Pada artikel “Birrul Walidain” telah kami jelaskan dalil-dalil dalam Al Quran dan As Sunnah yang memerintahkan kita untuk berbakti kepada orang tua. Dan bahwa berbakti kepada orang tua merupakan amalan yang agung kedudukannya dalam Islam, serta durhaka kepada orang tua adalah dosa yang besar.
Namun pembaca yang budiman, rahimakumullah, bukan berarti taat dan berbakti kepada orang tua itu tanpa batasan. Tidak berarti orang tua adalah pihak yang harus kita taati dalam segala hal dan segala keadaan. Pada bahasan kali ini akan kami paparkan batasan-batasan berbakti kepada orang tua.
Dua kaidah agung yang membatasi berbakti kepada orang tua
Berbakti kepada orang tua haruslah mengindahkan dua kaidah syar’iyyah yang agung berikut ini.
Kaidah pertama
حب الله و رسوله أعظم
“Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya itu yang paling besar (dari yang lain)”
Betapapun cinta kita kepada orang tua, betapapun besarnya bakti kita kepada orang tua, tidak boleh melebihi cinta dan ketaatan kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Cinta dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya harus lebih besar dari yang lain. Sehingga tidak boleh kita dalam berbakti kepada orang tua malah melakukan hal-hal yang dimurkai oleh Allah dan Rasul-Nya. Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ولا يُؤمِنُ أحَدُكم حتى أكونَ أحَبَّ إليه من وَلَدِهِ، ووَالِدِهِ والنَّاسِ أجْمعينَ
“Tidak beriman salah seorang diantara kalian, hingga aku (Rasulullah) menjadi yang paling dicintainya daripada anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia” (HR. Bukhari no. 15, Muslim no. 44).
Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ثَلاثٌ مَن كُنَّ فيه وجَدَ طَعْمَ الإيمانِ: مَن كانَ يُحِبُّ المَرْءَ لا يُحِبُّهُ إلَّا لِلَّهِ، ومَن كانَ اللَّهُ ورَسولُهُ أحَبَّ إلَيْهِ ممَّا سِواهُما، ومَن كانَ أنْ يُلْقَى في النَّارِ أحَبَّ إلَيْهِ مِن أنْ يَرْجِعَ في الكُفْرِ بَعْدَ أنْ أنْقَذَهُ اللَّهُ منه
“Tiga jenis orang yang jika termasuk di dalamnya maka seseorang akan merasakan lezatnya iman: orang yang mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, orang yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya paling ia cintai daripada selain keduanya, dan orang yang dilemparkan ke dalam api lebih ia sukai daripada ia kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan ia dari kekufuran” (HR. Bukhari no. 6041, Muslim no.43).
Kaidah kedua
إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
“Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam perkara yang ma’ruf.”
Maka taat kepada orang tua itu tidak mutlak dalam segala perkara dan setiap keadaan. Ketaatan kepada orang tua hanya dalam perkara yang ma’ruf. Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
”Tidak ada ketaatan di dalam maksiat, taat itu hanya dalam perkara yang ma’ruf.” (HR Bukhari, no. 7257; Muslim, no. 1840).
Perkara yang ma’ruf didefinisikan oleh As Sa’di:
المعروف: الإحسان والطاعة، وكل ما عرف في الشرع والعقل حسنه
“Al ma’ruf artinya perbuatan kebaikan dan perbuatan ketaatan dan semua yang diketahui baiknya oleh syariat dan oleh akal sehat.” (Tafsir As Sa’di, 1/194-196).
Maka jika orang tua memerintahkan perkara yang membahayakan diri orang tua, atau membahayakan diri sang anak, atau bukan perkara yang dianggap bagus oleh akal sehat, perkara yang memalukan, perkara yang menjatuhkan wibawa, dan semisalnya ketika itu tidak wajib taat kepada orang tua.
Beberapa perkara yang bukan durhaka kepada orang
Jika telah dipahami dua kaidah agung di atas, maka ketahuilah ketika seorang anak tidak melakukan apa yang diinginkan orang tua karena terjadi pelanggaran pada dua kaidah di atas, ini bukanlah durhaka kepada orang tua. Berikut ini beberapa contoh kasus yang banyak disangka sebagai durhaka kepada orang tua, namun bukan kedurhakaan dalam pandangan syariat.
1. Tidak taat orang tua ketika diperintahkan maksiat
Tidak boleh seorang anak taat kepada orang tuanya dalam perkara maksiat. Ketika seorang anak tidak taat ketika itu, tidak dianggap sebagai durhaka kepada orang tua.
