Daftar Isi
ToggleKenapa kita harus jujur? Apakah jujur bisa menyelamatkan kita di dunia dan akhirat? Simak penjelasannya di artikel berikut.
[lwptoc]
Mukadimah
Jujur adalah sebuah ungkapan yang acap kali kita dengar dan menjadi pembicaraan. Akan tetapi bisa jadi pembicaraan tersebut hanya mencakup sisi luarnya saja dan belum menyentuh pembahasan inti dari makna jujur itu sendiri. Apalagi perkara kejujuran merupakan perkara yang berkaitan dengan banyak masalah keislaman, baik itu akidah, akhlak ataupun muamalah; di mana yang terakhir ini memiliki banyak cabang, seperti perkara jual-beli, utang-piutang, sumpah, dan sebagainya.
Jujur merupakan sifat yang terpuji. Allah menyanjung orang-orang yang mempunyai sifat jujur dan menjanjikan balasan yang berlimpah untuk mereka. Termasuk dalam jujur adalah jujur kepada Allah, jujur dengan sesama dan jujur kepada diri sendiri. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang shahih bahwa Nabi bersabda,
“Senantiasalah kalian jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.”
Definisi Jujur
Jujur bermakna keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar/jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta. Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana seorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada batinnya. Seorang yang berbuat riya’ tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia telah menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dia sembunyikan (di dalam batinnya). Demikian juga seorang munafik tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia menampakkan dirinya sebagai seorang yang bertauhid, padahal sebaliknya. Hal yang sama berlaku juga pada pelaku bid’ah; secara lahiriah tampak sebagai seorang pengikut Nabi, tetapi hakikatnya dia menyelisihi beliau. Yang jelas, kejujuran merupakan sifat seorang yang beriman, sedangkan lawannya, dusta, merupakan sifat orang yang munafik.
Imam Ibnul Qayyim berkata, Iman asasnya adalah kejujuran (kebenaran) dan nifaq asasnya adalah kedustaan. Maka, tidak akan pernah bertemu antara kedustaan dan keimanan melainkan akan saling bertentangan satu sama lain. Allah mengabarkan bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba dan yang mampu menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya (kebenarannya).
Allah berfirman,
“Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka.” (QS. al-Maidah: 119)
“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. az-Zumar: 33)
Keutamaan Jujur
Nabi menganjurkan umatnya untuk selalu jujur karena kejujuran merupakan mukadimah akhlak mulia yang akan mengarahkan pemiliknya kepada akhlak tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Nabi,
“Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebajikan.”
Kebajikan adalah segala sesuatu yang meliputi makna kebaikan, ketaatan kepada Allah, dan berbuat bajik kepada sesama.
Sifat jujur merupakan alamat keislaman, timbangan keimanan, dasar agama, dan juga tanda kesempurnaan bagi si pemilik sifat tersebut. Baginya kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat. Dengan kejujurannya, seorang hamba akan mencapai derajat orang-orang yang mulia dan selamat dari segala keburukan.
Kejujuran senantiasa mendatangkan berkah, sebagaimana disitir dalam hadist yang diriwayatkan dari Hakim bin Hizam dari Nabi, beliau bersabda,
“Penjual dan pembeli diberi kesempatan berfikir selagi mereka belum berpisah. Seandainya mereka jujur serta membuat penjelasan mengenai barang yang diperjualbelikan, mereka akan mendapat berkah dalam jual beli mereka. Sebaliknya, jika mereka menipu dan merahasiakan mengenai apa-apa yang harus diterangkan tentang barang yang diperjualbelikan, maka akan terhapus keberkahannya.”
Dalam kehidupan sehari-hari –dan ini merupakan bukti yang nyata– kita dapati seorang yang jujur dalam bermuamalah dengan orang lain, rezekinya lancar-lancar saja, orang lain berlomba-lomba datang untuk bermuamalah dengannya, karena merasa tenang bersamanya dan ikut mendapatkan kemulian dan nama yang baik. Dengan begitu sempurnalah baginya kebahagian dunia dan akherat.
Tidaklah kita dapati seorang yang jujur, melainkan orang lain senang dengannya, memujinya. Baik teman maupun lawan merasa tentram dengannya. Berbeda dengan pendusta. Temannya sendiripun tidak merasa aman, apalagi musuh atau lawannya. Alangkah indahnya ucapan seorang yang jujur, dan alangkah buruknya perkataan seorang pendusta.
