Untuk ayah dan ibu yang telah berjasa besar mengasuh anak-anaknya semoga Allah menyelamatkan keluarga kita dari api neraka dan mengumpulkan kita di dalam surga-Nya.
Kepada Ayah dan Bunda di Rumah Semoga Allah Menjaga Agama dan Dunia Kita
Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad, keluarga, para sahabat dan seluruh pengikut mereka dengan baik hingga hari kiamat.
Ayah dan ibu yang tercinta. Putramu kini telah dewasa berkat bimbingan dan asuhan ayah dan ibu. Tiada balasan yang bisa ananda berikan untuk menebus kebaikan ayah dan ibu selain doa dan harapan semoga Allah membalasnya dengan kebaikan sebanyak-banyaknya
Seorang anak wajib berbakti kepada kedua orang tuanya. Inilah kewajiban ananda. Sebagaimana Allah ta’ala telah tetapkan kewajiban ini di dalam kitab-Nya:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً
“Tuhanmu memerintahkanmu agar kamu tidak menyembah kecuali kepada-Nya dan untuk berbakti kepada kedua orang tua.” (QS. Al Israa’: 23)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah ditanya, “Wahai Rasulullah, amal apakah yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “Shalat tepat pada waktunya”. Kemudian beliau ditanya apalagi amal yang paling dicintai sesudahnya. Beliau pun menjawab, “Berbakti kepada kedua orang tua” (HR. Bukhari)
Duhai, alangkah mulia kedudukan orang tua di dalam agama Islam. Sampai-sampai Nabi memasukkan dosa durhaka kepada mereka berdua sebagai dosa besar yang terbesar setelah dosa syirik. Beliau bersabda, “Maukah kalian kuberitahukan tentang dosa besar yang terbesar?” Maka para sahabat mengatakan, “Tentu mau wahai Rasulullah”. Maka beliau mengatakan, “Yaitu mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ridha orang tua menjadi salah satu sebab turunnya Ridha Allah ta’ala. Nabi bersabda, “Ridha Allah ada pada ridha kedua orang tua. Dan murka-Nya ada pada murka kedua orang tua.” (HR. Tirmidzi, dinilai shahih oleh Al Albani dalam Shahihul Jaami’ no. 3500)
Ayahanda, putramu telah mendapatkan banyak pelajaran berharga setelah membaca tulisan para ulama dan mengikuti pengajian-pengajian yang mereka adakan. Sungguh ini semua tidak akan terjadi tanpa pertolongan Allah kemudian bantuan ayah dan bunda kepada ananda. Inilah nikmat yang sangat agung, nikmat hidayah. Ketika kami duduk bersama para penuntut ilmu, kami baca buku-buku para ulama itu dan kami dengarkan penjelasan mereka maka kami pun menemukan kebenaran. Tentu saja kami bergembira mendapatkannya. Sebagaimana dulu sewaktu masih kecil kami sangat senang apabila menyambut kedatangan ayahanda pulang dari tempat kerja. Sungguh tiada kebahagiaan dunia yang melebihi kebahagiaan berjalan di atas hidayah.
Wahai Ayahku, Putramu Ingin Mengadu Kepadamu…
Setelah kami dapatkan ilmu seteguk demi seteguk, ternyata kebenaran yang kami pelajari banyak dilanggar oleh masyarakat. Aturan yang sudah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya banyak diabaikan oleh orang. Mulai dari perbuatan syirik, minum khamar, berjudi, pamer aurat hingga membunuh jiwa yang tidak bersalah. Sungguh kenyataan hidup yang sangat memilukan. Kami sadar memang kebenaran itu sedikit pengikutnya. Akan tetapi bukankah Allah menciptakan manusia dalam keadaan memiliki fitrah untuk mengabdi kepada-Nya. Semua bayi yang dilahirkan pasti membawa fitrah. Sebagaimana sebuah sabda Nabi yang sering kita dengar, “Semua bayi terlahir di atas fitrah. Maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari)
Semua orang Islam tentu ingin menjadi penghuni surga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua umatku pasti akan masuk surga kecuali orang yang tidak mau” Maka para sahabat bertanya siapakah orang yang tidak mau masuk surga. Beliau menjawab, “Barang siapa yang taat kepadaku masuk surga dan barang siapa yang durhaka kepadaku dialah orang yang tidak mau.” (HR. Bukhari) Dan amat disayangkan banyak orang Islam yang sudah tidak paham lagi ajaran agamanya. Mereka meniru budaya dan pemikiran orang-orang kafir. Akhirnya mereka besar dan tumbuh di atas nilai-nilai yang jauh dari nafas ajaran Islam. Udara yang kita hirup di negeri ini seolah-olah bukan udara kaum muslimin. Seolah-olah, nafas menjadi sesak, tenggorokan pun terasa gatal dan jantung pun tak henti-hentinya berdebar. Yang tampak adalah asap maksiat disertai teriknya kezaliman yang menyengat dan membakar kepala.
