh. Abduh Tuasikal. Mohon dilihat komentar saya untu Sdr. Fahrul di https://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/amalan-sholih-di-awal-dzulhijah-dan-puasa-arofah.html/comment-page-1#comments. Tks. Sekali lagi semoga kemajuan Teknologi Informasi yang menyebabkan kita tahu dengan cepat tanggal di Haram, tidak menjadikan kita mengarah ke Sistem sentralistik keagamaan, sekuler, dikotomi negara dan agama seperti Negeri Vatikan. Insya Allah.
Assalamualaykum,,
afwan, hanya mau konfirmasi saja karena kebingungan yang masih saya rasakan..
jadi, untuk Indonesia Puasa Arafah dilakukan tgl 16 Nov 2010 dan idul ‘adha tanggal 17 Nov 2010..
Lalu bagaimana hukumnya bagi orang yang melaksanakan puasa arafah tanggal 15 dan idul ‘adha tanggal 16???
karena saya tadi bertanya pada salah satu teman yang sedang belajar di Ma’had Imam Asy-Syafii bahwa Puasa Arafah dilaksanakan tanggal 15, tetapi untuk Idul ‘Adha ikut pemerintah (17 Nov)..
Jazakallahu khair…
jadi, klo untuk idul adha tahun 1431 H ini, kapan puasa arofahnya?
klo manut pemerintah kan hari raya tgl 17 nov 2010, nah untuk puasa arofahnya tgl 15 apa 16?
syukron
#masjoy #Manggala
Iya benar, puasa arafahnya tanggal 16 November 2010.
#masjoy #Manggala dan ikhwah fillah semua
mungkin bisa baca versi tulisan lain tentang puasa arofah di http://faaisy.wordpress.com/2010/11/15/puasa-arofah-knapa-mesti-bingung/ sekedar memberikan tambahan maroji/referensi keilmuan. kerana biasanya kita tak biasa dengan perbedaan(dlm fikiyah) coba tengok masa kita duduk tawaruk sedang biasanya ikhwah duduk iftirasy? inti dari pendapat sebagaimana di tulis oleh ust abdullah tuasikal dan yang senada adalah masalah penjagaan persatuan umat. akan tetapi kita cuba bedakan batasannya. ingatkan puasa arofah beda dengan ramadhan secara sifat maupun konsekuensi kan. lagi pula dalil yang dipakai masih bersifat umum. sedang puasa arofah lebih khusus maka dibutuhkan dalil yang khusus pula bukan dengan dalail yang ‘am.
semoga bermanfaat dan afwan apabila kurang berkenan.
Sekalian mo nanya, Ustadz.
Bagaimana dengan kurbannya, bila saya meyakini hari raya idul adha jatuh pada hari rabu tanggal 17 November 2010, tapi dilingkungan sekitar melaksanakan kurban pada tanggal 16 November?
Harus digimanain hewan kurban saya?
assalamu’alaikum, setelah membaca beberapa artikel yang ada, maka saya berharap kepada ikhwan sekalian baik penulis maupun komentator, agar lebih berhati-hati dalam miyikapi permasalahn ini artinya hendaknya kita tetap berpegang teguh den fatwa-fatwa para ulama’ robbaniyyun yang senantiasa berlandaskan pada al-qur’an dan sunnah dan apa yang di bawah oleh Rosululloh shallalallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat dan ulama’ assalafus sholih, artinya senantiasa kita bertanya kepada orang yang mumpuni dalam hal ini, maaf seperti jawaban akh yulian yang mengatakan bahwa puasa arofah jatuh pd tgl 16 nov (selasa) padahal pemerintah indonesia telah memberikan keleluasan untuk memilih hari raya idul adha antara selasa (Muhammadiyya) atau rabu (pemerintah) sedang realitanya sekarang bahwa jamaah haji sudah berangkat menuju arofah pada hari senen. maka dalam hal ini ada yang berpendapat kita harus memilih yang paling arjah (kuat) dari dua pilihan yang telah diberikan oleh Pemerintah, mohon dikaji ulang. wallahu ta’ala ‘alam
@Johan Saputra Halim
saya ingin bertanya sedikit kepada akh johan, bukankah wukuf arafah itu dilakukan pada tanggal 9 dzulhijjah? dan pernahkah wukuf arafah itu dilakukan di selain tanggal 9 dzulhijjah?
jika wukuf arafah ternyata dilakukan pada tgl 9 dzulhijjah, tidak di tanggal selainnya, maka ini dalil secara implisit/mafhum/kontekstual) bahwa puasa arafah itu dilakukan pd tanggal 9 dzulhijjah.
wallahu ta’ala a’lam.