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman: 15).
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: “Maksudnya, jika kedua orang tua berupaya sepenuh tenaga untuk membuatmu mengikuti agama mereka yang kufur, maka jangan ikuti mereka berdua. Namun hal ini tidak boleh menghalangimu untuk tetap mempergauli mereka dengan ma’ruf di dunia, yaitu dengan baik. Dan tetaplah ikuti jalannya kaum yang beriman.” (Tafsir Ibnu Katsir).
Ayat di atas turun terkait dengan kisah Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu’anhu. Ummu Sa’ad (ibunya Sa’ad) bersumpah tidak akan berbicara kepada anaknya dan tidak mau makan dan minum karena menginginkan Sa’ad murtad dari ajaran Islam. Ummu Sa’ad mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh seorang anak berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya berkata, “Aku tahu Allah menyuruhmu berbuat baik kepada ibumu dan aku menyuruhmu untuk keluar dari ajaran Islam ini”. Kemudian selama tiga hari Ummu Sa’ad tidak makan dan minum. Bahkan memerintahkan Sa’ad untuk kufur. Sebagai seorang anak Sa’ad tidak tega dan merasa iba kepada ibunya. Namun turunnya ayat tersebut semakin menambah keimanan Sa’ad dan semakin jauhnya ia dari kemurtadan. Dan ia pun tetap berbuat baik kepada ibunya hingga akhirnya ibunya mau kembali makan.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ حَقٌّ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِالْمَعْصِيَةِ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
“Mendengar dan ta’at (kepada penguasa) itu memang benar, selama mereka tidak diperintahkan kepada maksiat. Jika mereka memerintahkan untuk bermaksiat, tidak boleh mendengar dan ta’at.” (HR. Bukhari no.2955).
Ketaatan itu hanya dalam perkara yang ma’ruf. Perkara ma’ruf adalah perkara yang dianggap baik oleh akal sehat, atau adat istiadat dan tidak bertentangan dengan syariat. Dalam sebuah hadits dari ‘Ali radhiyallahu’anhu, beliau berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ جَيْشًا وَأَمَّرَ عَلَيْهِمْ رَجُلًا فَأَوْقَدَ نَارًا وَقَالَ ادْخُلُوهَا فَأَرَادُوا أَنْ يَدْخُلُوهَا وَقَالَ آخَرُونَ إِنَّمَا فَرَرْنَا مِنْهَا فَذَكَرُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لِلَّذِينَ أَرَادُوا أَنْ يَدْخُلُوهَا لَوْ دَخَلُوهَا لَمْ يَزَالُوا فِيهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَقَالَ لِلْآخَرِينَ لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
“Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus satu pasukan dan mengangkat seorang laki-laki sebagai panglima mereka. Kemudian panglima itu menyalakan api dan berkata (kepada pasukannya): “Masuklah kamu ke dalam api!” Sebagian pasukan berkehendak memasukinya, orang-orang yang lain mengatakan, ”Sesungguhnya kita lari dari api (neraka),” kemudian mereka menyebutkan hal itu kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka beliau bersabda kepada orang-orang yang berkehendak memasukinya, “Jika mereka memasuki api itu, mereka akan terus di dalam api itu sampai hari kiamat”. Dan beliau bersabda kepada yang lain,”Tidak ada ketaatan di dalam maksiat, taat itu hanya dalam perkara yang ma’ruf.” (HR Bukhari, no. 7257; Muslim, no. 1840).
2. Meninggalkan ta’ashub jahiliyah
Diantara ta’ashub jahiliyah adalah fanatik golongan; membela keluarga, suku, marga, trah, walaupun di atas kesalahan. Ketika seseorang tidak ikut membela, maka itu bukan durhaka kepada orang tua. Namun karena takut kepada Allah dan mengharap ridha-Nya.