Ayahku, tidak kami pungkiri, kami ini adalah anak-anak yang masih belia. Kami belum banyak makan asam garam kehidupan. Kami juga tidak mengalami pahit getirnya hidup di bawah penjajahan Belanda dan Jepang yang selalu diceritakan dalam buku-buku sejarah. Kami sadar sepenuhnya, dan kami sangat menghormati jasa perjuangan para pendahulu kami. Oleh sebab itu kami ingin agar hasil perjuangan ini semakin bertambah baik dan sempurna. Apabila dulu umat Islam mengobarkan peperangan melawan penjajah yang menindas negeri kita maka kami pun tidak melakukan hal yang jauh berbeda. Kami sekarang mengajak umat Islam untuk mengobarkan peperangan melawan syaitan yang menjajah hati dan perilaku kehidupan masyarakat kita. Karena Allah ta’ala telah berfirman:
وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
“Janganlah kamu ikuti langkah-langkah syaitan. Karena sesungguhnya dia itu adalah musuhmu yang nyata.” (QS. Al Baqarah: 168)
Bukankah kita sering berdoa kepada Allah agar terhindar dari gangguan syaitan baik yang berbentuk jin maupun yang berwajah manusia? Ya, inilah ajakan kami. Marilah kita selamatkan diri kita dari jebakan syaitan dan bala tentaranya.
Inilah bendera jihad yang dikibarkan oleh para ulama dari zaman ke zaman. Demi melaksanakan perintah Allah ta’ala yang turun dari atas langit sana:
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوّاً
“Sesungguhnya syaitan adalah musuh bagi kalian. Maka jadikanlah dia sebagai musuh kalian.” (QS. Faathir: 6)
Inilah pertempuran yang akan terus berlangsung hingga tegaknya hari kiamat. Pertempuran antara kebenaran dan kebatilan. Pertarungan antara wali-wali Ar Rahman dengan wali-wali syaitan. Dan tidak perlu ragu lagi, hanya golongan Allah lah yang akan mendapatkan kemenangan dan keberuntungan. Allah sudah menegaskan:
أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Ketahuilah, hanya golongan Allah sajalah yang menjadi orang-orang yang beruntung.” (QS. Al Mujaadilah: 22)
Tidak perlu cemas dan takut karena Allah pasti menolong orang-orang yang membela agama-Nya. Allah berfirman:
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاء اللّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آمَنُواْ وَكَانُواْ يَتَّقُونَ . لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَياةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ لاَ تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Ketahuilah, sesungguhnya wali-wali Allah tidak perlu merasa takut dan sedih. Mereka adalah orang yang beriman dan senantiasa bertakwa. Mereka mendapatkan kabar gembira di kehidupan dunia dan di akhirat. Tidak ada pembatalan dalam ketetapan Allah. Itulah kemenangan yang besar” (QS. Yunus: 62-64)
Pelajaran Tauhid yang Kami Dapatkan
Ayahku, suatu saat aku duduk di sebuah majelis ilmu. Ustadz (guru ngaji) yang berceramah menjelaskan kepada para penuntut ilmu yang hadir ketika itu tentang sebuah perkara yang sangat penting. Apakah gerangan isi kajian itu? SubhanAllah, tauhid! Ternyata tauhid adalah bagian yang sangat penting dalam ajaran Islam. Bahkan tauhid itulah inti ajaran Islam. Beliau menjelaskan bahwa tauhid itu artinya menujukan segala bentuk ibadah hanya kepada Allah saja. Inilah makna syahadat Laa ilaaha illAllah, tidak ada yang berhak disembah selain Allah. Kita tidak boleh menujukan salah satu bentuk ibadah kepada selain Allah, karena itulah perbuatan syirik yang dilarang di dalam Al-Qur’an. Orang yang bergantung kepada selain Allah berarti telah menyandarkan harapan hidupnya secara penuh kepada selain Allah, ini jelas tidak boleh. Sebab hanya Allah saja yang berkuasa menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan dan mematikan kita. Lalu apa alasan yang membolehkan kita pergi ke kubur para wali dan meminta-minta kebutuhan kita di sisi kubur-kubur mereka. Bukankah mereka itu sudah mati. Apa yang bisa dilakukan orang yang sudah mati, tidak ada.