# yulian purnama. kalau puasa arofa tgl 16 Nov. 2010 di mekkah sana udah pada lempar jumrah. gimana nih yg benar. puasa arofah jika orang yang tidak menunaikan haji. dan waktu puasa arofah yaitu jemaah haji sedang berada atau sedang wukuf di pada arofah, dan saat ini (15 Nov. 2010) jemaah haji sedang menuju arofah. …..???????#$%^&@
#masdan
Bisa mencari panitia yang melaksanakan pada tanggal 17, atau bisa pula menyembelih sendiri. Menyembelih sebelum hari H yang anda yakini, bisa menyebabkan qurban anda hanya sebatas sedekah biasa.
#imam
Hari raya idul adha dan puasa arafah dilakukan sesuai waktu yang diketahui oleh penduduk ditempat tersebut sebagai waktu idul adha dan puasa yang sah. Silakan baca kembali komentar kami sebelumnya.
#maa a’alamu syai
Selama pemerintah itu muslim, maka terhadap sesama muslim semestinya mengedepankan husnuzhan. Terlebih lagi jika ia ahli dibidangnya, terlebih lagi jika orang yang meragukan bukan ahli di bidang itu.
Tim ru’yah dari pemerintah, mereka muslim, mereka ahli fiqih, ru’yah dan astronomi. Nah, yang meragukan mereka, ahli atau bukan?
naam akh..ana setuju dengan fatwa syaikh Utsaimin.mafsadahnya jg besar jika dibandingkan dengan menyelisihi umara/pemimpin negara/ mengikuti waktu arofah arb saudi.dengan ikut pemerintah kerukunan,kesatuan,kebesaran islam kan terlihat.umat islam jg tidak perlu jauh2 sekali tuk melaksanakan sholat Idul Adha. pimpinan organisasi yang mendahului keputusan pemerintah jg tidak punya hak untuk memutuskan/ memerintahkan umat islam disuatu negara untuk berpuasa/idul Adha.Dg Mengikuti pemerintah sbg wujud kita tunduk,patuh pd pemimpin/MUI{selama tidak memrintahkan untuk bermaksiat terhadap Alloh SWT}dll..
Assalamu`alaikum
Apabila ada perselisihan di antara kita soal shalat `Id kembalikan semuanya kepada Al-Qur`an dan As-Sunnah. Selamat Idul Adha
saya seorang Nahdliyyin, saya berhari raya sesuai keputusan Pemerintah dan PBNU yaitu tanggal 17 Nopember 2010.
dengan adanya tulisan ini, saya lebih yakin dengan apa yang telah diputuskan pemerintah tersebut.
karena dari kalangan salafi pun, -afwan, yang biasanya berseberangan dengan kami- pun ternyata berpuasa Arafah tanggal 16 Nopember.
Terima kasih pencerahannya, salam ukhuwah islamiyah..
afwan… kan di Indonesia terjadi adanya krisis kepercayaan kepada pemerintah… bahkan ada yang berani bilang bahwa pemerintah itu ssat.. tu bagaimana menanggapinya?? sementara diatas kita tetap harus berpedoman terhadap pemerintah.. allahua’lam. syukron.. harap dibalas..
@ Yulian Purnama
Sebaiknya permasalahan ini diserahkan kembali kepada masing2 individu. Saya pribadi meyakini puasa Arofah harus mengikut ke Mekkah karena memang ibadah Haji adalah Arofah, Bukan di padang Sidempuan atau padang rumput hijau yang ada di Senayan.
Pada kasus Shaum Ramadhan ayat tersebut memang diturunkan karena dalam rangka perintah dari Allah untuk melakukan shaum ramadhan yang sifatnya wajib bukan sunnah. Waktunya pada masing2 negeri. Ibadah Haji ini dilakukan di satu tempat, Baitullah … bukan di masing2 negeri. Kalo Kita menyepakati Haji tak mesti ke Baitullah maka bolehlah mungkin kita menunaikan puasa Arofah di masing2 negeri.
Dari sang fakir.
assalamu ‘alaykum…
wah afwan, tapi lagi-lagi saya menemukan artikel tentang hal ini tapi jawabannya (lagi-lagi) tidak menjawab pertanyaan…
yang ditanyakan di atas adalah: puasa arafah ikut waktu wukuf, atau ikut 9 dzulhijah (Indonesia)? Kemudian dalilnya mana?
sehingga tidak membingungkan bagi orang awam seperti saya.
cukup 2 pertanyaan itu saja yang dijawab.
karena saya mendapati (di artikel-artikel lain juga)jawabannya adalah tidak menjawab pertanyaan, yaitu: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian melihat hilal Ramadhan hendaklah kalian berpuasa dan jika kalian melihat hilal Syawal hendaknya kalian berhari raya” (HR Bukhari dan Muslim).