Orang yang jujur diberi amanah baik berupa harta, hak-hak dan juga rahasia-rahasia. Kalau kemudian melakukan kesalahan atau kekeliruan, kejujurannya -dengan izin Allah- akan dapat menyelamatkannya. Sementara pendusta, sebiji sawipun tidak akan dipercaya. Jikapun terkadang diharapkan kejujurannya itupun tidak mendatangkan ketenangan dan kepercayaan. Dengan kejujuran maka sah-lah perjanjian dan tenanglah hati. Barang siapa jujur dalam berbicara, menjawab, memerintah (kepada yang ma’ruf), melarang (dari yang mungkar), membaca, berdzikir, memberi, mengambil, maka ia disisi Allah dan sekalian manusia dikatakan sebagai orang yang jujur, dicintai, dihormati dan dipercaya. Kesaksiaannya merupakan kebenaran, hukumnya adil, muamalahnya mendatangkan manfaat, majlisnya memberikan barakah karena jauh dari riya’ mencari nama. Tidak berharap dengan perbuatannya melainkan kepada Allah, baik dalam salatnya, zakatnya, puasanya, hajinya, diamnya, dan pembicaraannya semuanya hanya untuk Allah semata, tidak menghendaki dengan kebaikannya tipu daya ataupun khiyanat. Tidak menuntut balasan ataupun rasa terima kasih kecuali kepada Allah. Menyampaikan kebenaran walaupun pahit dan tidak mempedulikan celaan para pencela dalam kejujurannya. Dan tidaklah seseorang bergaul dengannya melainkan merasa aman dan percaya pada dirinya, terhadap hartanya dan keluarganya. Maka dia adalah penjaga amanah bagi orang yang masih hidup, pemegang wasiat bagi orang yang sudah meninggal dan sebagai pemelihara harta simpanan yang akan ditunaikan kepada orang yang berhak.
Seorang yang beriman dan jujur, tidak berdusta dan tidak mengucapkan kecuali kebaikan. Berapa banyak ayat dan hadist yang menganjurkan untuk jujur dan benar, sebagaimana firman-firman Allah yang berikut,
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. at-Taubah: 119)
“Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar.” (QS. al-Maidah: 119)
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya).” (QS. al-Ahzab: 23)
“Tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad: 21)
Nabi bersabda, “Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada yang tidak meragukanmu, sesungguhnya kejujuran, (mendatangkan) ketenangan dan kebohongan, (mendatangkan) keraguan.”
Macam-Macam Kejujuran
- Jujur dalam niat dan kehendak. Ini kembali kepada keikhlasan. Kalau suatu amal tercampuri dengan kepentingan dunia, maka akan merusakkan kejujuran niat, dan pelakunya bisa dikatakan sebagai pendusta, sebagaimana kisah tiga orang yang dihadapkan kepada Allah, yaitu seorang mujahid, seorang qari’, dan seorang dermawan. Allah menilai ketiganya telah berdusta, bukan pada perbuatan mereka tetapi pada niat dan maksud mereka.
- Jujur dalam ucapan. Wajib bagi seorang hamba menjaga lisannya, tidak berkata kecuali dengan benar dan jujur. Benar/jujur dalam ucapan merupakan jenis kejujuran yang paling tampak dan terang di antara macam-macam kejujuran.
- Jujur dalam tekad dan memenuhi janji. Contohnya seperti ucapan seseorang, “Jikalau Allah memberikan kepadaku harta, aku akan membelanjakan semuanya di jalan Allah.” Maka yang seperti ini adalah tekad. Terkadang benar, tetapi adakalanya juga ragu-ragu atau dusta. Hal ini sebagaimana firman Allah:
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya).” (QS. al-Ahzab: 23)Dalam ayat yang lain, Allah berfirman,“Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah, ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh.’ Maka, setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).” (QS. at-Taubah: 75-76) - Jujur dalam perbuatan, yaitu seimbang antara lahiriah dan batin, hingga tidaklah berbeda antara amal lahir dengan amal batin, sebagaimana dikatakan oleh Mutharrif, “Jika sama antara batin seorang hamba dengan lahiriahnya, maka Allah akan berfirman, ‘Inilah hambaku yang benar/jujur.'”
