Bencana alam merupakan fenomena alam yang terjadi karena adanya aktifitas fisik dari berbagai benda-benda di alam. Lalu bagaimana mungkin terjadinya bencana alam dikaitkan dengan moralitas, kemaksiatan, kesyirikan, hal-hal yang bukan aktifitas fisik, bahkan abstrak? Bagi sebagian orang ini adalah hal yang mudah, namun bagi sebagian lagi ini menjadi hal yang sulit dicerna akal.
Islam bukan agama yang mengajarkan mistisme, supranatural, tahayul dan sejenisnya. Dimana dalam dunia semacam itu, keterputusan hubungan antara sebab dan akibat adalah hal biasa. Kena musibah karena mata berkedut, sulit mendapat jodoh karena berdiri di pintu, sakit bisul gara-gara duduk di meja, dan semacamnya. Ini bukan ajaran Islam bahkan Islam melarang mempercayai hal-hal tersebut. Bahkan Islam sangat memperhitungkan nalar dan ilmu pasti. Itu sangat jelas sehingga rasanya tidak perlu membawakan contoh untuk hal ini.
Namun bukan berarti percaya kepada hal yang tidak kasat mata, abstrak, gaib, itu tidak ada dalam Islam. Bahkan esensi dari iman adalah percara kepada yang gaib. Allah Ta’ala berfirman:
الم ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ
“Alif Laam Miim. Al Qur’an adalah kitab yang tidak terdapat keraguan. Ia adalah petunjuk bagi orang yang bertaqwa, yaitu orang yang percaya kepada yang gaib..” (QS. Al Baqarah: 1-2)
Mulai dari dzat Allah, tidak kasat mata. Kita shalat sehari lima kali, melakukan gerakan-gerakan berdiri, menunduk, sujud, berdiri lagi apakah dalam rangka berolah raga atau apa? Tidak lain itu kita lakukan dalam rangka mengharap sesuatu yang tidak kasat mata, yaitu pahala. Kita pergi haji mengeluarkan uang puluhan juta rupiah dengan segala tatacaranya yang ‘rumit’, semua itu rela dilakukan untuk mengharap sesuatu yang masih kasat mata, yaitu surga. Dan hampir dalam semua ajaran Islam, keyakinan kita terhadap sesuatu yang gaib dan kasat mata sangat esensial perannya. Andai kita tidak percaya Allah itu ada, tidak percaya adanya pahala, tidak percaya adanya surga, karena tidak bisa dinalar dan tidak kasat mata, lalu apa gunanya anda shalat? Apa gunanya anda bersyahadat? Apa gunanya berpuasa? Apa gunanya? Semuanya akan terasa hampa. Dan kita pun melepas semua sendi keislaman kita.
Jika demikian perkara gaib ada yang diingkari oleh Islam, ada pula yang wajib diyakini oleh setiap muslim. Lalu apa pembedanya? Bagi yang merenungkan ayat yang kami sitir di atas, tentu sudah mendapat jawabannya. Ya, perkara gaib yang dikabarkan Al Qur’an dan juga tentunya dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang telah divalidasi oleh Allah sebagai penjelas Al Qur’an. Kabar gaib dari mereka berdua adalah harga mati untuk diyakini. Karena Al Qur’an memilki nilai ‘tanpa keraguan’ atau dengan kata lain ‘pasti benar’, 100% mutlak benar. Tentu lain masalahnya jika anda, pembaca, adalah orang yang tidak mempercayai bahwa Al Qur’an adalah kalam ilahi dan menilai Al Qur’an itu belum tentu benar. Jika anda demikian, silakan tutup halaman ini dan tidak ada yang perlu kita bahas lagi.
Inilah yang menjadi modal berpikir kita untuk menilai perkara yang kita bahas. Karena Allah Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (Qs. Asy-Syuura: 30)
Dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala menceritakan keadaan umat-umat terdahulu:
فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu krikil, dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur (halilintar), dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (Qs. Al-Ankabut: 40)
Keterkaitan antara bencana dengan maksiat adalah abstrak. Namun tinggal bagaimana sikap kita dengan ayat-ayat ini, percaya atau tidak? Renungkanlah, semoga Allah melimpahkan hidayah-Nya kepada kita semua.
Andai tidak maksiat, bencana tetap terjadi?