tidak menjawab pertanyaan apakah ikut 9 dzulhijah, atau waktu wukuf(dan dalilnya yang menyatakan itu).
okelah saya menangkap bahwa yang digunakan adalah 9 dzulhijah, tapi dalilnya yang mana ya? jangan dijawab dengan hadits di atas karena itu tidak menjawab pertanyaan.
syukron atas jawabannya.. :)
#ikhsan
Wa’alaikumussalam. Jika anda membaca teks asli hadits tersebut, tidak disebutkan Ramadhan atau Syawal. Oleh karena itu pada asalnya hadits ini juga berlaku pada puasa arafah dan Idul Adha. Maka puasa arafah dan idul adha ditentukan berdasarkan hilal. Sedangkan terlihatnya hilal itu berbeda-beda di setiap daerah, sehingga puasa arafah dan Idul Adha berbeda-beda waktunya di setiap daerah tergantung hilalnya. Ketika hilal mulai terlihat itulah 1 Dzulhijjah, dan puasa arafnya hari ke-9 setelah itu, idul adha-nya hari ke-10 setelah itu.
Mohon simak juga komentar saya yang sebelumnya. Semoga dapat dipahami.
Manggala= Tidak ada dalil bahwa puasa tanggal 15 terus sholat tanggal 17, ini adalah hal yang janggal, sudah jelas apa yang dijelaskan oleh syaikh utsaimin. Bagi yang mengambil puasa tgl 15 berarti dia tidak mengakui adanya rukyatul hilal yang telah ditetapkan pemerintah, tgl 15= 8 dzulhijjah puasa jg boleh tetapi bukan puasa arofah, bila kita puasa mengikuti pelaksanaan arofah maka umpama pada waktu arofah arab trdpt musibah dan diundur waktunya apakah kita akan ikut mundur puasanya, kalau kita mengikuti hasil rukyatul hilal yang telah ditetapkan pemerintah kita jelas sudah bahwa tanggal 9 dzulhijjah jatuh pada 16 nov 2010 hari selasa. wallahu ‘alam
Segala puji bagi Allah ana beserta karyawan hari ini Senin tanggal 15-11-2010 sudah melaksanakan puasa arofah. Besok menghormati yang puasa, dan baru shalat id nya hari Rabu tanggal 17-11-2010. Semoga Allah mengampuni saya yang lemah ini. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Engkau Ya Allah, dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan Engkau.
Bismillah
http://ulamasunnah.wordpress.com/2008/02/17/kapankah-kita-puasa-arafah-jika-ru%E2%80%99yah-hilalnya-berbeda-dengan-makkah/
Barokallahufikum
terima kasih atas informasinya mudah2an allah meridhoi qt smw amin..berbeda pandapat mrpkn hal yang manusiawi, kita serahkan saja smwnya pada allah swt.
wallahualam bishowab..
Untuk Sdr. Ikhsan, menambah jawaban Sdr. Yulian Permana, berikut kutipan salah satu jawaban saya di situs ini pada tema yang mirip:
Sebagai tambahan untuk Sdr. Ervan. Kalau dasarnya hilal di Haram. Bagaiman dengan ibadah kaum muslimin di luar Haram, sejak jaman Nabi sampai dengan ditemukannya teknologi informasi? Berarti sejak ada TI, dasar penetapan tanggal untuk beribadah diubah menjadi ikut penguasa Haram, bukan penguasa negerei itu masing-masing lagi, artinya bukan tanggal Qamariyah lagi dasarnya. Jadi kaum muslimin dulu beribadahnya salah, karena dasarnya tanggal Qamariyah? Astaghfirullah. Saya yakin, kaum yang berpendapat seperti antum baru muncul setelah diketahuinya dengan mudah tanggal di Haram untuk seluruh penduduk negeri di dunia akibat kemajuan teknologi. Jadi prinsip penanggalan berubah hukumnya dari Qamariyah yang berlaku di negeri itu diubah menjadi hanya yang ditetapkan oleh Penguada Haram. Wallahu a’lam.
Tambahan penjelasan:
Pada prinsipnya, setelah pelaksanaan wukuf, keesokan harinya melempar jumrah dan sebagai Hari Nahar. Ibadah puasa dan lebaran pakai tanda alam bulan atau penangaalan Qamariyah yang berbeda dengan ibadah shalat yang memakai tanda alam matahari.
Mungkin membantu bila kita bayangkan punya globe. Sebagian besar orang merasa Indonesia posisinya empat jam terlebih dahulu, padahal untuk sistem Qamariyah, tidak mesti begitu. Bisa kebalikannya, daerah kita lebih lambat 20 jam dari posisi Haram. Sebagai perbandingan, mungkin Ini juga membantu. Saudara kita umat Nasrani yang bermukim di negeri-negeri sekitar International
Date Line, karena garis tanggalnya tidak lurus, pada jam yang sama dan hari yang sama, satu negeri sudah merayakan Natal misalnya, sementara negeri lain masih tanggal 24 Desember. Walaupun mereka menganut Syamsiah calendar, tapi ini merupakan konsekuensi bumi bulat.
