Bagaimana tata cara tayamum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Simak panduan lengkapnya di artikel berikut ini.
[lwptoc]
Segala puji hanya kembali dan milik Allah Tabaroka wa Ta’ala, hidup kita, mati kita hanya untuk menghambakan diri kita kepada Dzat yang tidak membutuhkan sesuatu apapun dari hambanya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulul Islam, Muhammad bin Abdillah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta keluarga dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum.
Mungkin tidak jarang dari kita melihat sebagian dari saudara-saudara kita kalangan kaum muslimin yang masih asing dengan istilah tayamum atau pada sebagian lainnya hal ini tidak asing lagi akan tetapi belum mengetahui bagaimana tayamum yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan serta yang diinginkan oleh syari’at kita. Maka penulis mengajak pembaca sekalian untuk meluangkan waktu barang 5 menit untuk bersama mempelajari hal ini sehingga ketika tiba waktunya untuk diamalkan sudah dapat beramal dengan ilmu.
Pengertian Tayamum
Kami mulai pembahasan ini dengan mengemukakan pengertian tayamum. Tayamum secara bahasa diartikan sebagai Al Qosdu (القَصْدُ) yang berarti maksud. Sedangkan secara istilah dalam syari’at adalah sebuah peribadatan kepada Allah berupa mengusap wajah dan kedua tangan dengan menggunakan sho’id yang bersih[1]. Sho’id adalah seluruh permukaan bumi yang dapat digunakan untuk bertayamum baik yang terdapat tanah di atasnya ataupun tidak[2].
Dalil Disyari’atkannya Tayamum
Tayamum disyari’atkan dalam islam berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’ (konsensus) kaum muslimin[3]. Adapun dalil dari Al Qur’an adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla,
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ
“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau berhubungan badan dengan perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan permukaan bumi yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu”. (QS. Al Maidah [5] : 6).
Adapun dalil dari As Sunnah adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu,
« وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاءَ »
“Dijadikan bagi kami (ummat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ) permukaan bumi sebagai thohur/sesuatu yang digunakan untuk besuci[4] (tayamum) jika kami tidak menjumpai air”.[5]
Media yang dapat Digunakan untuk Tayamum
Media yang dapat digunakan untuk bertayamum adalah seluruh permukaan bumi yang bersih baik itu berupa pasir, bebatuan, tanah yang berair, lembab ataupun kering. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu di atas dan secara khusus,
جُعِلَتِ الأَرْضُ كُلُّهَا لِى وَلأُمَّتِى مَسْجِداً وَطَهُوراً
“Dijadikan (permukaan, pent.) bumi seluruhnya bagiku (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan umatku sebagai tempat untuk sujud dan sesuatu yang digunakan untuk bersuci”.[6]
Jika ada orang yang mengatakan bukankah dalam sebuah hadits Hudzaifah ibnul Yaman[7] Nabi mengatakan tanah?! Maka kita katakan sebagaimana yang dikatakan oleh Ash Shon’ani rahimahullah, “Penyebutan sebagian anggota lafadz umum bukanlah pengkhususan”[8]. Hal ini merupakan pendapat Al Auzaa’i, Sufyan Ats Tsauri Imam Malik, Imam Abu Hanifah[9] demikian juga hal ini merupakan pendapat Al Amir Ashon’ani[10], Syaikh Al Albani[11], Syaikh Abullah Alu Bassaam[12] –rahimahumullah-, Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan[13] dan Syaikh DR. Abdul Adzim bin Badawiy Al Kholafiy hafidzahumallah[14].
Keadaan yang Dapat Menyebabkan Seseorang Bersuci dengan Tayamum
Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan hafidzahullah menyebutkan beberapa keadaan yang dapat menyebabkan seseorang bersuci dengan tayamum,
- Jika tidak ada air baik dalam keadaan safar/dalam perjalanan ataupun tidak[15].
- Terdapat air (dalam jumlah terbatas pent.) bersamaan dengan adanya kebutuhan lain yang memerlukan air tersebut semisal untuk minum dan memasak.
- Adanya kekhawatiran jika bersuci dengan air akan membahayakan badan atau semakin lama sembuh dari sakit.
- Ketidakmapuan menggunakan air untuk berwudhu dikarenakan sakit dan tidak mampu bergerak untuk mengambil air wudhu dan tidak adanya orang yang mampu membantu untuk berwudhu bersamaan dengan kekhawatiran habisnya waktu shalat.
