Segala puji bagi Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Salawat lagi salam semoga terlimpah kepada Nabi akhir zaman dan teladan terbaik bagi kemanusiaan, para sahabatnya dan segenap pengikut setia mereka. Amma ba’du.
Berikut ini adalah beberapa catatan penting tentang hakekat dan bahaya Islam Liberal yang kami himpun dari pengakuan mereka sendiri tentang ke-liberalan ajaran mereka. Kami akan menukil ucapan mereka kemudian mengomentarinya seperlunya, demi menjelaskan letak kekeliruan dan penyimpangan mereka dari shirathal mustaqim. Wallahul muwaffiq!
Mereka mengatakan, “Islam Liberal percaya bahwa ijtihad atau penalaran rasional atas teks-teks keislaman adalah prinsip utama yang memungkinkan Islam terus bisa bertahan dalam segala cuaca. Penutupan pintu ijtihad, baik secara terbatas atau secara keseluruhan, adalah ancaman atas Islam itu sendiri, sebab dengan demikian Islam akan mengalami pembusukan. Islam Liberal percaya bahwa ijtihad bisa diselenggarakan dalam semua segi, baik segi muamalat (interaksi sosial), ubudiyyat (ritual), dan ilahiyyat (teologi).” (Tentang Jaringan Islam Liberal)
Pertama: JIL Gagal mendefinisikan ijtihad
Pembaca sekalian, kita perlu mencermati kesalahpahaman mereka dengan sabar. Pertama, mereka mendefinisikan ijtihad sebagai ‘penalaran rasional atas teks-teks keislaman’. Gambaran mereka tentang ijtihad rupanya tidak sempurna. Bandingkanlah pengertian yang mereka ajukan dengan pengertian para ulama. Dr. Muhammad bin Husain al-Jizani memaparkan, bahwa ijtihad secara terminologi adalah ‘mengerahkan segala kemampuan dalam rangka mengkaji dalil-dalil syari’at dengan tujuan menarik kesimpulan hukum syari’at’ (lihat Ma’alim Ushul Fiqh, hal. 464 cet. Dar Ibnul Jauzi).
Pengertian ijtihad versi para ulama ini lebih sopan dan lebih lengkap daripada pengertian ijtihad versi mereka. Hal itu dikarenakan pemaknaan ijtihad sebagai ‘penalaran rasional atas teks-teks keislaman’ mengandung indikasi pengagungan rasio di atas wahyu, bahkan merendahkan posisi wahyu hanya sebagai teks yang ‘bisu’ dan perlu ditundukkan kepada rasio. Padahal, sebagaimana kita pahami bersama bahwa standar kebenaran dalam Islam bukanlah rasio akan tetapi wahyu al-Qur’an dan as-Sunnah. Adapun akal atau rasio hanyalah sekedar alat untuk memahami, bukan standar atau pedoman untuk menghukumi.
Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Tidaklah suatu pendapat wajib diikuti dalam segala keadaan kecuali Kitabullah atau Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun segala sesuatu selain keduanya harus mengikuti keduanya.” (Jima’ al-‘Ilm hal. 11, sebagaimana tertera dalam Ma’alim Ushul Fiqh, hal. 68). Ucapan beliau ini benar-benar dibangun di atas kepahaman terhadap ajaran Islam, pokok maupun cabang-cabangnya. Hal itu selaras dengan firman Allah ta’ala (yang artinya), “Kemudian apabila kalian berselisih tentang perkara apa saja maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan rasul (as-Sunnah)…” (QS. an-Nisaa’: 59). Oleh sebab itu Imam Ibnu Abdil Barr berkata, “Ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya as-Sunnah dan al-Qur’an keduanya merupakan sumber pendapat akal/rasio dan standar baginya. Bukanlah rasio yang menjadi standar/timbangan yang menghakimi as-Sunnah. Akan tetapi as-Sunnah itulah yang menjadi standar yang menghakimi rasio.” (Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, [2/173] sebagaimana tertera dalam Ma’alim Ushul Fiqh, hal. 73).
Inilah satu bukti nyata atas kegagalan Islam Liberal (untuk selanjutnya kami sebut dengan JIL) dalam memaknai ijtihad dan perendahan mereka terhadap sumber hukum agama Islam yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah.
Kedua: JIL Gagal memahami dalil syari’at
Kesalahpahaman berikutnya ternyata muncul dari kesalahpahaman yang pertama. Mereka menganggap bahwa penalaran rasional itulah yang akan ‘mempertahankan Islam di segala cuaca’. Itu tidak lain karena dalam pandangan JIL rasio adalah standar yang menghakimi teks atau dalil yang ada (mereka enggan memakai istilah dalil, pen). Sehingga ketika akal mereka tidak bisa menangkap maksud teks dalam konteks kekinian maka dengan mudahnya mereka akan mengubah kandungannya agar lebih sesuai dengan akal –versi mereka-, demikianlah yang mereka inginkan. Tindakan semacam ini tentu saja termasuk kejahatan kepada wahyu itu sendiri sebagaimana perilaku sebagian dari Ahli Kitab yang menyelewengkan ayat-ayat Kitab Suci mereka.