Yang membuat kita rancu, karena adanya teknologi informasi, bahwa kita sudah tahu di Haram wukuf, sementara kita menganggap waktunya puasa. Inilah mengapa timbul pendapat ketiga, yang menurut saya misleading karena justru tidak ada dasar. Mereka berpendapat puasa ikut Haram, lebaran ikut penanggalan setempat (yang penguasa kita tetapkan nanti Rabu).
Bils demikian, kembali lagi jawaban saya sebelumnya, bagaimana dengan ibadah nenek moyang kita sebelum ditemukannya teknologi informasi? Sekali lagi, karena kita tahu dengan cepat saat wukuf di Haram Karena adanya Televisi dll. Kesimpulannya, karena ibadah puasa dan lebaran pakai Qamariyah Calender, jadi tetap harus mengikuti tanggal. Wallaahu a’lam
Semoga pendapat kita semua yang berbeda-beda ini, mendapatkan ganjaran dari Allah swt. dan tidak memecah ukhuwah. Amien.
@akh yulian purnama
tambah njelimet ya, ana kasihan juga nih ada yg tambah bingung.
mungkin antum bisa jelaskan kpd ikhwan sekalian bhw akar permasalahan dlm hal ini adalah perbedaan rukyah hilal dzulhijjah, jd bukan pd wukuf arafahnya (pd tempatnya).
barakallahu fikum
Maaf, sedikit koreksi untuk jawaban saya di atas.
Negeri-negeri di sekitar International Date Line, pada jam yang sama dan “hari yang sama”. Saya beri tanda kutip ini, karena saatnya bersamaan. Tapi sebenarnya harinya berbeda. Mudah-mudahan membantu dan tidak membingungkan. Syukron.
Ikutilah Allah dan ikutilah Rasul dan Ulil Amri. Muhammadiyah dan NU serta organisasi keagamaan lainnya bukanlah pemerintah Indonesia.Takutlah kalau kita mengingkari ayat-ayat Allah.jagalah persatuan umat,jangan ada yang keras kepala diantara kita.kasian umat yang awam ini, taunya taklid saja.Hati-hatilah wahai pengambil keputusan, anda akan menanggung dosanaya, dosa perpecahan umat.afwan.
‘Afwan, berpegang pada tali agama Allah seluruhnya (alqur’an), maka mestinya kita kembali dan mengikuti kepada apa yang diperintahkan oleh Allah dalam al-qur’an.Hari raya ‘id,hanya ada satu hari dan sekali saja, bukan ada satu sampe tiga hari dan tga kali shalat ‘id, seperti di Indonesia.intinya mari kita jaga persatuan dan persaudaraan sesama umat Islam.syukran
“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul dan Ulil Amri diantara kamu”
Bagi yang melaksanakan Shalat Ied hari ini Selasa, semoga niatnya bukan karena di Haram kemarin sudah wukuf. Tetapi karena meyakini kalender Muhammadiyah yang dianut. Bila menganut mathla’ Makkah, hanya dikarenakan kita tahu dari berita bahwa di sana sudah wukuf kemarin, acuan beribadah kita rancu antara Qamariyah dan Syamsiah seperti saya jelaskan di share sebelumnya. Acuan sebenarnya beribadah untuk lebaran adalah Qamariyah, seperti sunnah.
Untuk Kalender Muhammadiyah, pada dasarnya, Muhammadiyah dan Pemerintah menganut mathla’ yang sama, yaitu Jakarta.
Hanya bagi saya, Muhammadiyah gagal meyakinkan saya bahwa: Definisi bulan baru mulai masuk saat hilal positif di atas horizon/ufuk. Wallaahu a’lam.
Assalamu`alaikum
Hari ini saya rujuk kepada pendapat ikut negeri masing2 setelah diteliti kembali…
Jakarta dan Mekkah tidak mungkin memiliki waktu yang sama. Sekarang tinggal mana yang lebih dulu dan mana yg mengikuti. Dari pembahasan di atas, saya lihat pokok masalahnya adalah bahwa saudara2ku seiman berputar-putar (insya Allah bukan tersesat) pada doktrin penentuan GMT bahwa Jakarta lebih dulu daripada Mekkah. Kita semua tahu bahwa doktrin tersebut sama sekali bukan ajaran dari Al-Qur’an dan Hadits. Kalau saya pribadi lebih yakin bahwa bila kita ragu mengenai penentuan hilal maka waktu di Ka’bah yang menjadi patokan awal. Sekali lagi tidak mungkin Jakarta dan Mekkah berada dalam satu waktu yang sama.