Orang-orang yang bermodalkan dengan nalarnya, mengatakan: “Fenomena alam ini tetap terjadi walau tanpa atau dengan adanya maksiat”. Lalu mereka pun mempertanyakan bukti ilmiah, hasil penelitian, data statistik yang menunjukkan adanya keterkaitan antara bencana alam dengan maksiat.
Anggap saja belum pernah ada orang yang meneliti secara statistik, atau penelitian ilmiah bahwa bencana alam memiliki hubungan dengan adanya maksiat. Namun pernyataan “bencana alam tidak memiliki hubungan dengan adanya maksiat” pun merupakan sebuah hipotesa yang perlu pembuktian ilmiah. Dan untuk membuktikan hipotesa ini sendiri pun hampir tidak mungkin. Karena maksiat, kecilnya maupun besarnya, tersebar di seluruh dunia, di setiap waktu dan tempat. Hari ini saja, sudah berapa maksiat yang anda lakukan? Jawablah dengan jujur. Hampir tidak ada waktu dan tempat di dunia ini yang kosong dari maksiat. Saya, anda dan seluruh manusia tidak bisa lepas dari salah dan dosa. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
كل بني آدم خطاء وخير الخطائين التوابون
“Setiap manusia itu banyak berbuat salah, dan orang terbaik di antara mereka adalah yang bertaubat” (HR. At Tirmidzi no.2687. Dihasankan Al Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi)
Jadi ternyata, orang yang mengatakan: “bencana alam tidak memiliki hubungan dengan adanya maksiat” hanya berlandaskan pada hipotesa yang lemah.
Jika ada hubungannya, mengapa kaum terbejat masih aman saja?
Mereka memiliki alasan lain: “andai bencana dengan maksiat ada hubungannya, mengapa tempat yang banyak maksiat, bahkan negeri kafir, banyak yang jarang terkena bencana”.
Jika anda menginginkan setiap orang yang ketika berbuat maksiat tiba-tiba disambar petir dari langit lalu mati, tentulah semua orang serta-merta akan menjadi shalih semua. Tidak akan ada lagi maksiat, tidak ada ujian keimanan, tidak ada lagi taubat, tidak ada lagi amar ma’ruf nahi mungkar, tidak akan ada lagi istilah ‘maksiat’ di dalam kamus, dan mungkin bumi ini sudah bisa disebut surga.
Inilah bagian dari misteri ilahi. Allah Ta’ala terkadang menimpakan musibah pada kaum bejat saja, sebagaimana kaum Ad dan kaum Tsamud, dikarena kebejatan mereka. Dan terkadang Allah menimpakan musibah kepada kaum yang di dalamnya terdapat orang shalih juga. Allah Ta’ala berfirman:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Takutlah pada musibah yang tidak hanya menimpa orang zhalim di antara kalian saja. Ketahuilah bahwa Allah memiliki hukuman yang pedih” (QS. Al Anfal: 25)
عن أم سلمة زوج النبي صلى الله عليه وسلم قالت: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: “إذا ظهرت المعاصي في أمتي، عَمَّهم الله بعذاب من عنده” . فقلت: يا رسول الله، أما فيهم أناس صالحون؟ قال: “بلى”، قالت: فكيف يصنع أولئك؟ قال: “يصيبهم ما أصاب الناس، ثم يصيرون إلى مغفرة من الله ورضوان“
“Dari Ummu Salamah, istri Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: Jika maksiat telah menyebar diantara umatku, Allah akan menurunkan adzab secara umum”. Ummu Salamah bertanya: Wahai Rasulullah, bukankah di antara mereka ada orang shalih? Rasulullah menjawab: Ya. Ummu Salamah berkata: Mengapa mereka terkena juga? Rasulullah menjawab: Mereka terkena musibah yang sama sebagaimana yang lain, namun kelak mereka mendapatkan ampunan Allah dan ridha-Nya” (HR. Ahmad no.27355. Al Haitsami berkata: “Hadits ini ada 2 jalur riwayat, salah jalurnya diriwayatkan oleh para perawi yang shahih”, Majma Az Zawaid, 7/217 )
Dan inilah sebijak-bijaknya kebijakan dari Dzat Yang Paling Bijak. Karena dari kebijakan ini ribuan bahkan jutaan hikmah yang dapat dipetik oleh manusia, diantaranya adalah kesempatan bagi pelaku maksiat untuk bertaubat dan kesempatan untuk orang shalih untuk menuai pahala dan mempertebal keimanannya.