- Khawatir kedinginan jika bersuci dengan air dan tidak adanya yang dapat menghangatkan air tersebut.
Tata Cara Tayamum Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam
Tata cara tayamum Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dijelaskan hadits ‘Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu,
بَعَثَنِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى حَاجَةٍ فَأَجْنَبْتُ ، فَلَمْ أَجِدِ الْمَاءَ ، فَتَمَرَّغْتُ فِى الصَّعِيدِ كَمَا تَمَرَّغُ الدَّابَّةُ ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَصْنَعَ هَكَذَا » . فَضَرَبَ بِكَفِّهِ ضَرْبَةً عَلَى الأَرْضِ ثُمَّ نَفَضَهَا ، ثُمَّ مَسَحَ بِهَا ظَهْرَ كَفِّهِ بِشِمَالِهِ ، أَوْ ظَهْرَ شِمَالِهِ بِكَفِّهِ ، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku untuk suatu keperluan, kemudian aku mengalami junub dan aku tidak menemukan air. Maka aku berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya hewan yang berguling-guling di tanah. Kemudian aku ceritakan hal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau mengatakan, “Sesungguhnya cukuplah engkau melakukannya seperti ini”. Seraya beliau memukulkan telapak tangannya ke permukaan bumi sekali pukulan lalu meniupnya. Kemudian beliau mengusap punggung telapak tangan (kanan)nya dengan tangan kirinya dan mengusap punggung telapak tangan (kiri)nya dengan tangan kanannya, lalu beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.[16]
Dan dalam salah satu lafadz riwayat Bukhori,
وَمَسَحَ وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ وَاحِدَةً
“Dan beliau mengusap wajahnya dan kedua telapak tangannya dengan sekali usapan”.
Berdasarkan hadits di atas kita dapat simpulkan bahwa tata cara tayamum beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut.
- Memukulkan kedua telapak tangan ke permukaan bumi dengan sekali pukulan kemudian meniupnya.
- Kemudian menyapu punggung telapak tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya.
- Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak tangan.
- Semua usapan baik ketika mengusap telapak tangan dan wajah dilakukan sekali usapan saja.
- Bagian tangan yang diusap adalah bagian telapak tangan sampai pergelangan tangan saja atau dengan kata lain tidak sampai siku seperti pada saat wudhu[17].
- Tayamum dapat menghilangkan hadats besar semisal janabah, demikian juga untuk hadats kecil.
- Tidak wajibnya urut/tertib dalam tayamum.
Baca juga: Status Air Yang Berubah Sifatnya
Pembatal Tayamum
Pembatal tayamum sebagaimana pembatal wudhu. Demikian juga tayamum tidak dibolehkan lagi apa bila telah ditemukan air bagi orang yang bertayamum karena ketidakadaan air dan telah adanya kemampuan menggunakan air atau tidak sakit lagi bagi orang yang bertayamum karena ketidakmampuan menggunakan air[18]. Akan tetapi shalat atau ibadah lainnya[19] yang telah ia kerjakan sebelumnya sah dan tidak perlu mengulanginya. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu,
خَرَجَ رَجُلَانِ فِي سَفَرٍ ، فَحَضَرَتْ الصَّلَاةُ – وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ – فَتَيَمَّمَا صَعِيدًا طَيِّبًا ، فَصَلَّيَا ، ثُمَّ وَجَدَا الْمَاءَ فِي الْوَقْتِ ، فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا الصَّلَاةَ وَالْوُضُوءَ ، وَلَمْ يُعِدْ الْآخَرُ ، ثُمَّ أَتَيَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ لِلَّذِي لَمْ يُعِدْ : أَصَبْت السُّنَّةَ وَأَجْزَأَتْك صَلَاتُك وَقَالَ لِلْآخَرِ : لَك الْأَجْرُ مَرَّتَيْنِ
Dua orang lelaki keluar untuk safar. Kemudian tibalah waktu shalat dan tidak ada air di sekitar mereka. Kemudian keduanya bertayamum dengan permukaan bumi yang suci lalu keduanya shalat. Setelah itu keduanya menemukan air sedangkan saat itu masih dalam waktu yang dibolehkan shalat yang telah mereka kerjakan tadi. Lalu salah seorang dari mereka berwudhu dan mengulangi shalat sedangkan yang lainnya tidak mengulangi shalatnya. Keduanya lalu menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan yang mereka alami. Maka beliau shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan kepada orang yang tidak mengulang shalatnya, “Apa yang kamu lakukan telah sesuai dengan sunnah dan kamu telah mendapatkan pahala shalatmu”. Beliau mengatakan kepada yang mengulangi shalatnya, “Untukmu dua pahala[20]”[21].