ini terjadi pada masa kini yg informasi bisa didapat secara cepat/sesaat, tapi bagaimana kondisi pada saat teknologi informasi belum ada.
contoh
umat islam pernah menguasai sampai andalusia th 92-896 H ( 711-1492 M) jarak makkah – andalusia +/- jarak makkah – sumatera (lihat peta dunia)
sedangkan pesawat telpon ditemukan th 1876 M oleh Alexander Graham Bell , pesawat radio ditemukan th 1895 M oleh Gugilelmo M. lalu pada saat itu bagaimana umat islam di andalusia mengetahui kapan terjadinya wukuf di arofah sehingga muskil informasi wukuf di arofah bisa diketahui dalam waktu tempo 8 hari setelah hilal di makkah , jadi bagaimana mereka puasa arofahnya ?
Assalamu’alaikum.
Mohon izin share :
Sebaiknya kita ikuti pemerintahan (MUI) di negeri kita ini. Kalau kita saling berpendapat sendiri-sendiri maka akan cepat Islam ini hancur dan berpecah-pecah, dan ini merupakan hal yang besar, jadi tidak bisa kita mempunyai pendapat sendiri-sendiri (karena pendapat itu termasuk ijtihad), Sedangkan ijtihad adalah hak para Ulama (Bukan umat secara individu).
Afwan kalau ada kata-kata yang salah.
@Yulian Pratama, abdullah:
syukron buat penjelasannya, sekarang saya lebih mengerti, tapi yang saya masih ngambang adalah dalil tentang anjuran rasul untuk puasa Arafah,,,
yang saya dapati adalah hadits ini:
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah Rahimahullah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والتي بعده .
“Berpuasa pada hari Arafah karena mengharap pahala dari Allah melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya”.
dan
Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
فطركم يوم تفطرون وأضحاكم يوم تضحون وعرفة يوم تعرفون
“Berbuka kalian adalah di hari kalian berbuka, penyembelihan kalian adalah di hari kalian menyembelih, dan ‘Arafah kalian adalah di hari kalian melakukan wuquf di ‘Arafah” [Diriwayatkan oleh Asy-Syaafi’iy dalam Al-Umm 1/230 dan Al-Baihaqiy 5/176; shahih dari ‘Athaa’ secara mursal. Lihat Shahiihul-Jaami’ no. 4224].
kalau dilihat, tidak ada penyebutan “tanggal 9 dzulhijah”, tetapi yang disebutkan adalah hari arafah.
dan pada hadits kedua disebutkan ” ‘Arafah kalian adalah di hari kalian melakukan wuquf di ‘Arafah”
nah, yang saya bingung apakah saya salah jika mengambil kesimpulan bahwa puasa arafah adalah puasa ketika rombongan haji sedang melakukan wuquf? (berdasarkan 2 hadits di atas)
jadi inti pertanyaannya adalah dalil disunnahkannya puasa arafah itu yang mana :)
syukron atas jawabannya :)
nb: jangan jadikan perbedaan sebagai bibit permusuhan antara umat Islam
#ikhsan
Hadits pertama tidak tegas menyatakan bahwa hari Arafah adalah hari wukufnya para Jama’ah haji di Arafah. Memang di sinilah letak ijtihad para ulama, yaitu dalam mengartikan yaumu ‘arafah. Sebagian ulama mengartikan yaumu arafah adalah hari yang tepatnya satu hari sebelum Idul Adha, atau tanggal 9 Dzulhijjah dan tidak berkaitan dengan wukufnya jamaah haji. Sebagaimana kita menyebut ‘malam lailatul qadar’ pada malam ganjil bulan Ramadhan, padahal di belahan negeri lain masih malam genap.
Hadits kedua, terjemah hadits yang demikian terlalu memaksakan. Karena teks hadits menyebutkan عرفة يوم تعرفون ‘hari arafah adalah hari yang diketahui oleh manusia’ bukan taqifuun (berwukuf). Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berdalil dengan hadits ini bahwa hari Arafah adalah hari yang dianggap oleh penduduk negeri setempat sebagai hari arafah, baik bersamaan atau tidak dengan hari wukuf.
Kedua hadits tersebut merupakan dalil disunnahkannya puasa Arafah.
Assalamu’alaikum.
saya sangat tertarik dengan kometar sdr abdullah
(Hanya bagi saya, Muhammadiyah gagal meyakinkan saya bahwa: Definisi bulan baru mulai masuk saat hilal positif di atas horizon/ufuk.) tolong antum jelaskan lebih rinci pengertian bulan baru menurut muhammadiyahitu tks.