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, ia berkata:
– كنا في غزاة – قال سفيان مرة : في جيش – فكسع رجل من المهاجرين رجلا من الأنصار ، فقال الأنصاري : يا للأنصار ، وقال المهاجري : يا للمهاجرين ، فسمع ذاك رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : (ما بال دعوى جاهلية ) . قالوا : يا رسول الله ، كسع رجل من المهاجرين رجلا من الأنصار ، فقال : (دعوها فإنها منتنة)
“Suatu ketika di Gaza, (sebuah pasukan) ada seorang dari suku Muhajirin mendorong seorang lelaki dari suku Anshar. Orang Anshar tadi pun berteriak: ‘Wahai orang Anshar (ayo berpihak padaku).’ Orang muhajirin tersebut pun berteriak: ‘Wahai orang muhajirin (ayo berpihak padaku)’. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mendengar kejadian tersebut, beliau bersabda: ‘Pada diri kalian masih terdapat seruan-seruan Jahiliyyah.’ Mereka berkata: ‘Wahai Rasulullah, seorang muhajirin telah mendorong seorang dari suku Anshar.’ Beliau bersabda: ‘Tinggalkan sikap yang demikian karena yang demikian adalah perbuatan busuk.’” (HR. Al Bukhari no.4905).
Dari Jundub bin Abdillah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
من قُتِلَ تحتَ رايةٍ عميّةٍ ، يدعو عصبيّةً ، أو ينصُر عصبيّةً ، فقتلةٌ جاهلية
“Barangsiapa yang mati di bawah bendera fanatik buta, ia mengajak pada (ashabiyyah) fanatik golongan, atau membantu untuk berfanatik golongan, maka ia mati secara Jahiliyyah.” (HR. Muslim no. 1850).
Dari Watsilah bin Al Asqa’, ia mengatakan:
سألْتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فقلْتُ: يا رسولَ اللهِ، أَمِنَ العصَبيَّةِ أنْ يُحِبَّ الرَّجُلُ قَومَه؟ قال: لا، ولكنْ مِنَ العصَبيَّةِ أنْ يَنصُرَ الرَّجُلُ قَومَه على الظُّلْمِ
“Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “wahai Rasulullah apakah termasuk ashabiyyah (fanatik golongan) jika seseorang mencintai kaumnya?”. Nabi menjawab: “Tidak demikian, namun ashabiyyah itu kalau dia membela kaumnya di atas kezaliman.”” (HR. Ahmad no.16989, dihasankan Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Al Musnad).
3. Bersaksi kebenaran yang memberatkan orang tua
Ketika seorang anak menjadi saksi atas tuduhan yang dijatuhkan kepada orang tuanya, maka wajib baginya untuk tetap jujur dalam bersaksi. Ketika persaksiannya justru memberatkan orang tua, maka tidak dianggap sebagai durhaka kepada orang tua.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An Nisa: 135).
Selain itu, persaksian palsu itu merupakan dosa besar. Allah Ta’ala berfirman:
فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ
“Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.” (QS. Al-Hajj: 30).
As Sa’di menjelaskan: “Maksudnya, jauhi semua perkataan yang haram karena semua itu termasuk perkataan dusta, dan termasuk di dalamnya persaksian palsu.” (Tafsir As Sa’di).
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
أكبرُ الكبائرِ : الإشراكُ بالله ، وقتلُ النفسِ ، وعقوقُ الوالدَيْنِ ، وقولُ الزورِ . أو قال : وشهادةُ الزورِ
“dosa-dosa besar yang paling besar adalah: syirik kepada Allah, membunuh, durhaka kepada orang tua, dan perkataan dusta atau sumpah palsu.” (HR. Bukhari-Muslim dari sahabat Anas bin Malik).
Kaidah ini juga berlaku ketika menyelesaikan persengketaan antara orang tua dan orang lain.
4. Tidak taat orang tua ketika diperintahkan untuk menceraikan istri
Apakah seorang suami wajib menceraikan istrinya jika orang tuanya memerintahkan untuk menceraikan istrinya?
Jawabnya, perlu dirinci. Jika orang tuanya adalah orang yang shalih dan alasan mereka memerintahkan untuk bercerai adalah alasan yang dibenarkan syari’at, maka wajib untuk ditaati.
Diantara dalilnya adalah kisah Nabi Ismail dalam sebuah hadits dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu dalam Shahih Bukhari: “Di kemudian hari Ibrahim datang setelah Ismail menikah untuk mengetahui kabarnya, namun dia tidak menemukan Ismail. Ibrahim bertanya tentang Ismail kepada istri Ismail. Istrinya menjawab, “Dia sedang pergi mencari nafkah untuk kami.” Lalu Ibrahim bertanya tentang kehidupan dan keadaan mereka. Istri Ismail menjawab, “Kami mengalami banyak keburukan, hidup kami sempit dan penuh penderitaan yang berat.” Istri Ismail mengadukan kehidupan yang dijalaninya bersama suaminya kepada Ibrahim. Ibrahim berkata, “Nanti apabila suami kamu datang sampaikan salam dariku dan katakan kepadanya agar mengubah palang pintu rumahnya.”