Putramu tidak mengada-ada. Lihatlah sebuah kampung santri di dekat ring road itu, di sana terdapat kubur seorang shalih yang konon katanya keturunan Keraton. Pada saat-saat tertentu kubur itu dikunjungi orang banyak untuk mencari berkah dan berdoa di sisi kuburnya. Tahukah ayah, berapa orang yang datang berkunjung ke sana. Entahlah, aku sendiri belum pernah menghitungnya. Akan tetapi kita bisa bayangkan berapa banyak orang yang dibawa oleh rombongan bis-bis yang datang dari luar kota. Jauh-jauh mereka datang untuk merayakan ulang tahun kematian orang shalih itu dan mencari berkah di sana. Orang-orang yang tinggal di sekelilingnya bukan sembarang orang. Mereka adalah para kyai dan santri, yang sangat akrab dengan sarung dan peci. Tapi apakah mereka melarang perbuatan itu sebagaimana dahulu Nabi melarang menjadikan kubur beliau sebagai tempat perayaan yang dikunjungi orang-orang? Bahkan sebaliknya, mereka semarakkan acara semacam itu dengan berbagai macam hidangan. Inikah yang disebut pariwisata, inikah yang disebut dengan keluhuran budaya nenek moyang yang harus dilestarikan?
Ayahku, itulah sedikit ceritaku. Ayah tentu tahu, syirik adalah dosa terbesar yang tidak akan diampuni oleh Allah. Karena Allah berfirman:
إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْماً عَظِيماً
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik. Dan Allah mengampuni dosa di bawah tingkatan syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.” (QS An Nisaa’: 48)
Semua orang pasti punya dosa dan kesalahan. Oleh karena itu setiap orang pasti membutuhkan ampunan Allah. Lalu apa jadinya apabila Allah tidak mau mengampuni dosa seseorang. Pasti orang itu akan mengalami siksa. Alangkah malangnya seorang hamba yang meninggal dalam keadaan berbuat syirik kepada-Nya. Allah berfirman:
إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
“Sesungguhnya barang siapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh Allah telah mengharamkan surga baginya dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu.” (QS Al Maa’idah: 72)
Para Ustadz telah menerangkan kepada kami dengan dalil-dalil yang jelas dan kuat dari Al-Qur’an maupun hadits yang menunjukkan bahwa syirik adalah dosa yang sangat berbahaya. Apabila ada seorang muslim yang melakukan syirik maka seluruh amalan yang pernah dilakukannya akan menjadi sirna. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah di dalam firman-Nya:
لَهُ مَقَالِيدُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ اللَّهِ أُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Sungguh jika kamu berbuat syirik pasti akan terhapuslah seluruh amalmu dan kamu benar-benar akan termasuk golongan orang yang merugi.” (QS. Az Zumar: 65)
Lalu apalah artinya shalat kita, puasa kita, shadaqah kita, kalau itu semua harus terhapus dan lenyap gara-gara sebuah dosa. Nila setitik bisa merusak susu sebelanga. Itulah kata para pujangga. Sungguh mengerikan. Amal yang sudah dikerjakan selama bertahun-tahun hilang. Lenyap sudah harapan untuk bisa mengecap kenikmatan surga. Surga, yang di dalam Al-Qur’an diceritakan berisi berbagai kesenangan tiada tara. Di sana ada sungai susu, madu murni dan buah-buahan yang tidak pernah habis sebagai balasan bagi orang-orang yang beriman. Kalau surga tidak dapat, lantas tempat apa lagi yang tersisa. Neraka, duhai sungguh mengerikan dan menyakitkan tinggal di sana. Mendengar ceritanya saja kita sudah ngeri, apalagi harus merasakan panas siksanya. Siksa yang tak berkesudahan bagi orang-orang yang berbuat syirik dan terjatuh dalam kekafiran. Semoga Allah menyelamatkan diri pribadi dan keluarga kita dari api neraka.
Kami Diajari untuk Meninggalkan Bid’ah
Ayahku, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Barang siapa mengerjakan suatu amal yang tidak ada tuntunannya dari kami maka amalan itu tertolak” (HR. Muslim). Para Ustadz menerangkan kepada kami bahwa bid’ah adalah tata cara beribadah yang tidak diajarkan oleh Nabi. Bid’ah adalah perbuatan yang sangat tercela. Karena seolah-olah orang yang melakukannya menganggap ajaran Islam ini belum sempurna, sehingga perlu untuk diberikan ajaran tambahan hasil pemikiran mereka. Seorang sahabat Nabi pernah mengatakan, “Semua tata cara ibadah yang tidak pernah dikerjakan oleh para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka janganlah kamu beribadah dengannya.”
Kata para ulama, suatu amal ibadah tidak akan diterima kecuali memenuhi dua syarat:
Syarat pertama, harus ikhlas, tidak boleh dicampuri syirik atau riya’ (cari muka).
Syarat kedua, harus sesuai tuntunan, tidak boleh dengan cara yang bid’ah.
Oleh karena itu di samping kita harus membersihkan hati kita dari syirik maka kita juga harus membersihkan tubuh kita dari tata cara beribadah yang tidak ada tuntunannya. Inilah ibadah yang akan diterima oleh Allah, yang ikhlas dan sesuai tuntunan. Inilah rahasia yang terkandung dalam dua kalimat syahadat.