Juga hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu,
الصَّعِيدُ وُضُوءُ الْمُسْلِمِ ، وَإِنْ لَمْ يَجِدْ الْمَاءَ عَشْرَ سِنِينَ.فَإِذَا وَجَدَ الْمَاءَ فَلْيَتَّقِ اللَّهَ وَلْيُمِسَّهُ بَشَرَتَهُ
“Seluruh permukaan bumi (tayammum) merupakan wudhu bagi seluruh muslim jika ia tidak menemukan air selama sepuluh tahun (kiasan bukan pembatasan angka)[22], apabila ia telah menemukannya hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan menggunakannya sebagai alat untuk besuci”.[23]
Di Antara Hikmah Disyari’atkannya Tayamum
Sebagai penutup kami sampaikan hikmah dan tujuan disyari’atkannya tayamum adalah untuk menyucikan diri kita dan agar kita bersyukur dengan syari’at ini serta tidaklah sama sekali untuk memberatkan kita, sebagaimana akhir firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 6,
مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak menyucikan kamu dan menyempurnakan nikmatNya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Maidah: 6).
Abul Faroj Ibnul Jauziy rahimahullah mengatakan ada empat penafsiran ahli tafsir tentang nikmat apa yang Allah maksudkan dalam ayat ini,
Pertama, nikmat berupa diampuninya dosa-dosa[24].
Kedua, nikmat berupa hidayah kepada iman, sempurnanya agama, ini merupakan pendapat Ibnu Zaid rahimahullah.
Ketiga, nikmat berupa keringanan untuk tayamum, ini merupakan pendapat Maqotil dan Sulaiman.
Keempat, nikmat berupa penjelasan hukum syari’at, ini merupakan pendapat sebagian ahli tafsir[25].
Demikianlah akhir tulisan ini mudah-mudahan menjadi tambahan ‘amal bagi penulis dan tambahan ilmu bagi pembaca sekalian. Allahumma Amiin.
Baca juga: Cara Membersihkan Najis
—
Catatan Kaki:
[1] Lihat Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’ oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah hal. 231/I, terbitan Al Kitabul ‘Alimiy, Beirut, Lebanon.
[2] Kami ringkas dengan penyesuaian redaksi dari Lisanul ‘Arob oleh Muhammad Al Mishriy rohimahullah hal. 251/III, terbitan Darush Shodir, Beirut, Lebanon.
[3] Sebagaimana dikatakan oleh An Nawawi Asy Syafi’i rohimahullah. [Lihat Al Minhaaj Syarh Shohih Muslim oleh An Nawawi rohimahullah hal. 279/IV cetakan Darul Ma’rifah, Beirut dengan tahqiq dari Syaikh Kholil Ma’mun Syihaa].
[4] Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom oleh Syaikh Abdullah Alu Bassaam rohimahullah hal. 412/I terbitan Maktabah Asaadiy, Mekkah, KSA.
[5] HR. Muslim no. 522.
[6] HR. Ahmad no. 22190, dinyatakan shohih lighoirihi oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Ta’liq beliau untuk Musnad Imam Ahmad, terbitan Muasa’sah Qurthubah, Kairo, Mesir.
[7] Yang kami maksud adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
« وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاءَ »
Demikian juga hadits dari sahabat ‘Ali yang diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya no. 774 dinyatakan Shohih oleh Syaikh Ahmad Syakir,
« وَجُعِلَ اَلتُّرَابُ لِي طَهُورًا »
[8] Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom oleh Al ‘Amir Ash Shon’ani rohimahullah hal. 354/I dengan tahqiq dari Syaikh Muhammad Shubhi Hasan Halaaq cetakan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh, KSA.
[9] Lihat Al Minhaaj Syarh Shohih Muslim hal. 280/IV.
[10] Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom hal. 351-352/I.
[11] Lihat Ats Tsamrul Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitaab oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rohimahullah hal. 31/I cetakan Ghiroos, Kuwait.
[12] Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom hal. 414/I.
[13] Lihat Al Mulakhoshul Fiqhiy hal. 38 oleh Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan hafidzahullah cetakan Dar Ibnul Jauziy Riyadh.