Tempat yang banyak orang shalih pun terkena bencana
Mereka beralasan lagi: “andai bencana dengan maksiat ada hubungannya, mengapa tempat yang banyak orang shalih pun terkena bencana?”.
Ini pun salah satu misteri ilahi yang memiliki banyak hikmah. Salah satu hikmahnya adalah pentingnya dakwah dan menasehati untuk meninggalkan maksiat. Keshalihan tidak hanya dimiliki individu namun juga masyarakat. Ketika maksiat terjadi, sekecil apapun, ketika orang-orang shalih enggan menasehati dan mencegah maksiat tersebut, bukan tidak mungkin bencana akan datang. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
والذي نفسي بيده، لتأمرن بالمعروف، ولتنهون عن المنكر، أو ليوشكن الله أن يبعث عليكم عِقابا من عنده، ثم لتَدعُنّه فلا يستجيب لكم
“Demi Allah, hendaknya kalian mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Atau Allah akan menimpakan hukuman kepada kalian, lalu kalian berdo’a namun tidak dikabulkan” (HR. At Tirmidzi no.2323, Ia berkata: “Hadits ini hasan”)
Korban bencana adalah ahli maksiat?
Alasan mereka yang lain lebih sosialis. Yaitu jika kita mengaitkan bencana di suatu daerah dengan maksiat yang dilakukan penduduknya, sama saja menganggap korban-korban bencana adalah para ahli maksiat.
Dan hadits tersebut di atas jelas bahwa orang yang terkena bencana, bisa jadi benar ahli maksiat, atau bisa jadi orang shalih yang ikut terkena bencana yang disebabkan maksiat. Sehingga tidak ada yang bisa memastikan seseorang termasuk yang mana kecuali Allah Ta’ala. Dan tidak ada kepentingan sama sekali bagi kita untuk mengetahui apakah para korban itu termasuk golongan ahli maksiat atau orang shalih? Namun penting bagi kita untuk menyadari bahwa bencana ini karena sebab maksiat. Karena inilah yang membuat kita tersadar, bergegas untuk menyerahkan diri kepada-Nya, bersimpuh dan bertaubat kepada-Nya.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar Ruum: 41)
Dari pada kita merasa sombong, tak merasa punya andil dalam menyebabkan bencana ini, merasa tidak berdosa dan congkak. Yang tentunya kesombongan itu akan berbalas, di dunia atau kelak di akhirat.
وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Orang yang enggan bertaubat, mereka termasuk orang-orang yang zhalim” (QS. Al Hujurat: 11)
Allahlah Rabb alam semesta
Ya memang, bencana alam ini adalah fenomena alam yang dapat dijelaskan oleh ilmu fisika atau ilmu alam. Dengan ilmu tersebut bisa diketahui penyebab fisiknya, atau mungkin bisa diramal kejadiannya dari tanda-tanda dan pola-pola yang ada. Namun ingatlah, jauh dibalik itu semua, semua yang terjadi di alam ini adalah kekuasan Allah, yang Maha Mengatur Alam Semesta. Ilmu manusia manapun tidak ada yang bisa melawan dan meramal kehendak Allah. Andai teori dan data menyatakan tidak akan terjadi bencana, jika Allah berkehendak pun tetap terjadi. Allah lah pengatur alam yang sebenarnya.
رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا الْعَزِيزُ الْغَفَّارُ
“Ialah Allah, Rabb langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. Shaad: 66).
Oleh karena itu sungguh sangat logis, jika ingin menghindari bencana atau menghentikan bencana kita memohon, menuruti keinginan serta menjauhi larangan dari Yang Maha Mengatur Alam yang sebenarnya.
وَهُوَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ وَلَهُ اخْتِلَافُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Dialah Allah yang menghidupkan dan mematikan, Dialah yang membolak-balikan siang dan malam, tidakkah engkau berpikir?” (QS. Al Qashas: 28 )
Penulis: Yulian Purnama
Artikel www.muslim.or.id
Assalamu`alaikum
Ana minta izin untuk menyalin dan/atau menyebarluaskannya
memang, tidak dapat dipungkiri bahwa manusia tidak luput dari salah dan dosa, namun bagaimana manusia itu mau dan ingin untuk berubah ke arah yang lebih baik dan diridhoi Allah adalah sebuah pilihan. Semoga ujian bencana ini dapat memberikan hikmah dan sekaligus pembeda bagi umat yang beriman maupun yang kafir.