Asyhadu anlaa ilaaha illAllah artinya kita hanya beribadah hanya kepada Allah. Dan wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah artinya kita beribadah kepada Allah hanya dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Suatu saat ada seorang warga di kampung sebelah yang meninggal dunia. Dia seorang muslim. Maka orang-orang pun datang berkunjung untuk bertakziah, menshalati jenazahnya dan menguburkannya. Alangkah bagusnya kaum muslimin yang telah menuruti perintah Nabi untuk merawat jenazah saudaranya, memandikan dan menguburkannya. Semoga Allah membalas mereka dengan kebaikan. Namun sayang sekali, mereka juga melakukan ajaran ibadah baru yang tidak diajarkan. Ya, memang sudah jadi tradisi di daerah kita kalau ada orang mati maka sesudahnya diadakan kenduri, membaca surat Yasin untuk dihadiahkan pahalanya kepada mayat, berkumpul-kumpul di rumah keluarga yang ditinggal mati dan makan-makan di sana. Tradisi ini sudah lama berjalan. Sampai-sampai kalau ada seorang warga kampung yang tidak mengadakan acara seperti ini maka seketika itu pula bermunculan komentar miring dari tetangga. Belum lagi kalau yang bicara adalah pak kaum yang sudah langganan memimpin acara kenduri itu.
Hal ini sudah pernah terjadi di kampung kita. Ketika itu katanya ada seorang ibu shalihah meninggal dan berpesan kepada suami dan anak-anaknya supaya tidak perlu mengadakan kenduri dan semacamnya, karena menurut beliau hal itu tidak ada ajarannya dalam agama (baca: bid’ah). Wajar beliau bersikap demikian. Karena beliau memang dikenal sebagai seorang ibu yang rajin menghadiri pengajian dan termasuk penggeraknya. Apalagi suaminya juga seorang guru di sekolah Muhammadiyah, sebuah organisasi Islam yang konon katanya sangat getol memerangi TBC (Takhayul, Bid’ah dan Churafat). Tapi apa yang terjadi setelah pesan itu dilaksanakan oleh keluarganya. Ternyata pak kaum sempat mengatakan dengan nada tidak suka, “Mbok ya kalau tidak kuat mendoakan sendirian ya ngundang tetangga.” Sebagaimana diceritakan oleh salah seorang anak ibu shalihah itu. Tetapi karena keluarganya tetap berpegang teguh dengan ajaran Nabi maka acara semacam itu pun tetap tidak diadakan. Aduh, beratnya. Mungkin demikian komentar sebagian orang. Bagaimana tidak, mereka harus berjuang melawan tradisi yang sudah mengakar dan membudaya. Tradisi yang diwariskan dari kakek dan nenek kepada cucu dan cicitnya. Tapi apa mau di kata, kebenaran harus dibela dan aturan Nabi tidak boleh diremehkan. Inilah contoh muslim yang berpegang teguh dengan pesan Nabinya.
Pada suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan nasihat kepada para sahabat sampai membuat mata mereka menangis dan hati mereka bergetar. Salah satu isi nasihat beliau adalah, “Sesungguhnya orang di antara kalian yang hidup sesudahku pasti akan melihat banyak perselisihan (penyimpangan). Maka berpeganglah dengan sunnah (ajaran)ku dan ajaran khulafa’ ur rasyidin yang berpetunjuk. Gigitlah ajaran itu dengan gigi-gigi gerahammu. Dan jauhilah perkara-perkara baru yang diada-adakan. Karena setiap perkara baru yang diada-adakan (di dalam agama) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Kita memang harus taat pada Nabi dan tidak boleh durhaka kepadanya. Karena orang yang durhaka kepada Nabi sama dengan durhaka kepada Allah yang telah mengutusnya. Kalau Nabi saja bilang setiap bid’ah itu sesat masak kita mau bilang ada bid’ah yang baik? Memangnya kita lebih pintar daripada Nabi? Begitulah penjelasan salah seorang peserta pengajian. “Bukankah yang biasa memimpin kenduri itu pak kaum, tentunya beliau lebih paham agama daripada kita-kita ini?” Si peserta pengajian itu pun mengatakan, “Memangnya yang tahu semua permasalahan agama hanya pak kaum? Apa orang selain pak kaum tidak boleh bicara agama padahal dia punya dasar kuat dari Al-Qur’an dan Hadits? Apalagi para ulama sebelumnya juga sudah menjelaskan dalam kitab-kitab mereka kalau perbuatan seperti ini tidak boleh dilakukan.”
