Apakah tepat berdalil dengan hadits Muadz bin Jabal saat diutus ke Yaman sebagai dalil bagi kita untuk mendahulukan Tauhid dalam dakwah? Muadz saat itu menghadapi ahlul kitab, sedangkan kita berdakwah dikalangan kaum muslimin
Dijawab Oleh Ust Aris Munandar. SS
Jawabannya Klik Player:
Assalamu ‘alaikum
Banyak kaum muslimin dalam berdakwah sudah tak memedulikan dakwah tauhid dan pemberantasan syirik alasannya saat ini sudah banyak masuk Islam dan mengucapkan 2 kalimat syahadat. Maka akan saya tampilkan sebuah realita dari http://www.gatra.com,yaitu:
JAWA
Ziarah
Berebut Berkah di Makam Gus Dur
Aminudin kini punya kebiasaan baru. Sebagai ketua rombongan sebanyak 90 orang, dia tak lagi membikin rute kunjungan ke Wali Songo secara berurutan. Kini dia menempatkan makam KH Abdurrahman “Gus Dur” Wahid di Tebuireng, Jombang, sebagai kunjungan pertama sebelum berziarah ke makam-makam Wali Songo.
Setelah itu, rombongan mengunjungi Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Maulana Malik Ibrahim, Sunan Drajat, Sunan Bonang, Sunan Kudus, hingga Sunan Kalijaga dan Sunan Gunung Jati di Cirebon. “Sebab Gus Dur juga seorang wali,” katanya kepada Gatra, dua pekan silam.
Gus Dur dianggap sebagai wali ke-10. Ia berani menyebut Gus Dur sebagai wali karena yakin Gus Dur bukan ulama biasa. Banyak ucapan Gus Dur yang terbukti di kemudian hari. Jadi, sudah pantas jika putra dari almarhum Wahid Hasyim itu menjadi salah satu wali.
Ucapan Amin itu ternyata juga diiyakan banyak orang. Buktinya, banyak pengunjung yang datang ke sana. Mereka tidak hanya melihat makam presiden keempat Indonesia itu, melainkan juga berdoa secara khusyuk di situ. Meski, di samping pusara Gus Dur terdapat beberapa makam keluarga Bani Hasyim, seperti KH Hasyim Asyar, KH Wahid Hasyim, dan KH Yusuf Hasyim. Mereka adalah kakek, ayah, dan paman Gus Dur. Saban hari, sekitar 2.000 peziarah memadati pemakaman tersebut.
Mereka datang dari berbagai kota. Selain dari Jombang, pengunjung juga berasal dari Kediri dan Blitar. Ada pula peziarah yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Bali, Lampung, dan Kalimantan. Bahkan ada peziarah yang berasal dari luar negeri.
Itu belum termasuk 1.500-an santri yang juga berdoa di sana. Setiap hari, dari pagi hingga tengah malam, mereka bergantian mendekati makam mantan Ketua PBNU itu. Bahkan tak sedikit yang rela antre menunggu giliran masuk. Maklum, luas area makam sangat terbatas.
Seperti suasana di makam wali-wali yang lain, di makam Gus Dur juga terdengar lantunan kalimat tayyibah, seperti bacaan lailahailallah, astaghfirullah, subhanallah, dan alhamdulillah, serta suara ayat-ayat Al-Quran yang dibacakan.
Surat Yaasin pun tak luput dibacakan peziarah dan santri. Mereka mengaji bersahutan. Suasana ini terus berlangsung hingga pukul 24.00 WIB. Bahkan sampai tengah malam, banyak yang datang ke sana.
Kunjungan makam yang tidak ada hentinya itu dirasakan telah mengganggu waktu istirahat santri Pondok Pesantren Tebuireng. Sehingga pihak pesantren terpaksa membuat aturan kunjungan. Untuk pagi hari, makam ditutup mulai pukul 04.00 sampai pukul 07.00. Sedangkan untuk malam hari, mulai pukul lima sore sampai pukul depalan malam dilarang berziarah. Di luar itu, dipersilakan.
Menurut Salahudin Wahid, adik Gus Dur, rata-rata peziarah datang untuk meminta agar hidupnya menjadi lebih baik, rezeki jadi lancar, dan sebagainya. “Intinya, mereka memohon berkah,” ujar pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng itu.
Bagi Gus Solah, panggilan Salahudin Wahid, wajar saja mereka datang ke makam kakaknya itu. “Itu kenyataannya. Masyarakat sudah menganggap Gus Dur sebagai wali. Ya, gimana lagi,” katanya.
Begitu banyaknya peziarah membuat beberapa perusahaan jasa wisata ziarah mengubah rute perjalanan. Salah satunya, Akasa Tour and Travel milik Abdul Karim. Sebelum Gus Dur meninggal, untuk warga Jombang, Nganjuk, Kediri, Blitar, dan sekitarnya, perjalanan dimulai dengan kunjungan ke Surabaya, lalu ke Gresik dan beberapa kota tempat wali dimakamkan. Kini rutenya berubah. “Diawali ke Gus Dur dan diakhiri ke makam Sunan Bonang (Tuban), lalu langsung pulang,” kata Abdul Karim.
Para pengunjung yang menggunakan jasa angkutan travel milik Abdul Karim dikenai tarif Rp 150.000 per orang. Jika sampai menginap, dikenai tarif Rp 2,9 juta. Ada pula angkutan wisata yang menjajakan tujuan dua tempat saja, yakni di makam Gus Dur dan makam Bung Karno di Blitar.
***
Kehadiran ribuan peziarah itu membawa berkah bagi penduduk setempat. Muncullah pedagang dadakan. Itulah yang terlihat di sepanjang jalan menuju area makam. Para pedagang sesak menawarkan aneka barang. Mulai buku-buku mengenai Gus Dur, pidato Gus Dur, hingga kaus bergambar Gus Dur serta makanan dan minuman.
Pemandangan itu mirip dengan pemandangan di makam-makam Wali Songo umumnya. Yang membedakan hanya sarana fasilitas umumnya. Lantaran relatif baru, makam Gus Dur belum memiliki fasilitas MCK khusus. Juga tempat orang berjualan dan jalan menuju makam belum tertata dengan baik.
Karena itu, pihak pesantren bersama Pemda Jombang dan Provinsi Jawa Timur berencana membangun tempat baru. Luasnya 4 hektare. Lokasinya setengah kilometer di sebelah utara pesantren. “Sekarang masih dalam proses pembebasan lahan,” kata Gus Solah.
Di tempat baru itu disediakan berbagai fasilitas. Termasuk museum, tempat peristirahatan, toilet umum, kios untuk pedagang, dan areal parkir. Areal makam juga diperluas sehingga dapat menampung peziarah lebih banyak. Pengelolaannya pun diupayakan lebih baik. Untuk keperluan itu, diperkirakan dana yang dibutuhkan tak kurang dari Rp 16 milyar.
Fenomena di makam Gus Dur tersebut muncul sejak Gus Dur meninggal, akhir tahun lalu. Di antara para peziarah, banyak yang membawa pulang tanah makam. Sebagian dari mereka beranggapan, tanah kuburan Gus Dur ini membawa berkah.
Hal itu mengkhawatirkan pengelola makam, sehingga muncul imbauan agar tak membawa tanah makam. Setelah itu, banyak yang memohon berkah. Akankah makam Gus Dur tetap dikunjungi banyak peziarah jika nanti areal makam jadi dipindahkan?
M. Nur Cholish Zaein dan Aries Kelana
[Astakona, Gatra Nomor 32 Beredar Kamis, 17 Juni 2010]