Hmmm…
Niatnya menjelaskan tapi kok malah jadi nihilistik.
maksiat dapat bencana…
beriman juga bukan jaminan bebas bencana…
Gimana kalau kita labih fokus kepada kenyataan bahwa manusia tidak akan bisa atau akan tidak sampai pikirannya utk memahami Tuhan karena manusia bukan Tuhan.
Jadi apa yg terjadi ini semua adalah kehendak Tuhan dan kita nggak perlu repot2 mengira2 apa penyebabnya atau apa penangkalnya.
Biarkan itu hanya Tuhan sendiri yg tahu.
Kalau mau sibuk mending sibuk gimana caranya sebaik mungkin menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya (berdasarkan hasil interpretasi manusia terhadap perintah dan larangan tsb, tiap orang bisa berbeda…)
Kalau sambil jalan dapat bencana menjadi teringat utk jadi lebih bertakwa itu lebih bagus.
Think…
#think
– Adakah manusia yang tidak pernah mendapat ujian dan bencana? Ahli maksiat dapat bencana, orang shalih pun bisa jadi dapat bencana, jadi pilih mana? Tentunya pilih tetap jadi orang shalih walau dapat bencana.
– Penyebab bencana itu perlu dipikirkan karena Allah Ta’ala menginginkan kita merenungkannya. Coba baca surat Ar Ruum ayat 41 di atas.
– Beragama jangan dengan interpretasi sendiri-sendiri, namun dengan interpretasi Allah dan Rasul-Nya. Semua sudah tertuang dalam Al Qur’an, dipaparkan dalam hadits-hadits, diperjelas oleh para sahabat, sehingga tidak ada celah lagi bagi interpretasi pribadi. Tinggal kita yang mau belajar atau tidak?
Bukannya postingan ini mereferensi ke hadist dan Al Qur’an bung?? Bagaimana bisa Anda bung Think berfikir seperti ini? Jika Anda berpendapat Anda pun harus merujuk ke hadist ataupun Al Qur’an bung.
Dear Think, be wise. Pikir aja tanpa bijak bisa aja menjadi minus.
Assalamu`alaikum
Sungguh luar biasa artikel,ana jadi ingat peristiwa Meletusnya merapi 2006 ternyata tak sebesar seperti saat ini maka menunjukkan hal tersebut menunjukkan bahwa prediksi masih ada ketidaktepatan,sebagai bukti dalam pertandingan sepak bola di atas kertas sudah diprediksi bahwa ada tim bisa menang bahkan 97% menang ternyata 3% itulah yang menjtuhkan. Ana jadi ingat pada saat SMA bahwa 99% semua pekerjaan kita dapat hampir dipastikan berhasil namun 1% saja bisa menggagalkan semuanya disebut fakto lucky klo dalam Islam semuanya ditentukan Allah.
jazakumullahu khoiron atas ilmunya, afwan akh, ana izin copy paste…
Iya. Tapi mana kepedulian terhadap korban bencana? Jangan cuma menghakimi saja
Assalamu’alaikum War. Wab.
alhamdulillah saya dapat info dari teman di facebook dan saya baca.
memang manusia itu adalah ciptaan Allah SWT dan smua yang ada di dunia ini juga adalah ciptanNya.
semua yang terjadi juga tidak luput dari kehendakNYA. maka musibah apapun yang terjadi juga tidak luput dari kehendak Allah. manusia itu hanyalah melaksanakan apa yang elah ditetapkan Allah, manusia tidak bisa menghindar dari apa saja yang telah ditetapkan Allah, baik itu bencana ataupun rizky semua sudah ditentukan oleh Allah. yang dilakukan manusia hanyalah melaksakan perintahnya.