Ketika Ismail datang dia merasakan sesuatu lalu dia bertanya kepada istrinya; “Apakah ada orang yang datang kepadamu?” Istrinya menjawab, “Ya. Tadi ada orang tua begini dan begitu keadaannya datang kepada kami dan dia menanyakan kamu lalu aku terangkan dan dia bertanya kepadaku tentang keadaan kehidupan kita maka aku terangkan bahwa aku hidup dalam kepayahan dan penderitaan.” Ismail bertanya, “Apakah orang itu memberi pesan kepadamu tentang sesuatu?” Istrinya menjawab, “Ya. Dia memerintahkan aku agar aku menyampaikan salam darinya kepadamu dan berpesan agar kamu mengubah palang pintu rumahmu.” Ismail berkata, “Dialah ayahku dan sungguh dia telah memerintahkan aku untuk menceraikan kamu, maka kembalilah kamu kepada keluargamu.” Maka Ismail menceraikan istrinya.
Kemudian Ismail menikah lagi dengan seorang wanita lain dari kalangan penduduk yang tinggal di sekitar itu lalu Ibrahim pergi lagi meninggalkan mereka dalam kurun waktu yang dikehendaki Allah. Setelah itu, Ibrahim datang kembali untuk menemui mereka namun dia tidak mendapatkan Ismail hingga akhirnya dia mendatangi istri Ismail lalu bertanya kepadanya tentang Ismail. Istrinya menjawab, “Dia sedang pergi mencari nafkah untuk kami.” Lalu Ibrahim bertanya lagi, “Bagaimana keadaan kalian?” Dia bertanya kepada istrinya Ismail tentang kehidupan dan keadaan hidup mereka. Istrinya menjawab, “Kami selalu dalam keadaan baik-baik saja dan cukup.” Istri Ismail juga memuji Allah. Ibrahim bertanya, “Apa makanan kalian?” Istri Ismail menjawab, “Daging.” Ibrahim bertanya lagi, “Apa minuman kalian? Istri Ismail menjawab, “Air.” Maka Ibrahim berdoa, “Ya Allah, berkahilah mereka dalam daging dan air mereka”.
Ibrahim selanjutnya berkata, “Jika nanti suamimu datang, sampaikan salam dariku kepadanya dan perintahkanlah dia agar memperkokoh palang pintu rumahnya”.
Ketika Ismail datang, dia berkata, “Apakah ada orang yang datang kepadamu?” Istrinya menjawab, “Ya. Tadi ada orang tua dengan penampilan sangat baik datang kepada kita dan istrinya memuji Ibrahim. Dia bertanya kepadaku tentang kamu, maka aku terangkan lalu dia bertanya kepadaku tentang keadaan hidup kita, maka aku jawab bahwa aku dalam keadaan baik.” Ismail bertanya, “Apakah orang itu memberi pesan kepadamu tentang sesuatu?” Istrinya menjawab, “Ya.” Dia memerintahkan aku agar aku menyampaikan salam darinya kepadamu dan berpesan agar kamu mempertahankan palang pintu rumahmu.” Ismail berkata, “Dialah ayahku dan palang pintu yang dimaksud adalah kamu. Dia memerintahkanku untuk mempertahankan kamu.” (HR. Bukhari).
Namun jika orang tua bukanlah orang yang shalih, atau alasan permintaan cerai mereka bukan alasan yang dibenarkan syari’at maka tidak wajib menaatinya. Dan ini bukan durhaka kepada orang tua. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al Kahfi: 28).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
“Taat itu hanya dalam perkara yang ma’ruf.” (HR Bukhari, no. 7257; Muslim, no. 1840).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya mengenai lelaki yang sudah menikah, punya beberapa anak, namun ibunya tidak suka dengan istrinya dan memintanya untuk menceraikan istrinya. Maka Ibnu Taimiyah menjawab: “tidak halal baginya untuk menceraikan istrinya sekedar karena perintah ibunya. Namun wajib baginya untuk tetap berbuat baik pada ibunya, namun bukan dengan cara menceraikan istrinya.” (Majmu Al Fatawa, 33/112).