Sederhananya, ketika apa yang ditunjukkan oleh dalil tidak sesuai dengan hawa nafsunya maka merekapun menyimpangkan makna dalil itu agar selaras dan sejalan dengan hawa nafsunya. Tidakkah kita ingat firman dan teguran Allah di dalam ayat-Nya (yang artinya), “Tidaklah pantas bagi seorang mukmin lelaki maupun perempuan apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu perkara ternyata masih ada alternatif pilihan lain dalam urusan mereka. Barang siapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah tersesat dengan amat sangat nyata.” (QS. al-Ahzab: 36)
Ketiga: JIL Gagal memahami sikap para ulama
Kesalahpahaman ketiga, JIL mengesankan kepada umat bahwa pintu ijtihad sekarang ini telah ditutup oleh para ulama. Padahal tidak demikian yang sebenarnya. Mengapa mereka menciptakan kesan demikian? Sebab dalam persepsi mereka hakekat dan ruh dari ijtihad itu adalah menjadikan akal/rasio sebagai hakim atas dalil-dalil al-Kitab maupun as-Sunnah, sebagaimana yang telah diterangkan di depan. Kalau itu yang mereka maksud dengan ijtihad, maka memang tidak salah jika para ulama menutup pintu ijtihad bagi orang-orang seperti mereka. Sebab ijtihad yang mereka lakukan tergolong ijtihad yang fasid/tidak sah. Dr. Muhammad bin Husain al-Jizani berkata, “Ijtihad yang fasid itu adalah yang muncul dari orang yang tidak paham tentang al-Kitab dan as-Sunnah serta bahasa Arab, yaitu orang yang pada dirinya tidak terpenuhi syarat-syarat berijtihad, atau bisa juga muncul dari seorang mujtahid yang layak untuk berijtihad namun bukan pada tempatnya yaitu dalam perkara-perkara yang tidak diperbolehkan ijtihad di dalamnya.” (Ma’alim Ushul Fiqh, hal. 470)
Keempat: JIL Gagal memahami kaidah ijtihad
Kesalahpahaman keempat, JIL tidak memahami kaidah ijtihad. Hal itu tampak dari ucapan mereka, “Islam Liberal percaya bahwa ijtihad bisa diselenggarakan dalam semua segi, baik segi muamalat (interaksi sosial), ubudiyyat (ritual), dan ilahiyyat (teologi).” Sesungguhnya ijtihad memiliki batasan-batasan, tidak semua persoalan agama boleh menjadi lahan ijtihad. Dr. Muhammad bin Husain al-Jizani menjelaskan ijtihad itu diperbolehkan dalam empat keadaan, secara global sbb:
- Dalam suatu perkara yang tidak ada dalil tegas atasnya dan bukan sesuatu yang telah disepakati oleh para ulama
- Di dalam dalil tersebut memang memungkinkan adanya perbedaan penafsiran/ta’wil yang tidak dipaksakan
- Perkara yang menjadi lahan ijtihad bukan tergolong permasalahan aqidah
- Perkara yang menjadi lahan ijtihad tergolong masalah baru (nawazil) yang baru terjadi di masa kini dan belum pernah terjadi di masa silam, atau dalam perkara yang secara umum bisa saja terjadi -tapi belum terjadi- sedangkan kebutuhan atasnya sangat mendesak (lihat lebih luas dalam Ma’alim Ushul Fiqh, hal. 475-478)
Semoga para pemuda dan cendekiawan tidak terpengaruh oleh kesalahpahaman yang disebarkan oleh JIL dan kawan-kawannya. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
idzin nyontek buat diposting ulang di Blog,
syukran, jazakumullahu khairan
ARTIKEL INI SANGAT BAGUS… TERUTAMA AGAR DIBACA ORANG – ORANG YANG GANDRUNG DENGAN GAGASAN ISLAM LIBERAL. UNTUK ITU , AFWAN USTADZ …. ARTIKEL ENTE ANE KOPI KE BLOG GUE…… SYUKRON
JIL = Penjahat Agama
JIL = Jaringan Iblis La’nat
JazaakumuLlah khoiron katsiiro, atas artikelnya.
Dari sisi keilmiahan, berarti JIL sebenarnya tidak ilmiah. Sebagai contoh:
1. Memahami suatu teks harusnya berdasarkan penulis teks bukan pembacanya. Kalau ada sesuatu yang tidak jelas pada suatu teks, pembaca tidak boleh menafsirkan menurut pemahaman pembaca, tetapi harus bertanya dulu kepada yang lebih mampu.
2. Membolehkan setiap orang untuk berijtihad padahal tidak menguasai Al-Qur’an, Hadits, dan pendapat ulama yang lain, sama halnya membolehkan anak SD untuk berijtihad menangani orang yang sakit kompleks dengan dipandu sebuah buku kedokteran.