bencana bisa saja karena ulah manusia dijelaskan dalam Q.S. Ar-rum (30) : 41. juga bisa bencana datang dari Allah sebagai ujian bagi orang-orang beriman dijelaskan dalam Q.S Al Baqarah (2):155. oleh karena itu bagaimana sekarang sikap kita. tentu bagi orang beriman melihat bencana akan mempunyai kesimpulan bahwa kita sedng di uji oleh Allah terhadap keimnan kita, dan kita akan berusaha untuk memperhatkan terhadap kemaksiaan yang terjadi dan bagaimana kita berupaya untuk menceah klemasiatan tersebut, tentu ada upaya untuk lebih dekat dengan Allah, melakasakan segala perintah Allah, mncegah kemungkaran baik itu kemungkaran yang dilakukan oleh diri sndiri maupun kemungkaran yang dilakukan oleh orang lain, baik secara indvidu maupn berjamaah.
kalau kita amati ternya keungkaran di negeri ini ternyata memang secara sistematis justru dilindungi oleh negara, kalo kita perhatikan begitu banyak hal yang menyebabkan kita melaksanakan kemungkaran tanpa kita sadari
alhamdulillah dapat tambahan ilmu lagi…jazakallahu khoir saudaraku.
tapi saya koq kurang ‘sreg’ baca kalimat pd paragraf ke-5 : “Kabar gaib dari mereka berdua adalah harga mati untuk diyakini”, krn seakan2 penyebutan “mereka” di sini merujuk pada mahluk-mahluk/hamba Allah, padahal sepertinya yang dimaksud “mereka” oleh penulis adalah Al Qur’an yg merupakan wahyu Allah dan Rasul-Nya. makasih dan mhn maaf sebelumnya
@uzi:menghakimi??cobalah antum baca perlahan2 artikel diatas.Ana kira tanpa dipaksa atau disuruhpun rekan2 disini jg sudah banyak berbuat utk sodara2 kita yg terkena musibah baik dlm bentuk Tenaga atau Dana..dan tidak perlulah digembar gemborkan disini..antum sendiri gmn??
@uzi: kl ada yg ngirim bantuan mmgnya hrs spgetahuan anda ya?
saya sependapat dgn tulisan ini mudah2an bermanfaat bagi semua…..
ijin share
Akhi, izin copy-paste artikelnya untuk disebarluaskan. Jazzakumullohu khoiron..
#think
all is well
subhanallah…artikel yg sangat bagus dan perlu jd bahan renungan. semuanya yg terjadi tidaklah meleset dari taqdir Allah. tidak ada yg bisa melawan kehendakNya.
Dan semua yg trjadi juga ditaqdirkanNya ada penyebabnya, dan Dia juga berkehndak utk memberi informasi dan solusi sekaligus, juga semua ini (info & solusi)tak lepas dari kehendaNya jua….
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar Ruum: 41)
dari ayat diatas Allah mentaqdirkan penyebab musibah adalah dosa manusia (maksiat). Allah juga mentaqdirkan solusinya, yakni agar mereka kembali (ke jln yg benar)…
Bismillah, afwan ana izin shere ke fb ya, jazaakallohu khairan
Luar biasa, trimakasih atas ilmunya…
tak beda dg tausiyah ustad sya td.
Ijin share
Bismilah…
Untuk orang yang beriman kuncinya adalah sabar kemudian ihlas, dan untuk ahli maksiat adalah bertaubat….
“Sungguh menakjubkan keadaan orang-orang yang beriman. Sesungguhnya seluruh keadaan orang yang beriman hanya akan mendatangkan kebaikan untuk dirinya. Jika dia mendapatkan kesenangan maka dia akan bersyukur dan hal tersebut merupakan kebaikan untuknya. Namun jika dia mendapat musibah/kesusahan maka dia akan bersabar dan hal tersebut merupakan kebaikan untuk dirinya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Melihat judul “Bencana Alam Bukan Karena Maksiat?”, tadinya saya mengira bahwa paradigma yg dipakai adalah mendukung bahwa bencana terjadi karena bukan maksiat.
Paradigma dalam tulisan ini terus terang saya setuju 100%, bencana yg terjadi atas kehendak/kekuasaan Allah.