5. Tidak taat orang tua dalam masalah pemilihan calon pasangan
Orang tua tidak boleh memaksakan kehendak kepada anaknya dalam masalah pemilihan calon pasangan. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لا تُنكحُ الأيِّمُ حتى تُستأمرَ ، و لا تُنكحُ البكرُ حتى تُستأذنَ ، قيل : و كيف إذْنُها ؟ قال : أنْ تسكتَ
“Tidak boleh seorang janda dinikahkan sampai ia menyatakan persetujuan dengan lisan, dan tidak boleh seorang perawan dinikahkan sampai ia menyatakan persetujuan”. Seorang sahabat bertanya: “Bagaimana persetujuan seorang perawan?”. Nabi bersabda: “dengan diamnya ketika ditanya” (HR. Bukhari – Muslim).
Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: “Maknanya, pernikahan tidak sah hingga mempelai wanita diminta persetujuan lisannya. Berdasarkan sabda Nabi [حتى تُستأمرَ] menunjukkan tidak sahnya pernikahan hingga ia setuju secara lisan. Namun dalam hadits ini bukan berarti tidak disyaratkan adanya wali dalam pernikahan, bahkan justru terdapat isyarat bahwa disyaratkan adanya wali.” (Fathul Baari, 9/192).
Demikian pemaparan yang singkat ini, semoga Allah ta’ala merahmati orang tua kita semua dan memberikan kita hidayah untuk bisa berbakti kepada mereka dengan baik. Wallahu waliyyut taufik was sadaad.
Baca Juga: Doa Untuk Orang Tua Yang Sudah Meninggal
—
Disarikan dari kitab Fiqhu at Ta’amul Ma’al Walidain, karya Syaikh Musthafa Al ‘Adawi
Penulis: Yulian Purnama, S.Kom.
Artikel: Muslim.or.id
Assalamualaikum,
Hukum taat kepada orang tua hukum nya wajib, tetapi orang tua yang dimaksud adalah hanya ayah dan ibu, atau lebih dari itu ,contoh orang yang lebih tua dari kita
Wa’alaikumussalam, maksudnya ayah dan ibu kandung.
Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh, ustadz. Semoga Allah memberikan rahmat dan berkah kepada ustadz dan keluarga. Afwan, izin bertanya. Saya seorang mahasiswa, orang tua saya memerintahkan agar saya untuk menjalani kuliah saja tanpa sambil bekerja, karena takut proses di perkuliahan buruk. Namun, kondisi finansial keluarga kami qadarallah tidak baik namun orang tua masih dapat memaksakan untuk biaya universitas saya. Orang tua saya pun telah menua, bapak saya telah pensiun. Sudah dari dulu saya ingin bekerja sambil mengenyam pendidikan di universitas, agar tidak terlalu membebani kedua orang tua sekaligus saya dapat memberi nafkah kepada mereka sebagai birrul wallidayn saya kepada ibu dan bapa saya. Saya masih dilema, apakah harus taat kepada perintah orang tua namun hati terkikis melihat dan mendengar keluh kesah mereka atau saya memilih sambil bekerja? Jazaakallah khairan, ustadz.
aslam mualaikum pak ustad ..
pertama masalah nya .keridit mobil .dalam jaka waktu 4 thn .selam 1thn alhamduliah lancar .dlm mau 2 thn nya usaha ku mulai sepi .emang selama itu orang tuaku mebatu cicilan nya tapi ga sepenuh nya .cerita singkat dalam jln 2 thn nya ..saya mulai ga sanggup ..aku minta bantuan ke saodara ku cuma di cemooh kan.ahir nya .aku puya keputusan pijem uang sama saudara istri 40 jt .terus mobil lunas namun saya jual .aku pikir dari pada uangku ilang sama sekali .begitu pak ustad .dari jual mobil ada uang 65 jt yg 40 aku kasikan kesadara istru yg 25 aku bagi dua sama ..orangtuaku ..tapi orang tua ku ga terima .sapai ngucap yg ga patas di ucap kan sepatasnya orang tua pada anak nya .aku diam saja itu gimana hukum nya pak ustad .mohon pencerahan nya.
Assalamualaikum ustadz.. Kalo ayah menikah lagi bagaimana cara berbaktinya? Apa sama seperti waktu masih bersama ibu.
Assalamualaikum,
Bagaimana dengan ridho orang tua? tetapi disisi lain mendapatkan masalah dari salah satu yang dijelaskan tersebut? contoh memilih pasangan salah satu masalahnya.
Bila orang tua pilih kasih apa kita harus taat terus?
Bolehkah kita sbg anak mrah kpd mereka?