Imam Nawawi mengatakan, “Adapun bacaan Quran (yang pahalanya dikirimkan kepada mayit), maka yang masyhur dalam mazhab Syafi’i, tidak dapat sampai kepada mayat yang dikirimi… Sedang dalilnya Imam Syafi’i dan pengikut-pengikutnya, yaitu firman Allah (yang artinya), “Dan seseorang tidak akan memperoleh, melainkan pahala usahanya sendiri.” dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), “Apabila manusia telah meninggal dunia, maka terputuslah amal usahanya, kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan dan anak saleh (laki/perempuan) yang berdo’a untuknya (mayit).” (An Nawawi, Syarah Muslim, juz 1 hal. 90, dicuplik dari Tahlilan dan Selamatan menurut Mazhab Syafi’i, hal. 9)
Imam Asy Syafi’i sendiri tidak menyukai adanya berkumpul di rumah ahli mayit ini, seperti yang beliau kemukakan dalam kitab Al Umm, sebagai berikut, “Aku tidak menyukai mat’am, yaitu berkumpul (di rumah keluarga mayit), meskipun di situ tidak ada tangisan, karena hal itu malah akan menimbulkan kesedihan baru.” (Asy Syafi’i, Al Umm, juz 1, hal. 248, dicuplik dari Tahlilan dan Selamatan menurut Mazhab Syafi’i, hal. 18). Lalu apa yang harus dilakukan? Imam Syafi’i mengatakan, “Dan aku menyukai, bagi jiran (tetangga) mayit atau sanak kerabatnya, membuatkan makanan untuk keluarga mayit, pada hari datangnya musibah itu dan malamnya, yang sekiranya dapat mengenyangkan mereka, dan amalan yang demikian itu adalah sunnah (tuntunan Nabi).” (Asy Syafi’i, Al Umm, juz 1, hal. 247, dicuplik dari Tahlilan dan Selamatan menurut Mazhab Syafi’i, hal. 27) “Ini lho mazhabnya Imam Syafi’i”, kata seorang peserta pengajian.
Akhir cerita…
Sedih, itulah perasaan yang tersimpan di hati kami, para peserta pengajian yang rata-rata masih muda dan berstatus mahasiswa. Apa pasalnya? Kita sekarang sudah mengerti ajaran yang benar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tauhid, tetapi ternyata masih banyak juga masyarakat kita yang terjerumus di dalamnya, bahkan acara-acara semacam itu dijadikan objek wisata dan jadi berita hangat di media masa. Kalau diberitakan lalu dijelaskan kesalahannya, alhamdulillah. Akan tetapi kenyataannya lain. Berita yang ada justru membuat seolah-olah acara berbau kesyirikan seperti ngalap berkah, ruwatan, larungan dan lain sebagainya sebagai acara tradisi yang patut dilestarikan!! Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun.
Hati siapa yang tidak menangis apabila hak Allah diinjak-injak. Allah yang sudah menciptakan kita, memberikan rezeki kepada kita. Allah lah yang menurunkan hujan sehingga para petani bergembira. Allah lah yang menahan badai samudra sehingga para nelayan bisa berlayar mencari ikan untuk menghidupi sanak keluarga. Allah lah yang menumbuhkan biji-bijian sehingga para petani dan masyarakat luas bisa menikmati hasilnya. Allah lah yang mengeluarkan minyak dari perut bumi sehingga perusahaan pengeboran bisa berjaya. Allah lah yang menyediakan bahan bakar minyak bumi sehingga motor-motor pun bisa berlari kencang di jalan raya. Allah lah yang menyediakan sumber daya alam sehingga perusahaan listrik negara bisa menyebarkan energi listrik ke segenap pelosok bumi Nusantara. Allah lah yang menciptakan matahari sehingga para petani bisa menjemur gabah dan para mahasiswa pun bisa menjemur cuciannya hingga kering tanpa harus mengeluarkan sepeser biaya. Allah jugalah yang menyediakan oksigen di udara sehingga seluruh umat manusia bisa menghirup dan hidup karenanya. Allah lah yang menciptakan mata air di dalam bumi sehingga pompa-pompa air pun bisa menyerap dan mengangkatnya ke rumah-rumah penduduk dunia. Allahu akbar!! Lalu kok tega-teganya mereka melakukan syirik, bukankah itu artinya mereka telah menghina Allah ta’ala.
Belum lagi bid’ah. Penyakit yang satu ini memang susah untuk diobati. Bagaimana mau diobati, lha wong orang yang tertimpa penyakit ini merasa dirinya sehat-sehat saja. Kalau mau diobati malah marah-marah dan menuduh dokternya dengan tuduhan yang bukan-bukan. Apalagi yang kurang coba? Oleh sebab itulah, mereka ini ingin mengajak seluruh umat Islam yang ada untuk bahu membahu mengembalikan keindahan masyarakat Islam yang sudah lama memudar ini. Marilah kita terapkan Islam dalam hidup dan kehidupan kita. Dalam keyakinan, ucapan dan amalan kita. Baik yang terkait dengan urusan ibadah, hukum, tata cara berpakaian, bergaul, berumah tangga, bertetangga dan lain sebagainya. Marilah kita berjuang memerangi syirik, bid’ah dan maksiat. Lalu kita tegakkan tauhid, kita hidupkan sunnah dan kita laksanakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Apabila kalian telah berjual beli dengan cara ‘inah (riba), kalian pegang ekor-ekor sapi, dan kalian telah puas dengan bercocok tanam sehingga kalian pun meninggalkan jihad (membela agama dengan ilmu atau senjata). Maka pasti Allah timpakan kehinaan kepada kalian. Allah tidak akan mencabut kehinaan itu sampai kalian mau kembali kepada ajaran agama kalian.” (Silsilah Ahadits Shahihah no. 11) WAllahu a’lam. Inilah sekelumit cerita, bingkisan untuk ayah dan bunda. Semoga Allah memasukkan kita ke dalam surga-Nya dengan tauhid dan ketaatan kita, amin.