- Jujur dalam kedudukan agama. Ini adalah kedudukan yang paling tinggi, sebagaimana jujur dalam rasa takut dan pengharapan, dalam rasa cinta dan tawakkal. Perkara-perkara ini mempunyai landasan yang kuat, dan akan tampak kalau dipahami hakikat dan tujuannya. Kalau seseorang menjadi sempurna dengan kejujurannya maka akan dikatakan orang ini adalah benar dan jujur, sebagaimana firman Allah,“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. al-Hujurat: 15)
Realisasi perkara-perkara ini membutuhkan kerja keras. Tidak mungkin seseorang manggapai kedudukan ini hingga dia memahami hakikatnya secara sempurna. Setiap kedudukan (kondisi) mempunyai keadaannya sendiri-sendiri. Ada kalanya lemah, ada kalanya pula menjadi kuat. Pada waktu kuat, maka dikatakan sebagai seorang yang jujur. Dan jujur pada setiap kedudukan (kondisi) sangatlah berat. Terkadang pada kondisi tertentu dia jujur, tetapi di tempat lainnya sebaliknya. Salah satu tanda kejujuran adalah menyembunyikan ketaatan dan kesusahan, dan tidak senang orang lain mengetahuinya.
Khatimah
Orang yang selalu berbuat kebenaran dan kejujuran, niscaya ucapan, perbuatan, dan keadaannya selalu menunjukkan hal tersebut. Allah telah memerintahkan Nabi untuk memohon kepada-Nya agar menjadikan setiap langkahnya berada di atas kebenaran sebagaimana firman Allah,
“Dan katakanlah (wahai Muhammad), ‘Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang menolong.” (QS. al-Isra’: 80)
Allah juga mengabarkan tentang Nabi Ibrahim yang memohon kepada-Nya untuk dijadikan buah tutur yang baik.
“Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian.” (QS. asy-Syu’ara’: 84)
Hakikat kejujuran dalam hal ini adalah hak yang telah tertetapkan, dan terhubung kepada Allah. Ia akan sampai kepada-Nya, sehingga balasannya akan didapatkan di dunia dan akhirat. Allah telah menjelaskan tentang orang-orang yang berbuat kebajikan, dan memuji mereka atas apa yang telah diperbuat, baik berupa keimanan, sedekah ataupun kesabaran. Bahwa mereka itu adalah orang-orang jujur dan benar. Allah berfirman,
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintai kepada karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila dia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 177)
Di sini dijelaskan dengan terang bahwa kebenaran itu tampak dalam amal lahiriah dan ini merupakan kedudukan dalam Islam dan Iman. Kejujuran serta keikhlasan keduanya merupakan realisasi dari keislaman dan keamanan.
Orang yang menampakkan keislaman pada dhahir (penampilannya) terbagi menjadi dua: mukmin (orang yang beriman) dan munafik (orang munafik). Yang membedakan diantara keduanya adalah kejujuran dan kebenaran atas keyakinannya. Oleh sebab itu, Allah menyebut hakekat keimanan dan mensifatinya dengan kebenaran dan kejujuran, sebagaimana firman Allah,
“(Juga) bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan (Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. al-Hasyr: 8)
Lawan dari jujur adalah dusta. Dan dusta termasuk dosa besar, sebagaimana firman Allah,
“Kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (QS. Ali Imran: 61)
Dusta merupakan tanda dari kemunafikan sebagaimana yang disebutkan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda,
“Tanda-tanda orang munafik ada tiga perkara, yaitu apabila berbicara dia dusta, apabila berjanji dia mungkiri dan apabila diberi amanah dia mengkhianati.” (HR. Bukhari, Kitab-Iman: 32)
Kedustaan akan mengantarkan kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan akan menjerumuskan ke dalam neraka. Bahaya kedustaan sangatlah besar, dan siksa yang diakibatkannya amatlah dahsyat, maka wajib bagi kita untuk selalu jujur dalam ucapan, perbuatan, dan muamalah kita. Dengan demikian jika kita senantiasa menjauhi kedustaan, niscaya kita akan mendapatkan pahala sebagai orang-orang yang jujur dan selamat dari siksa para pendusta. Waallahu A’lam.
“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir? Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Tuhan mereka. Demikianlah balasan orang-orang yang berbuat baik, agar Allah akan menutupi (mengampuni) bagi mereka perbuatan yang paling buruk yang mereka kerjakan dan membalas mereka dengan upah yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. az-Zumar: 32-35)
—
Referensi:
- Makarimul-Akhlaq, karya Syakhul-Islam Ibn Taimiyah ; cet. Ke-1. 1313 ; Dar- alkhair, Bairut, Libanon.
- Mukhtashar Minhajul-Qashidin, karya Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisy, Maktabah Dar Al-Bayan, Damsiq, Suria.
- Mukhtarat min Al-Khutab Al-Mimbariah, karya Syaikh Shalih ibn Fauzan ; cet. Ke – 1, Jam’iayah Ihya’ At-Turats Al-Islamy.