Apa kita bs disebut ank durhaaka?
Assallammualaikum.
Bagaimanakah hukum seorg ank yg membela dan membenarkan perilaku ibunya.walaupun ibunya salah.tetapi ank tetap membela.
Ibunya suka memfitnah dan mengadu domba menantu.
Apakah itu dapat dibenarkan?
Dan ketika menantu membentak mertua yg sprt itu tetap disalahkan?
Assalamualaikum, saat wanita memilih pasangannya lalu orgtua tidak setuju dengan pasangan yg dipilih wanita tsb. Wanita tsb memilih tetap menikah dgn menggunakan wali hakim. Apakah wanita tsb menjadi anak yg durhaka terhadap org tuanya ?
Assalamu’alaikum, ustadz
Bagaimana hukumnya orang tua yang melarang anak laki²nya untuk sholat berjamaah di masjid dikarenakan takut terkena covid-19? Apakah kita harus menurutinya? Padahal sholatnya menggunakan protokol kesehatan
Assalamualaikum Kalau kita disuruh orangtua cabut uban terus nggak mau,itu ada hukumnya nggak? Dosa nggak yah?
Jika saudara kandung saya menjelekkan saya kepada ibu/bapak kandung sehingga beliau membenci saya. Apakah kebencian itu membuat saya menjadi anak durhaka sedangkan saya sendiri tidak pernah menyakiti orang tua saya?
Assalamuawaikum.wr.wb saya mau tanya masalah keluarga yg sedikit rumit, belom lama ini ayah suami saya meninggal dan setelah 1th ini ibunya mau menikah lagi. Dan semua anak2nya mengijini tapi anaknya tidak ada yg mau hadir diacara pernikahan ibunya. Apakah termasuk anak durhaka, dan misalnya anak tidak pernah melakukan suatu hal kesalahan tetapi karna tidak mau hadir dipernikahannya dan ibunya merasa marah terus menyebut anak durhaka dan mendoakan yg jelek apakah akan tetap mujarab jika kesalahan anak tidak datang dipernikahannya. Karna ada beberapa alasan sehingga anak tidak mau datang di acara ini, salah satunya si ibu sudah mempunyai hubungan terlarang dengan pria itu hingga sang ayah meninggal. Dan belom genap 40hari ayah si ibu sudah berani membawa prianya kerumah pas keadaan rumah sepi. Mohon pencerahannya…terimakasih
Asalam mualaikum ..taat pada orang tua itu wajib tapi jika orng tua pilih kasih dan seorang anak salah ucap pada seorang ibu dan seorng ibu itu marah dan nangis dan sampai tidak mau bicara sama seorng anak nya dan ketemu pun gax mau apa yg harus si anak lakukan …??
Apakah si anak bisa jadi anak durhaka …???
Hukum diperintah orang tua dalam hal syubhat apakah masih wajib?
Untuk anak laki laki apakah dosa/durhaka jika memilih calon istri yang akhlak nya baik dan dari keturunan baik-baik namun tidak disukai orang tua?
Tulisan yg saya cari2 selama ini. Terimakasih banyak, dan sukses selalu :)
Terutama di poin, mertua yg menyuruh anaknya menceraikan istrinya, Nauzubillah
bismillah, assalamualaikum semuanya mau nanya.
ayah saya tidak pernah bersyukur, selalu mengeluh dan marah. jika marah maka akan memaki ibu saya dengan perkataan yang sangat tidak pantas, kepada anaknya pun dikata katain yang tidak2. hampir tiap hari. telinga saya panas dan nunggu hilang kesabaran aja. tetapi karena dalam quran tidak dibenarkan melawan kedua orang tua. itu saja hambatannya saya untuk tidak ikut meladeninya. jikalau ibu yang dimulia. dan ayah ya zalim pada keluarganya bisa di adili. mungkin saya akan mengajak nya berkelahi. mohon masukkannya. selama ini saya hanya diam. tetapi tidak seterusnya diam. tinggal nunggu hawa setan masuk aja
Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, na’am kita sama kak. Ayah saya juga seperti itu, saya merasa kalau ayah saya suka mubazir dalam hal makanan, tidak mensyukuri nikmat pemberian Allah subhanahu wata’ala, dan saya merasa selalu di banding² kan dengan adik laki² saya, saya juga sudah berusaha untuk berbicara dengan lembut tetapi beliau tetap berkata kasar kepada ibu saya bahkan kepada saya sendiri pun juga beliau seperti itu. Bahkan saya sudah berusaha untuk tidak marah tetapi dengan kata² nya beliau yg kasar dan membuat hati ibu saya terluka itu membuat saya marah. Saya hanya ingin mendapatkan ridho dari Allah subhanahu wata’ala saja.