Allahummaghfirlana wa li waalidainaa, warham huma kamaa rabbayanaa shighaara.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi, keluarga dan sahabatnya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
Ditulis oleh seorang anak yang telah banyak merepotkan ayah dan ibunya, Dhuha 27 Muharram 1427.
***
Penulis: Abu Muslih Ari Wahyudi
Murojaah: Ustadz Afifi Abdul Wadud
Artikel www.muslim.or.id
sungguh tulisan ini membuatku makin bersuyukur kepada allah yang telah memberikanku dua nikmat yng kata ibnu qoyyim adalah nikmat yang mutlaq yaitu nikmat islam dan nikmat hidup diatas sunnah.jazakallah khoir.
alhamdulillah,semoga Allah selalu memberikan rahmatNya,ampunanNya, kemudahan-kemudahan bagi kita semua untuk selalu tegak di jalanNya,
jazakallah khair untuk penulis& segala pihak yang terkait serta berperan serta dalam website ini…..artikel ini insyaAllah akan ana print dan bs diberikan ke ortu ana..semoga hidayah selalu tercurah pada qt semua semua…syukron..
Bismillah..
Kepada Muslim or.id.
Afwan sebelumnya, ana ada sedikit kebingungan…
Apakah atsar di bawah ini shahih dari imam ahmad :
Khallil berkata, “Hasan bin Ahmad al Fizari mengabarkan kepadaku, Ali bin Musa Al Hadad bertutur kepadaku- dan ia adalah orang yang jujur, shaduq-, ‘Aku bersama Ahmad bin Hanbal dan Muhammad bin Qudamah al Jawhari melayat jenazah, seusai dikebumikan, ada seorang buta duduk di sisi kuburan sambil membaca Alqur’an, maka Ahmad berkata kepadanya, ‘Hai Anda, ketahuilah bahwa membaca Alqur’an itu bid’ah!”
Ketika kami keluar dari pekuburan, Muhammad bin Qudamah berkata kepada Ahmad bin Hanbal, ‘Wahai Abu Abdillah, apa pendapatmu tentang Mubasysyir al Halabi? Ia menjawab, ‘Ia tsiqah (terpercaya dalam membawakan hadis), ia berkata, ‘Apakah Anda meriwayatkan sesuatu darinya?’ Ya, jawab Ahmad.
Maka Muhammad berkata, “Mubasysyir mengabarkan kepadaku dari Abdurrahman bin al Ali bin al Lajlj dari ayahnya bahwa ia berwasiat agar jika kelak ia dikuburkan agar ada yang membacakan pembukaan dan penutupan surah al Baqarah di sisi kepalanya. Dan ia berkata, bahwa Ibnu Umar juga berwasiat demikian.”
Maka segera Ahmad memerintahkannya agar kembali dan mengatakan kepada orang yang ia tegur itu agar kembali membaca Alqur’an lagi.
NB :
Apabila komen ana bisa menimbulkan syubhat bagi yang lain, maka sebaiknya tidak usah ditampilkan.
Jazakallahu khair
Kepada Abu Yusuf: ada teks arabnya gak akh? dari terjemah atsar di atas jelas sekali bahwa orang buta tersebut membaca Al-Quran di sisi kuburan, yang mana perbuatan tersebut terlarang dalam Islam, hukumnya masuk ke permasalahan bid’ah sekaligus syirik. Silakan baca penjelasannya di Syarah Kitab Tauhid (Fathul Madjid dll). Wallahu a’lam…
Bismillah..
@Akhi Abdul Jabbar
gimana caranya nampilin teks arab di kolom komentar..? ana masih awam..
Jazakallahu khair
Bismillah…
@Akhi Abdul Jabbar
Afwan sepertinya gak ada teks Arabnya
Hanya saja bisa dilihat di Kitab Ar Ruh karya Ibnul Qayyim al Jauziah..
Memang perkara ini akan lebih jelas apabila ada teks aselinya
untuk menjawab syubhat di bawah :
“Tapi bukankah melafadzkan Qur’an tanpa membaca/memegang kitabnya dapat juga dikatakan “sedang membaca Qur’an”…?”
u/ admin : apabila komen ana menimbulkan syubhat bagi yang lain, sebaiknya tidak usah ditampilkan.