Sdr. Ikhsan.
Untuk dalil nash baik al Qur’an maupun Hadits seperti yang dijelaskan oleh Sdr. Yulian Purnama.
Tambahan penjelasan saya. Hadits tsb. tetap tidak menggugurkan bahwa sistem perhitungan ibadah kita untuk puasa maupun berbuka adalah Qamariyah. Kebetulan di Indonesia hampir tidak ada yang “tidak sepakat”. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, bahkan saudara kita dari Muhammadiyah pun (yang notabene kebetulan tahun ini berbeda dengan Pemerintah) sepakat bahwa perhitungan harus Qamariyah BUKAN SYAMSIYAH, dan mathla’-nya sama antara Muhammadiyah dan Pemerintah yaitu negeri kita Indonesia. Mohon untuk tidak rancu mengenai ini. Kita menyaksikan (dari berita) bahwa Hari Arafah terjadi pada hari Senin, ini berdasarkan sistem Qamariyah mathla’ Makkah. Apabila kita meyakini bahwa hari Senin tsb. adalah Hari Arafah yang berlaku untuk seluruh dunia, jelas kita menganut sistem Syamsiyah bukan Qamariyah lagi seperti sunnah Rasul. Kita sadar sekali bahwa beliau menghitung hari berdasarkan kalender Qamariyah, TIDAK PERNAH SYAMSIYAH.
Kita tahu bahwa International Date Line posisinya ada di Lautan Pacific. Jadi otomatis Imdonesia selalu lebih dahulu dari Makkah. Karena perjanjian internasional menganut Syamsiyah. Ini yang membuat kita rancu, sehingga kita menyimpulkan harinya yaitu hari Senin untuk tahun ini.
Padahal kita tahu juga, penetapan Hari Arafah di Haram berdasarkan bulan Dzulhijjah tanggal 9. Jadi perhitungan mereka (Penguasa Haram) adalah “TANGGAL” Qamariyah. Kesimpulannya sekali lagi, kita beribadah harus memakai sistem Qamariyah.
Untuk membandingkan sekali lagi, bila Sdr. Ikhsan masih ragu, khusus untuk Arafah mengapa tidak perkecualian menganut Syamsiyah misalnya. Tentunya kita kembali lagi berpikir, bahwa hal ini akan mengarah sistem sentralsitik seperti saudara penganut Nasrani, dengan Vatikan-nya. Inilah nantinya yang bertentangan dengan hadits Nabi lainnya, bahwa kita puasa dan berbuka diminta melihat bulan.
Jadi saya kembali lagi ingin menyampaikan, bagi Ikhwan kita yang merayakan Ied kemarin hari Selasa, agar niatnya BUKAN karena berita ditetapkannya wukuf Senin oleh Penguasa Makkah, namun karena lebih menganut Kalender Muhammadiyah. Karena bila menganut Kalender Makkah, kita sudah tidak sunnah lagi (bukan Qamariyah namun Syamsiah).
Namun bagi saya, sekali lagi, saya insya Allah sholat Ied hari ini Rabu, karena bagi saya perehitungan kalender Pemerintah lebih rajih/kuat dasarnya. Karena Kalender Muhammadiyah belum bisa meyakinkan saya seperti yang saya sampaikan sebelumnya.
Untuk diskusi pwrbedaan penetapan di Indonesia bukan karena mathla’-nya (sekali lagi Pemerintah dan Muhammadiyah menganut mathla’ yang sama: Indonesia), namun lebih kepada beda definisi bulan baru. Yang menurut saya ijtihad dari saudara kita Muhammadiyah belum rajih. Dan saya sarankan ini dibahas di tema lain. Bukan di sini. Karena diskusi di forum ini adalah diskusi perbedaan antara Pemerintah/Muhammadiyah di satu sisi kontra ALIRAN TELEVISI (mohon maaf ini istilah saya, karena kesaksiannya berdasarkan Syamsiyah dimana tempat kita tinggal) di sisi lain.
Sekali lagi semoga lebih jelas, bila masih ragu, alhamdulillah, berarti kita masih concern terhadap masalah khilafiyah. Kepada Allah jua kita mohonkan petunjuk. Wallaahu a’lam.
Untuk Sdr. Ikhsan,
Mohon maaf ada paragraf yang ter-delete pada penjelasan saya sebelumnya.