- Syarh Riyadhus As-Shalihin, karya Syaikh Mahammad ibn Shalih Al-Utsaimin ; cet – 1 ; Dar- Wathan, Riyadh, KSA.
(Diambil dari majalah Fatawa)
—
Penyusun: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel: Muslim.or.id
ibu saaya pernah memijatkan adik saya k nenek2..yang biasa dipanggil mbah dukun tapi wallahu ‘alam apakah benar orang tersebut dukun atau cuma sebutan di kampung saya saja.lalu bagaimana hukumnya?
@Chemy,
setahu saya bahwa mbah dukun yg disebutkan tadi adalah mbah dukun tukang urut bayi,
atau orang yang suka membantu proses persalinan secara tradisional,
kalo di daerah sunda biasa disebut dengan paraji,
saya kira ini bukan dukun yang disebut kahin yang kita dilarang mendatanginya,
jadi jika mbah dukun tadi hanya sekedar seorang tukang urut bayi saja maka tidak mengapa mendatanginya,
setahu saya begiu,
kecuali kalo mbah dukun tersebut memakai jampi-jampi yang tidak ada syari’atnya maka tentu tidak boleh mendatanginya,
wallahu a’lam.
artikel yang sangat berfaedah sekali bagi saya, mudah-mudahan saya bisa mengamalkannya insya’Allah,
ya Allah jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang jujur ya Allah
sungguh sy mndpatkn susuatu yg amat sngat brarti khsus bgi dri sy dan rkan laen jg bgtu,trmaksih
mnta ijin mndounld khp biar sy bsa bca brulg2 tp hrs trknek.
Nasib hujan membasahi.bumi yang meresapi.hakekat siswa belajar guru mengajar.seperti semua yg terjadi,tak ada yang abadi.ada awal ada akhir,ada hidup ada mati.
So, kejujuran harus kita jaga dan kita pelihara mulai kita lahir hingga akhir hayat.janganlah berputus asa dalam meraih cita.tetap semangat dalam berkarya.wassalam..wr.wb
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh, ana minta ijin mengambil artikelnya untuk disebarkannya lagi melalui web ana boleh ga? sukron
@ Shulhan
Iya silakan.
Jujur san9at pntin9 dlm khidupan sehari_hari..
saya sangat meyakini bahwa materi pengertian jujur di atas sangat bermakan mendalam dan dapat di pahami dengan mudah, sehingga dengan mudah dipahaminya tersebut orang dapat mudah pula untuk menerapkannya.. insya Allah!!!
ana ngopy ya filenya jazakumullah
materi kejujuran ini sangat membantu saya dalam mencari referensi untuk kultum. semoga terus di kembangkan . jazakillah…..
assalammualaikum wr wb ana minta ijin buad mengkopy file ini untuk membuad makalah tugas sekolah.. wa’alaikumsalam wr wb . . sukron
kebiasaan kita yang sering berdusta semoga bisa diganti dengan sikap jujur,, amiiiiiinn ya rabbal’alamiin,, walaupun sangat sulit untuk mengubah kebiasaan yang buruk. tapi dengan tekad yang kuat isnyaAllah kita bisa,,
alhamdulillah.setelah sekian lama saya jadi orang munafik..insya Allah saya akan berubah…amien
jujur adalah perbuatan mulia
ass… saya ingin bertanya. apakah berbohong demi kebaikan apakah itu boleh???
boleh kasih penjelasan dan hadisnya juga y????
hadis yang mendukung…….
#evie kurnia
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لا يصلح الكذب إلا في ثلاث : يحدث الرجل امرأته ليرضيها ، و الكذب في الحرب ، و الكذب ليصلح بين الناس
“Tidak dibenarkan berbohong kecuali dalam 3 hal: seorang suami yang menceritakan sesuatu kepada istrinya agar agar mendapat ridhonya, berbohong ketika perang dan berbohong untuk mendamaikan orang-orang” (HR At Tirmidzi 2064)
Selain 3 hal ini tidak boleh berbohong, katakanlah yang benar walaupun itu pahit.
assalamu’alaikum… Ijin share ya Syukron..
assalamu’alaikum… Ijin share ya Sukron..
Assalamu,alaykum , Kepada Admin Muslim.or.id Para Ustadz, Para Ulama dan Pihak-Pihak Yang Terkait. Ana izin Mengcopy dan Share Artikel-artikel yang ada di Muslim.or.id, atas Perhatian dan Kebaikan Antum Ana Ucapkan Jazaakallohu Khoiron (Sri Widodo)
Kita sebagai bawahan senantiasa dipaksa untuk dusta, jika jujur malah disalahkan, bagaimana kita menyikapi hal ini?