Jazakallohu khair..
Assalamu’alaikum
Afwan akhi abu yusuf, yang ana tahu ulama’ meragukan bahwa kitab Ar-Ruh ini merupakan karangan Imam Ibnu Qayyim. Diantaranya adalah Syaikh Albani. Beliau (syaikh albani) mengatakan bahwa didalam kitab ini banyak terdapat kisah-kisah dan riwayat2 munkar dan juga beliau (syaikh albani) mengatakan belum pernah melihat kitab aslinya/makhtuthah(maksudnya kitab tulisan tangan ibnu qayyim).
Ada juga yg berusaha mengkompromikan, bahwasanya kitab ini ditulis sebelum beliau rahimahullah bertemu dengan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dimana pada masa itu Ibnu Qayyim masih menganut metode pemikiran sufiyyah.
Akan tetapi-wallahu A’lam- yang ana tahu para ulama sepakat bahwa kitab Ar-Ruh ini banyak mengandung perkataan2 yg aneh dan munkar.
Bismillah..
Riwayat yang dibawakan akhi Abu Yusuf adalah benar dari Imam Ahmad bin Hambal, dan beliau memang berpendapat bolehnya membaca Qur’an untuk di kuburan. Riwayat ini dibawakan Ibnu Qudamah Al Maqdisi dalam kitab Al Mughni (2/423), yang merupakan kitab Fiqh Hambali. Berikut ana kutipkan teks arabnya:
قال : ولا بأس بالقراءة عند القبر وقد روي عن أحمد أنه قال : اذا دخلتم المقابر اقرأوا آية الكرسي وثلاث مرار قل هو الله أحد ثم قل اللهم ان فضله لأهل المقابر وروي عنه أنه قال : القراءة عند القبر بدعة وروي ذلك عن هشيم قال أبو بكر : نقل ذلك عن أحمد جماعة ثم رجع رجوعا أبان به عن نفسه فروى جماعة أن أحمد نهى ضريرا أن يقرأ عند القبر وقال له إن القراءة عند القبر بدعة فقال له محمد بن قدامة الجوهري يا أبا عبد الله ما تقول في مبشر الحلبي ؟ قال ثقة فأخبرني مبشر عن أبيه أنه أوصى اذا دفن يقرأ عنده بفاتحة البقرة وخاتمتها وقال سمعت ابن عمر يوصي بذلك قال أحمد بن حنبل فارجع فقل للرجل يقرأ وقال الخلال : حدثني أبو علي الحسن بن الهيثم البزاز شيخنا الثقة المأمون قال رأيت أحمد بن حنبل يصلي خلف ضرير يقرأ على القبور وقد روي عن النبي صلى الله عليه و سلم أنه قال : [ من دخل المقابر فقرأ سورة يس خفف عنهم يومئذ وكان له بعدد من فيها حسنات ] وروي عنه عليه السلام : [ من زار قبر والديه فقرأ عنده أو عندهما يس غفر له ]
Dalam permasalahan membaca Qur’an untuk mayyit di kuburan memang terdapat beberapa pendapat ulama. Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi membahas hal ini dalam Kitab Syarah Aqidah Ath Thahawiyyah dan menyebutkan 3 pendapat ulama:
“Ulama yang berpendapat tentang haramnya hal tersebut, seperti Abu Hanifah, Malik dan salah satu pendapat Ahmad, mereka beralasan bahwa hal tersebut adalah bid’ah. Dan membaca Qur’an mirip dengan shalat. Shalat menghadap kuburan itu terlarang, maka begitu juga membaca Qur’an di kuburan.
Ulama yang berpendapat bahwa hal ini boleh, seperti Muhammad Bin Hasan dan salah satu pendapat Ahmad berdalil dengan riwayat dari Ibnu Umar Radhiallahu’anhu yang berwasiat untuk dibacakan awal dan akhir surat Al Baqarah saat beliau hendak dimakamkan. Hal ini juga diriwayatkan dari sebagian Muhajirin.
Ulama yang berpendapat hanya boleh pada saat hendak dimakamkan saja beralasan dengan riwayat dari Ibnu Umar dan Muhajirin.
Amma ba’du, (Adapun menurutku) sebagaimana juga hukum membaca Qur’an secara bergantian di kuburan, hukumnya makruh. Karena tidak terdapat contoh dari Sunnah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Dan tidak ada riwayat dari salaf yang dapat dijadikan dasar. Dan pendapat ini (menurutku) lebih kuat dari pendapat yang lain, karena mengkompromikan kedua dalil” [Syarah Aqidah Ath Thahawiyyah, hal 477, Tahqiq Ahmad Syakir, cetakan Darul Aqidah]
Demikianlah tarjih dari Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi. Namun, Wallahu Ta’ala A’lam, yang benar adalah pendapat yang mengharamkan membaca Qur’an bagi mayyit. Karena:
1. Hukum asal ibadah adalah diharamkan kecuali terdapat dalil, dan tidak terdapat dalil dalam hal ini yang menyatakan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mencontohkan atau memerintahkannya. Wa Khoirul Hadyi Hadyu Muhammadin Shallallahu’alaihi Wasallam.