Mengenai International Date Line (IDL), sekali lagi saya sampaikan bahwa ibadah kita yang berdasaarkan Sistem Syamsiah adalah sholat. Jadi, berbeda dengan puasa (Arafah), seperti sholat Jum’at, hanya berdasarkan harinya Jum’at. Sehingga, bila kita bermukim di negeri yang terletak sedikit di sebelah Barat dari IDL dan kita sedang melaksanakan sholat Jum’at misalnya nanti tanggal 19 November 2010, saudara muslimin lainnya yang tinggal di negeri yang terletak sedikit sebelah Timur dari IDL pada saat yang sama masih hari Kamis tanggal 18 November 2010. Jadi harus menunggu 24 jam persis untuk melaksanakan sholat Jum’at (baru keesokan harinya). Ini karena ibadahnya sholat. Sementara untuk ibadah puasa dan berbuka (lebaran), harus pakai Qamariyah seperti saya terangkan sebelumnya. Karena rangkaian ibadah haji termasuk wukuf, jumrah, dll. perhitungannya juga Qamariyah, tidak bisa dirancukan dengan Syamsiyah.
Selanjutnya, saya menghimbau kepada ikhwan muslimin yang berbeda pendapat, tidak dengan mudah mengharamkan apa yang dilakukan oleh saudaranya yang lain yaitu yang sedang melaksanakan puasa sunnah Arafah hari Selasa kemarin. Semoga bermanfa’at.
Marilah kita saling MENGAJAK menuju kebenaran BUKAN MENGEJEK. Saling MERANGKUL, BUKAN MEMUKUL. Dan untuk kebenaran kita saling ARGUMEN, BUKAN SENTIMEN.
Wallaahu a’lam.
Sdr. Ikhsan,
Setelah saya teliti lagi, mungkin ada yang perlu saya tambahkan. Maklum, tidak pakai PC atau laptop, layar monitornya kecil.
Sdr. Ikhsan menanyakan, apakah salah bila puasa, saat orang-orang wukuf? Sesuai dengan perintah Nabi.
Kembali lagi, saya sampaikan, kebetulan kita terletak sebelah Barat IDL dan sebelum Haram/Makkah maupun Arafah. Andai kita mukim di posisi 180 derajat dari Haram, kita akan puasa bukan saat wukuf, bisa sebelum, bisa sesudahnya. Karena saat siang di sana hari, tentunya di Arafah masih/sudah malam hari.
Jadi bagaimana hukumnya bila kita tinggal di sana? Kalau kita pakai, yang penting Senin siang puasa ( untuk tahun ini), inilah yang saya sebut kita tidak konsisten dalam beribadah. Kita campur aduk antara Qamariyah dan Syamsiyah.
Wallaahu a’lam.
Sdr. Ikhsan,
Mohon maaf, tambahan lagi. Sekarang saya ambil contoh bila kita adalah mukimin di sekitar IDL. Bila menurut Sdr. kita harus puasa saat jama’ah haji wukuf. Bila kita tinggal di sebelah Barat IDL, kita disunnahkan puasa seperti pendapat Sdr., karena sudah hari Senin tanggal 15 November 2010 (contoh Hari Arafah untuk tahun ini). Di sisi lain, di saat yang sama, bila kita tinggal di sebelah Timur IDL, kita masih hari Minggu tanggal 14 November 2010. Tapi kalau menurut anda, karena saatnya jama’ah wukuf, maka puasa. Padahal, mungkin kedua negeri itu, baik di sebelah Barat maupun di sebelah Timur IDL, karena mathla’-nya “sama”, tanggal Qamariyahnya sama dengan hari yang berbeda, Minggu dan Senin. Untuk ini terlihat, bahwa anda merujuk Qamariyah, karena tanggal Qamariyah-nya sama. Padahal, kalau lihat saat wukufnya, yang bagi anda berlaku seluruh dunia anda terlihat mengacu Syamsiyah. Inilah sekali lagi letak ketidakkonsistenannya. Semoga membantu.
Wallaahu a’lam.
Alhamdulillah dpt penjelasan yg ckup memuaskan dr saudara abdullah.
Sekedar usul sj,bgmn jk bpk abdullah membuat artikel khusus mengenai hal ini dr sdut pandang astronomi shng bisa diambil manfaatnya oleh kami.insya Allah redaksi muslim.or.id mungkin bisa mempublish meski idul adha telah lewat.
Barakallahu fikum
mohon maaf sebelumnya, saya hanya orang yang awam…
disini masalahnya adalah penetapan oleh ulil amri/pemerintah…
kalo umat islam sedunia diperintah oleh satu pemerintah, mungkin nggak akan terjadi perbedaan2 seperti ini…
saya bukan dari golongan NU, Muhammadiyah, HTI,ato golongan lainnya… hanya seorang awam yang ingin umat ini bersatu padu baik dalam hal beribadah juga dalam muamalah kehidupan sehari2..