Wassalaamu ‘alaykum
Tidak perlu heran jika mereka gagal dalam memahami ijtihad karena mereka org2 yg ghuluw dengan akal mereka. Dalam kaidah islam, akal musti dibatasi oleh dalil dalam artian akal tunduk pada dalil. Dalam kaidah JIL, dalil musti tunduk pada akal tak peduli seberapapun shahihnya dalil tersebut. Jadi, dampaknya mereka sering seenak udelnya dalam menafsirkan ayat atau hadits yg disesuaikan dengan hawa nafsu mereka.
ada lagi kebejatan jil yang membuat darah kita mendidih. tadi dalam sidang uji materil terhadap undang undang tentang penodaan agama salah satu dedengkotnya yaitu lufhi asyaukani menyatakan bhwa kesalahan lia eden sama dengan kesalahan Nabi MUHAMMAD shalallahi alaihi wasallam . Sungguh keterla5uan memang orang jil
Semoga Allah azza wa jalla menjaga kita dari faham sesat JIL yang meracuni pikiran ummat..
Pak ustad,terimakasih banyak tulisan ini,sangat perlu sekali tulisan semacam ini,karena banyak orang mendukung JIL ini,tahu nggak kepanjangan JIL ( jalan iblis laknatulloh )
Izin menyebarkan tulisan ini di milis keluarga muslim. Terimakasih.
Seandainya orang2 JIL itu punya tipe-X(alat penghapus tulisan dengan berwarna putih)…niscaya mereka akan HAPUS Al Quran dan as Sunnah, dan DIGANTI dengan tulisan serta maksud yg sesuai dengan mau mereka…(bukan otak mereka yg ga bisa berfikir..tapi hati yg sudah terkunci dan mati)!!!
segera bertaubatlah para “JIL”ers mania!!!
astaqfirullah…
JIL isinya bukan manusia, melainkan iblis perusak iman yang menjelma semakin nyata. semoga mereka dilempar ke neraka jahanam yang paling dasar. amin
Pemikiran yg disampaikan oleh JIL hanya berdasarkan logika bengkok yg hanya diyakini kebenarannya oleh mereka sendiri, serta kelompok yang mendanainya (barat??, yahudi??). Menurut saya, tidak perlulah menghimbau mereka untuk bertaubat, karena mereka sudah tidak akan mungkin bertaubat. Biarlah mereka menjadi penghuni neraka jahanam yg kekal, nantinya
Assalammu’alaikum wr.wb.
Subhanalloh…Alhamdulillah..wa Laa Ilaahaillallahu wallahu Akbar.
Syukron atas penjelasannya, semoga Alloh senantiasa menjaga nikmat Iman dan Islam kita.
terima kasih atas pembelajarannya semoga Alloh lindungi kita dan keturunan kita serta menjauhkannya dr jalan sesat seperti itu.
Dari beberapa golongan ahli bid’ah, sepertinya JIL masuk golongan mutazilah. Tiap2 bid’ah itu sesat, tiap2 kesesatan itu tempatnya di neraka.
Artikelnya sangat bagus,dan sya sngt heran dg pola pikir JIL itu,kenapa pmikiran mreka smpai mnentang wahyu Al Quran dn Hadist.Dan sya brhrap pnulis artikel bisa mmberikan lebih bnyak contoh2 / kesesatanan orang JIL itu.
JIL = memposisikan dirinya lebih dari seorang Mujtahid. Seorang Mujtahid saja tdk berani mengkritisi al qur’an dan sunnah Nabi. Bahkan terbetik dalam hatipun tidak. Sedangkan JIL dg entengnya mengatakan Al Qur’an dan Nabi hanya simbolis dan wajib dikritisi. Masya Alloh. Seandainya para sahabat masih hidup ana yakin leher-leher mereka akan dipenggal oleh para sahabat. Bahkan ana yakin JIL menganggap dirinya lebih dari Nabi karena berani mengkritisi AL Qur’an wahyu Alloh. Maka semoga ALloh membalas segala kelancangannya ini yg terang-terangan (bhk kaum kuffarpun tdk berani terang2an). Dan Ana sert aturunan ana berlepas diri dari pemikiran ini da dari orang-orang yg tidak berakal ini.
betul sekali….mereka sadar gak ya?….
afwan ana copy tulisannya….thankz…
sesungguhnya jil itu terbentuk hanya untuk merusak Islam dari dalam,namun Alloh telah menjaga agama ini,sehingga para pembuat kerusakan itu tak akan dapat selain hanyalah kenikamatan dunia yg dijanjikan oleh para musuh Alloh kepada mereka(harta dunia)
Ijin Copas,jazakalloh khoiron
Masih banyak yg salah menafsirkan,namanya saja ilu tafsir ya susah deh…
itu kegagalan yang disengaja akh…!!
karena bos2nya jil itu malah justru banyak yg alumni pesantren lho..