2. Tidak ada contoh dari salafush shalih. Sedangkan riwayat dari Ibnu Umar tersebut tidak shahih. Sebagaimana dijelaskan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Dho’ifah [Jilid pertama, hal. 126, Terbitan Maktabah Al Ma’arif Riyadh]
3. Hadits yang dijadikan dalil oleh Ibnu Qudamah yaitu
من دخل المقابر فقرأ سورة يس خفف عنهم يومئذ وكان له بعدد من فيها حسنات
“Orang yang memasuki kuburan dengan membaca surat Yasin akan diringankan siksa kubur bagi mereka (penghuni kubur) pada hari itu dan ia mendapat banyak kebaikan darinya”
Hadits ini DHAIF (lemah), sebagaimana dijelaskan Ibnu Jauzi dalam “Al Maudhuat” (2/313) dan Asy Syaukani dalam “Al Fawaaidul Maj’muah” (942). (Keterangan ini saya dapatkan dari Syaikh Shalih Al Munajjid di http://www.islamqa.com/ar/ref/75894)
Juga hadits:
من زار قبر والديه فقرأ عنده أو عندهما يس غفر له
“Orang yang berziarah ke kuburan kedua orang tuanya, lalu membaca surat Yasin bagi salah satu atau keduanya, maka ia diampuni dosanya”
Hadits ini MAUDHU’ (palsu), sebagaimana dijelaskan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Dho’ifah [Jilid pertama, hal. 126, Terbitan Maktabah Al Ma’arif Riyadh]
Berikut ini fatwa Syaikh Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin, Syaikh Abdul Aziz Bin Baz dan Lajnah Daimah:
Fatwa Syaikh Bin Baz
Fatwa Syaikh Utsaimin
Fatwa Lajnah Daimah
Kepada para pengunjung muslim sekalian,
kami dari muslim.or.id mohon dalam mengajukan pertanyaan dan permasalahan agar bisa sesuai dengan tema pembahasan artikel agar pembahasannya tidak campur baur.
Kalau memang mau menanyakan pertanyaan di luar materi, silakan bisa mengajukan ke email muslim.
Jazakumullahu khoiron.
Bismillah…
@akhi abu faisal
Barakallahu fiikum akhi.
Alhamdulillah…ana sudah pernah mendengar tentang masalah tersebut, hanya saja sebagian orang ada yang menggunakannya sebagai hujjah, ana khawatir apabila masalah tersebut dikemukakan maka yang terjadi adalah ketidakilmiyahan di dalam berdiskusi….
bahkan bisa jadi tuduhan2 lain seperti mengikuti hawa napsu….taqlid kelompok…dan lain2…na’udzubillahi min dzallik
dan memang realita yang terjadi seperti itu akh..
@akhi Aswad
Jazakallahu khair atas penjelasannya.
Afwan akh..gimana cara menulis teks arab di kolom komen.?
@muslim.or.id
Semoga Allah menjaga kalian
Subhanallah…tulisan ini cocok sekali dengan kondisi muslim saat ini. Saya mohon izin utk menyebarkan tulisan ini… Jazakallah khair
Ana minta izin dicopy y..
mohon izin di copy…untuk dibagi2 sama teman2
Sungguh bermanfaat jika diketahui oleh banayak teman,,,
jazakallah khairan katsir
ana mohon izin share ya Mas Ari..syukran
subhanallah, an ijin copas ya.. syukron
mohon ijin di copy…..sykron….
Subhanallah….
sungguh indah artikel yang anda buat…
sungguh saya kagum dengan tulisan anda…
sungguh bermanfaat dan beruntung bagi yang membacanya…
^_^
assalamu’alaikum..
ana izin copy
@muslim.or.id
Semoga Allah menjaga kalian…
Bismillah
Tulisanny sgt bgus dan juga mnjd pnyemangat agar ttp tegar dlm mmegang islam ssuai sunnah.
jazakumullahu khairan katsiran ya akhi karim.
afwan, ana izin share, jazakumullohu khoyr..
Assalamualaikum warrohmah,wabarrokah?salam ukhuwah ikhwan&akhwat izin tag ya,syukron katsiro.
mintak izin nk copy..
bismillaah,,,
ijin copas uztaz….
bahagiakan orang tua,sbagai mna dia bhagiakan kita..
Ridho Allah Ada pada org tua
Assalamualaikum wr wb..
Ijin copas ya Pak Ustadz..
suwun..