Tapi kalau paradigma ini yg kita pakai (adzab Allah, hukuman bagi perbuatan maksiat) rasa2-nya kurang menggugah KESADARAN kita untuk menghindari bahaya/bencana. Karena justru fenomena yg kita lihat sama saja :
1)Para pemimpin kurang tanggap adanya bencana (DPR, DPRD, Gubernur)
2)Kuruptor tetap saja tdk sadar, contoh:Kasus Gayus & Kepolisian (mungkin ahli maksiat berpikir, toh yg dapat bencana bukan saya)
3)Masjid2 saya lihat juga tetap sepi, sebagian kita tenag2 saja (mungkin mereka beranggapan, toh ini dosa/adzab kita bersama, saya tdk berbuat maksiat & tdk kena bencana)
Di luar bencana ini karena adzab/kekufuran kita (hanya Allah yg tahu), adalah kita harus sadari bahwa Allah Maha Pengasih & Penyayang (bismillahhirrohmannirrohim), jadi setiap bencana yg akan terjadi Allah telah memberi TANDA-TANDAnya (baik deteksi dng alat modern, atau tanda ALAM yg ada).
Dengan pengetahuan/teknologi yg ada, diketahui bahwa bangsa kita Indonesia ini terletak di pertemuan 3 lempeng utama bebatuan, sehingga rentan terjadi gempa & sunami. Serta dikelilingi pegunungan berapi (cincin api), yg masing2 memiliki siklus letusan secara periodik. Konsekuensinya negara kita akan sering terjadi bencana (gempa, sunami, & gunung meletus), dengan keuntungan memiliki tanah SUBUR & kaya akan mineral tambang.
KESADARAN inilah yg harus kita tanamkan pada diri kita/rakyat Indonesia, yg merupakan takdir/hukum alam/sunatullah bagi bangsa Indonesia.
Bencana Gunung Merapi yg merupakan siklus 4 tahunan bisa diprediksi/diketahui tanda2nya kapan meletus, & tanda Alam binatang turun gunung.
Resiko Gempa utk daerah2 yg sering gempa bisa kita minimalkan dng bangunan tahan gempa.
Sunami bisa dideteksi lebih dini dengan alat Pemantau Sunami (contoh di perairan Mentawai, dipasang 2, kondisi rusak/dirusak masyarakat sendiri). Tanda alam didahului gempa di atas 6.5 SR, atau hewan2 bertingkahlaku aneh/diluar kebiasaan.
Allah Maha Pengasih, setiap bencana yg ada Allah senantiasa memberikan tanda2nya, kita lah yg harus sadar dan waspada, hukum alam/sunatullah berlaku bagi siapa saja, baik orang yg baik maupun ahli maksiat.
Bencana dalam paradigma agama/religius sebagai adzab bagi orang yg kufur, & sebagai ujian bagi orang baik. Akan tetapi hal ini hanya menyadarkan bagi orang yg spriritualnya tinggi, tdk berlaku bagi orang yg spiritualnya rendah. Pendekatan agama dan akal/ilmu pengetahuan-lah yg harus kita sampaikan ke masyarakat agar menyadari apa sebenarnya bencana itu dan bagaimana caranya menghindari..!
#Sunardi
Justru artikel ini mengajak untuk menghindari bencana dengan: meninggalkan maksiat. Ini yang diutamakan. Karena teknologi dan kehebatan apapun tidak bisa menandingi kekuasaan Allah Ta’ala.
Adapun pencegahan bencana secara fisik, tentu perlu diusahakan dengan berbagai kemungkinan dan teknologi yang ada. Sosialisasi dan penerapan tentang hal ini, saya kira akan dilakukan oleh pihak yang menguasai bidangnya. Jika ada yang ingin memasukkan infonya ke web ini kami akan senang hati mempublikasikannya.
berarti orang aceh tuh maksiat semua makanya kena tsunami..
dan di negara barat yang zinanya merajalela orang yang saleh karena bencananya jarang..
#andung
Kerancuan yang anda rasakan sudah kami bahas di artikel, mohon dibaca kembali.
Assalamu’alaikum wr wb
Terlepas dari segala rahasia Allah tentang kapan terjadinya bencana, meletusnya merapi PASTI terkait dengan merebaknya faktor kesyirikan di jawa tengah termasuk ritual2 bid’ah dan kejawen yang sudah lama mengakar.