Asalamuallaikum warahmatullah,ustadz saya ingin bertanya tentang dosa dosa kaum ludh,adik saya seorang prempuan yg menyukai sesama jenis dan lebih parah lagi ibu saya mendukung nya karena takut kehilangannya,lantas sy selalu memperingati ibu saya,tapi setiap mengingatkan ke ibu saya,ibu saya marah kepada sy,seolah olah sy telah berdosa,jujur sy takut akan dosa ini,sy harus berbuat apa
Assalamu’alaikum.. mau bertanya ustdz, apakah termasuk durhaka kepada Ibu itu kalau semisal ada perdebatan tapi bukan berarti niat kami ingin melawan org tua (ibu) tapi beliau merasa bahwa anaknya itu membentuk nya/ menganggapnya seperti anak kecil kalau berbicara ? Krn suara anak mmg besar dari dulu tapi bukan berarti niat kami ingin menyakiti org tua, apalagi pendengaran beliau kadang tdk jelas .. apakah ini termasuk durhaka ?
Assalammualaikum ustad,
Izin bertanya ibu saya sudah cukup lanjut usia tapi masih sangat fit kesehatan dan pergerakannya, namun pemikirannya sepertinya kolot. Beliau kadang tidak setuju dengan pilihan/perkataan saya, ketika saya memberi argumen/membela diri beliau suka marah dan ketika marah sering kali berucap asal/mendoakan saya yg tdk2. Pertanyaannya bagaimana ustad saya menghadapi hal tersebut? Apakah lebih baik saya tidak usah cerita tentng pilihan hidup saya atau saya meminimalisir obrolan/interaksi saya dengan ibu saya? Bagaimana agar tetap sabar menghadapi ibu saya? Terima kasih
Assalamualikum ustadz
ada sdikit yg mau saya tanyakan..
bagaimana jika keadaan orang tua masih sehat,masih terbilang cukup muda,masih mampu mengerjakan pekerjaan sedangkan si orang tua selalu membebankan semua pekerjaan kepada anak perempuan nya yg sudah menikah namun di minta untuk dekat dengan orang tuanya sehingga seperti hal nya dalam makanan sehari² selalu saja mengandalkan anak perempuan nya
hampir semua anggota keluarga makan hanya anak perempuan yg sudah menikah itu yg menyediakan..
dan ketika berselisih selalu saja merasa paling terdzolimi tanpa mau mengerti perasaan anak
bagaimana cara menanggapinya ustadz,mohon penjelsannya..terimakasih
wassalamualaikum wr.wb
Assalamualaikum…apakah kita digolongkan anak durhaka yang menayakan tentang hak waris kepada ibu kita karena ayah sudah meninggal…dan ibu menyimpan warisan dalam bentuk uang dan rumah yang belum di bagi pada anak2 nya dan hutang piutang ayah sudah di selesaikan semua
Maaf bertanya. apa hukumnya jika saya tidak mematuhi perintah bapak kandung. perasaan benci karena dahulu bapak kandung selalu menyakiti ibu saya, memukul, tidak menafkahi lahir bathin, berbohong dan tukang kawin ? apa saya berdoa jika saya tidak mematuhi perintah nya walaupun skrng orang tua sudah berpisah ?