Assalamu`alaikum
Ana setuju untuk diadakan artikel dari akhi abdullah,cuma ana ingin sekedar mengingat walaupun kita memakai sistem kalender Syamsiyah tapi itu tak membuat perhitungan Qamariyyah seluruh dunia(satu mathla`) menjadi tak berlaku. Nanti ada yang mengatakan kan ada perbedaan jam antar negara tapi perlu d ingat bukankah bila kita shalat di kutub dianjurkan mengikuti Mekkah atau negara Muslim terdekat.
ada link bermanfat untuk menambah ilmu dlm permasalhan ini
http://www.fawaaid.sg/2010/11/puasa-arafah-mengikut-imam.html
Seharusnya puasa Arafah dan Idul Adha tidak dikaitkan dengan Ibadah haji ataupun wukuf, karena Nabi Muhammad sendiri pun tidak pernah mengaitkannya . .
Nabi memerintahkan kaum muslimin untuk Puasa Arafah dan Idul Adha sejak awal beliau hijrah ke Madinah . Sedangkan Ibadah Haji beliau lakukan pada akhir da’wah beliau , setelah peristiwa fathul Makkah . .
Jadi Nabi selama bertahun-tahun berpuasa arafah dan berhari raya tanpa ada satu orang pun yang wukuf , dan memang belum ada wukuf .
jadi tidak benar jika puasa Arafah harus mengikuti wukuf.
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
‘Afwan, saya sangat setuju dengan pendapat Ustadz Abdullah, apa yang dipaparkan oleh beliau ini sudah sangat jelas Argumentasinya mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadits Sohih, jadi tidak ada alasan untuk tidak sami’na wa ato’na.
Syukron Hadaanalloohu minnaa wainkum ajma’iin.
puasa arofa mengikuti hari terjadinya wukup sedangkan hari idhul adha mengikuti pemerintah masing2. Karena puasa arofah adalah ibadah pribadi tidak ada keterangan harus ikut pemerintah, yang ada malah puasa aropa ikut wukup. Sedangkan penetapan hari ied adalah ibadah jama’ai wajib ikut pemerintah setempat. pemerintah kita adalah pemerintah indonesia maka urusan ibadah jama’i semuanya tidak boleh menyelisi pemerintah. apabila pemerintah benar dalam ijtihadnya maka kita dapat pahala sedangkan bila salah maka kita tidak mendapat dosa.
oh ya, sedikit tambahan kepada orang yang mengatakan tidak setuju dengan 1 kesatuan ibadah dalam agama karena seperti vatikan, kemudian dikatakan desentralisasi agama. namun saya pernah membaca difacebook bahwa syeh albani sendiri condong untuk disatukan karena hal itu akan menghilangkan perbedaan dikalangan kaum muslimin. kemudian tentang perbedaan yang terjadi dimasa salaf hal itu karena informasi sulit tersebar sehingga masing2 penguasa berijtihad sendiri. demikian inti dari perkataan beliau. saya sendiri condong pada pendapat ikut pemerintah kalau pemerintah menyatukan seluruh dunia maka saya ikut, tapi khusus untuk puasa arofa karena ini adalah amalan pribadi yang tidak harus ikut pemerintah dan pemerintahpun tidak mengaturnya maka saya ikut wukup aropa. adapun shalat ied ada dalil khusus untuk ikut pemerintah karena ini termasuk hak penguasa setempat.
pendapat di atas baru jelas dan dapat dimengerti
penjelasanya sudah sangat gamblang dan mencerahkan termasuh penjelasan dari bpk mubin.
kadang yg membikin terbentur2 adalah saat badan kita qamariyah tapi kepala kita syamsiah. padahal nature dari keduanya jelas berbeda inilah yg sering membuat komplikasi. Qamariyah Zone jg beda dg UTC Zone.
Sesungguhnya apa yg sudah dituntunkan Rasul SAW itu sudah jelas dan mudah krn memang Agama Itu Mudah dan Memudahkan.
Alhamdulillah. Masalah ini sebenarnya jelas kalau dilihat dari sudut pandang siapa yang berhak menentukan waktu Iedul Adha maupun Iedul Fithri. Dari berbagai hadits shohih kan yang berhak menentukan adalah pemimpin umat atau pemerintah. Jadi selaku yang dipimpin harusluh tunduk terhadap pemimpinnya. Dan inilah yang sebetulnya difatwakan Syekh Utsaimin Rahimahullah agar umat Islam mau tuntuk terhadap pemimpinnya sehingga menjadi umat yang kuat dan tidak terpecah belah.
Kenapa hadits yang menyuruh kita puasa Arofah malah ngga ada mas Admin?
#Siardhi
Fokus pembahasan artikel ini bukan tentang keutamaan puasa arafah namun mengenai waktunya. Untuk keutamaan puasa Arafah silakan baca:
https://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/amalan-sholih-di-awal-dzulhijah-dan-puasa-arofah.html