Wallahu ‘alam bishawwab
Wassalam
hmm kLO aku sih meliaht dari kata maksiat itu keseluruhann maksudnya gini.. yg namanya maksiat bukan bbrti perbuatan yg sangat keji spt zina dll…..
melainkan llawan kata ibadah itu maksiat…
IBadah itu bukan skedar, solat, zakat , sedekah dll….
ibadah sgla aktivitas yg kt lakukan sehari2 setiap detik’a itu tapi dalam keadaan diri kita itu sennatiasa mengingat kepda Allah alias tauhid kpd Allah…. bukan spti orang2 yg menduakan Allah dgn sesuakanya.. alias mereka dalam keadaan maksiat..
jadi yg namanya maksiat itu luas… menonton tv pun akan jadi maksiat ketika kita tidak pernah melaksanakan kewajiban kita….
bismillahirrahmaanirrahiim
assalaamualaikum…
alhamdulillah ana samapaikan pada antum atas tulisan antum jazzakallah khairan…
kita akan bersama berjuang mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Atau Allah akan menimpakan hukuman kepada kita, lalu kita berdo’a namun tidak dikabulkan
wassalaamualaikum…
saya senior peneliti pelaku free sex. sejauh saya mengikuti bencana2 di Indonesia, semua itu memang lokasi yang free sexnya meraja lela. hanya saya tidak semua orang tahu mengenai itu. saya tahu karena saya memang seorang peneliti mengenai hal itu.
menurutku allah swt memberi musibah ada bberapa tujuan.
1. menghukum orang” yg berbuat maksiat,agar orang” meninggalkan maksiat n bersimpuh kpd allah swt.
2. memberikan cobaan kepada yg d tinggalkan.
walaupun orang” salih ikut mati,,tetap allah membedakan dari kadar keimanannya.
n knapa d luar negeri yg penuh dgn maksiat baik” saja, ya mungkin karna mereka mmbutakan matahati mereka n allah membiarkan larut dlm kemaksiatan…n stelah meninggal baru mereka mndapatkan siksaan teramat pedih.
wallahu a’lam
Cobalah kalian renungkan semua…………..
Apakah Rizki dan nikmat yg telah allah berikan kepada kita,
apa dari ridho allah?
apakah dari istijrojd NYA?
Semoga bagi muslimin yg selama ini selamat dari bencana-bencana alam, bukan merupakan bentuk penangguhan azab (istidraj) dr Allah Ta’ala. -Na’udzubillah-
Tidak semua hadiah itu indah dan terbungkus rapi, musibah juga hadiah untuk menguji kuatnya iman kita sebagai muslim.
Perbedaannya : Org yg taat/ahli ibadah kepada Alloh SWT namun mati karena terkena bencana Insya Alloh matinya Khusnul Khotimah dan Insya Alloh surga baginya, tp jika yg mati terkena bencana org ahli maksiat maka matinya Su’ul Khotimah Krn membawa banyak dosa dan neraka balasannya. Krn setiap yg bernyawa pasti mati, dan banyak cara Alloh mematikan hambanya. Dan sekarang setiap manusia tinggal pilih bagaimana mana matinya nanti. Jika ingin mati Khusnul Khotimah, maka dlm menjalani hidup hrs selalu penuh ketaatan kpd Alloh SWT dan meninggalkan kemaksiatan. Wallohu A’lam.
Assalamualaikum… Warahmatullahi… Wabarakatuh….
Saudaraku. Terima kasih atas nasehatnya. Alhamdulillah. Sangat mencerahkan…
Baik…syukron atas uraiannya.
Tp sya memohon dan mengajak anda untuk melihat dari skala yang lebih besar…ukuran universal…semesta..atau jagad raya.
Nun jauh diluar bumi…ke bintang2 raksasa…planet2 yg ratusan kali ukuran bumi..
-Ledakan Bintang / supernova yang menghanguskan hingga seluruh planet yg mengelilinginya ??
-Atau mungkin jupiter giant red spot / bintik merah raksasa jupiter : sebuah badai raksasa yg mampu “menggiling/melahap” planet sebesar bumi sekalipun ??
Itu semua adalah bencana…ya..bencana dalam skala universe, jagad raya, alam semesta
Lalu apakah itu adalah bencana karena kemaksiatan juga ??
Apakah ada manusia yg bermaksiat disana ??
Kalau tidak ada manusia yang terkena dampak buruknya, bukan musibah namanya. Sekedar fenomena alam.