Assalamu’alaikum ustadz, maaf saya mo bertanya, ustadz saya udah menikah n punya anak, suami saya memberikan modal kepada ayah kandung saya buat bisnis sebesar 750jt, dan itu pun modal di bantu dr perusahaan suami kerja krn suami udh belasan tahun kerja di perusahaan tersebut jd bos nya percaya, di awal bisnis semua lancar tapi abis lebaran tahun neh bulan Juni ayah saya mulai tidak membayar cicilan hutang nya n sisa nya sebesar 190juta, krn kejadian neh bos suami marah besar ke suami saya n akhirnya kami tidak di berikan gaji sementara ayah saya tidak membayar sepeserpun, saya mengingatkan buat membayar krn saya butuh juga dengan gaji bulanan suami tp katanya dia mau cr utangan sementara ayah saya bs di bilang org yg mampu bayar hutang sebesar 190jt, terakhir saya hub mama saya bilang klo mau utamakan pergi umroh urusan utang itu nanti krn itu 190jt kecil, maaf ustadz 190jt buat saya itu besar krn jujur saya anak nya kandung pun hidup serba sederhana aja, saya mengintakan agar byr hutang aja dulu tp ayah saya bilang, saya telpon mereka hanya memberikan beban masalah aja, buat org tuanya sakit, nangis, tengkar, ustad saya mengingatkan ttg hutang mereka krn mereka aja sanggup beli mobil 3buah ustadz tp kenapa bayar hutang tidak mau, dan akhirnya suami n anak² ku jd korban nya, bln neh saya hidup dr membuat kue pesenan org buat makan kami, ustad sehabis ayah saya bilang saya hanya buat maslah aja klo tlpn dr sejak itu saya tdk mau hub org tua saya, menurut ustad apakah aku neh durhaka ustaz??? Apa kah mereka bs umroh sementara huyangnya sllu di tagih², zalim kah saya kepada org tua saya ustaz???
Atau siapa yg zalim dsni???
Assalamualaikum wr.wb ,maaf saya mau bertanya.
Suami saya di kasih amanat sama alm ibunya , amanat nya tidak boleh keluar dari rumah . Dan saya nya sebagai istri ingin ngontrak/nge kos sendiri . Bolehkah si suami keluar dari rumah dan apakah suami durhaka pada alm. Ibunya? Terimakasih Wassalamu’alaikum wr.wb
Assalamualaikum Wr WB. Ustad selama ini saya menjaga ibu saya Krn Ayah saya sdh lama wafat. Sebelum covid saya selalu memberi uang bulanan ke ibu saya. Namun ibu saya gunakan utk Judi, maksiat dgn laki2 diajak kerumah tidur dll. Lama kelamaan rejeki saya berkurang sy tidak lagi bisa memberi jumlah uang yang sama sebelum covid. Ibu saya sampai bilang kalo pelit sama orang tua maka rejekimu pasti akan berkurang dan sulit trus. Pertanyaan saya Ustad rejeki saya berkurang apa karena maksiat yang dilakukan Ibu saya atau Krn sy kurangi uang Bulanannya Karena covid?
Assalamu’alaikum ustadz . Ustadz saya mau bertanya , apa hukum nya seorang anak perempuan yg sudah menikah melawan kepada ibunya yg selalu menekan anaknya . Ceritanya gini ustad , saya dan istri itu tinggal di rumah mertua karna mertua saya ga mau anaknya jauh darinya , tetepai disisi lain mertua saya selalu ikut campur bahkan selalu menekan saya dan istri saya sehingga membuat saya dan istri saya tidak nyaman . Suatu hari saya berbicara dan debat dengan mertua saya karna saya merasa sudah sangat marah dengan sikap mertua saya , tetapi setiap saya dan istri mau pergi dari rumah itu selalu tidak di izinkan , apakah salah seorang istri mengadu kesakitan hati karna orangtua nya kepada suaminya ? Sehingga ada satu bahasa yg keluar dari mulut mertua saya kepada istri yg membuat saya jengkel .bahasanya gini ” kalo sampai kamu mengikuti suami mu/pergi dari rumah ini, saya akan mendoakan yg tidak benar buat kamu” kata orangtuanya gitu .
Apa yg sebaiknya saya lakukan ustad .
Asalamualaikum mohon saran dan nasehatnya. Saya seorang istri yg saat ini merawat ayah sy yg sedang sakit, dan terpaksa harus tinggal berjauhan dgn suami. Saya hanya pulang ketika anak2 libur sekolah, itupun anak saya yg besar menunggu ayah saya. Saya sdh ijin suami untuk bisa mengerti keadaan ini, karna usia ayah sy yg sakit sdh 83 tahun. Tetapi suami tdk mau mengerti tetap menginginkan saya untuk tetap tinggal bersamanya. Akhirnya suami berbuat semaunya dgn bebas berkomunikasi dgn perempuan manapun dan sy tdk boleh melarangnya. Selagi saya masih bolak balik kerumah orangtua. Anak2 sy dari bayi di asuh oleh ibu saat ibu masih ada, dan sampai sekolahpun di rumah orangtua. Saya hanya ingin berbakti di sisa hidup ayah saya. Sangat sakit rasanya ketika melihat suami vcall bersama wanita lain, dan menafkahi sayapun semaunya. Apa yg harus saya lakukan, mohon saran dan nasehatnya.trima kasih