@Ahmad Dauri
Laa tha’ata li makhluqin fi ma’shiyatil khaliq, tidak boleh taat kepada makhluk jika diajak bermaksiat kepada Allah. Komunikasikan dengan baik kepada atasan Bapak, insya Allah diberi jalan keluar.
seorng dukun sesat slalu brbuat musyrik
Yuhuuuuu,,,,, kejujuran di Indonesia harus ditingkatkan lagi ke…..
Rasulullah saw bersabda yg artinya “Tanda orang munafik itu tiga walupun ia puasa dan salat serta mengaku dirinya muslim. Yaitu jika ia berbicara ia berdusata jika berjanji ia menyalahi dan jika dipercaya ia khianat.”
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh…
Afwan…. salam kenal saudaraku…
ALhamdulillah saya dapatkan risalah tentang “jujur” begitu jelas dan gamblang…
cuma saya ingin.. untuk hadits2 yang disampaikan kenapa tanpa referensinya….?? riwayat dan dikitab apa di ambilnya… bukankah itu bagian dari amanah ilmiah yg harus disampaikan???
Saya orang yang awan butuh sekali periwayatan itu…
Terimakasih..
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh…
Abu Dzaky – Bekasi
artikel yang bagus, terima kasih, sangat membantu :)
Sabar Q bgtu trlalu sabar shingga ku banyak skli trluka
Hanya ini yang saya punya saat ini. Tapi saya yakin Allah SWt tak pernah menyia-nyiakan hamba-Nya. Ya Allah hari ini hamba minta padamu agar selalu terlindung dari lidah orang-orang munafik dan orang orang yang aneh
semoga banyak pahala yg bikin link ini :D
Assalamu’alaikum
@muslim.or.id
Sebelumnya saya ingin mengucapkan terimakasih atas informasi yang telah diberikan. Sungguh bermakna sekali. disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti, namun sangat gamblang dijelaskan. Kalau boleh jujur, saya sulit menemukan informasi lengkap seperti ini.
Semoga penulis mendapatkan ridha dari Allah SWT serta mendapatkan pahala sebagai pahala dari ‘ilmu yang bermanfaat’. Dan bagi para pembaca, semoga kita mendapakan hikmah dan dengan itu kita diberikan keberkahan oleh Allah SWT. Sekian, Terimakasih :)
Wassalamu’alaikum wr. wb.
semoga terus istiqomah, link yang bermanfaat..?
infonya bagus banget thx
terimaksih bayak ,,iutuk infonya ,,,, sangat menarik sekali khususny bagisaya saat membacanya menambah wawasan kepada saya untuk menjadi yang lebihbaik lagi thx
Assalamualaikum. Ustadz saya seorang mahasiswa pemakai motor, Suatu hari menabrak mobil dan mengganti biaya kerusakan dari uang saya dan berharap tidak diketahui oleh orang tua karena pasti uang saya akan diganti dan akan membeban oran tua, Tetapi bekas kecelakaan tersebut diketahui orang tua, dan menanyakan kecelakaan apakah menabrak mobil dan biaya yang harus dikeluarkan?, Maka saya menjawab tidak ada, dengan tujuan orang tua tidak terbebani dengan biaya penggantian tsb, Apakah ini termasuk bohong? Apakah seharusnya saya Jujur saja dengan konsekuensi pasti orang tua akan mengganti uang saya dan menjadi beban?
#Tiktik
Wa’alaikumussalam. tetap tidak boleh berbohong. Katakan saja sejujurnya dan tolak pemberian orang tua dengan cara yang baik.
kejujuran butuh pengorbanan, salah satunya akan di asingkan dan ditentang mereka yang anti akan sifat jujur.
Barakallahu fiikum.
Assalamu’alaikum Ustadz, saya ingin bertanya. Bagaimana hukumnya dakwah “Gerakan Anti Nyontek” yang digalakkan di sekolah-sekolah oleh murid-murid sekolah tsb dengan mengenakan pita biru sebagai simbol kejujuran. Apa ini sebuah riya’? Terima kasih. Wassalamu’alaikum warrahmatullaahi wabarakaatuh.
Wa’alaikumussalam.
Asalnya, hukumilah orang scr lahiriyah, riya’ itu masalah hati. Anggap mereka memberi contoh agar yg lain jujur.