[14] Lihat Al Wajiz fi Fiqhil Kitab was Sunnah oleh Syaikh DR. Abdul Adhim bin Badawiy Al Kholafiy hafidzahullah hal. 56 Dar Ibnu Rojab Kairo, Mesir.
[15] Asy Syaukani menambahkan keadaan yang dapat menyebabkan seseorang bersuci dengan tayammum dengan jauhnya air, kemudian beliau menambahkan batasan suatu jarak dikatakan tidak jauh dalam hal ini dengan adanya kemungkinan seseorang dapat mendapatkan air kemudian berwudhu dengannya dan dapat sholat pada waktunya. [lihat As Saylul Jaror oleh Asy Syaukani rohimahullah hal. 129/I, terbitan Darul Kutub ‘Ilmiyah, Beirut, Lebanon.] namun Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin mengatakan bahwa batasan dikatakan tidak jauh itu adalah urf/penilaian masyarakat [lihat Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’ hal. 235/I ].
Tambahan dari editor,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, “…. Akan tetapi, mereka juga boleh cukup dengan tayamum jika memang harus memperoleh air yang tempatnya jauh. Mereka nanti bertayamum dan mengerjakan shalat di waktunya masing-masing. Namun yang lebih baik adalah melakukan jama’ suri seperti tadi dan tetap berwudhu dengan air, ini yang lebih afdhol (lebih utama). Walhamdulillah.”[ Majmu’ Al Fatawa, hal. 458/XXI.]
[16] HR. Bukhori no. 347, Muslim no. 368.
[17] Kami katakan demikian karena kemutlakan yang ada dalam ayat tayammum (وَأَيْدِيكُمْ ,”Dan sapulah tanganmu”. [QS. Al Maidah (5) : 6]) tidak bisa di dimuqoyyadkan dengan ayat wudhu (وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ, “Dan basuhlah tanganmu sampai dengan siku” [QS. Al Maidah (5) : 6]), karena hukum kedua masalah ini berbeda (yang satu masalah tayammum yang lainnya wudhu) walaupun sebabnya sama, hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah dalam Syarh Nadzmul Waroqot hal. 123, terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh dan lihat juga Ma’alim Ushul Fiqh oleh Syaikh Muhammad Husain bin Hasan Al Jaizaniy, hal. 441, terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh.
[18] Lihat Al Wajiz fi Fiqhil Kitab was Sunnah hal.56.
[19] Karena tayammum merupakan badal/pengganti dari wudhu. Sehingga apa yang dibolehkan dengan berwudhu dibolehkan juga dengan tayammum. [Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom hal. 360/I ].
[20] Yaitu satu pahala untuk sholat yang pertama dan satu pahala untuk sholat yang kedua. [Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom hal. 362/I, Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom hal. 426/I].
[21] HR. Abu Dawud no. 338, An Nasa’i no. 433. Dinyatakan shohih oleh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 3861.
[22] Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom hal. 422/I.
[23] HR. Ahmad no. 21408, Tirmidzi no. 124, Abu Dawud no. 333, An Nasa’i no. 420, dan lain-lain. Hadits ini dinyatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dan dinyatakan shohih lighoirihi oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth.
[24] Dalil tentang hal ini hadits Humroon tentang wudhunya Utsman bin Affan rodhiyallahu ‘anhu.
[25] Lihat Zaadul Masiir hal. 108, Asy Syamilah.
—
Di waktu Dhuha, Ahad 12 Dzulhijjah 1430 H.
Penulis: Aditya Budiman
Muroja’ah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel: Muslim.or.id
Bagaimana dengan pakain yg terkena najis, katakanlah kita mimpi basah dan menjadi junub, tentu ada najis yg mengotori sebagian pakaian kita, sedang kita tidak memiliki air untuk mebersihkan ataupun pakain ganti karena kita sedang safar. Mandi untuk tubuh bisa diganti dengan tayammum, tetapi pakain kotor solusinya bagaimana?
@ Abu Khansa
Untuk keadaan semacam itu, tetap shalat dalam keadaan bernajis. Berikut perkataan Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dalam risalah beliau “Thoharotul Maridh wa Sholatuhu” (Thoharoh dan Shalat untuk Orang Sakit),
“Wajib bagi orang yang sakit mengerjakan shalat dengan pakaian yang suci. Jika pakaian tersebut terkena najis, maka wajib dicuci atau diganti dengan pakaian yang suci. Jika dia tidak mampu untuk melakukan hal ini dan shalat dalam keadaan seperti ini, shalatnya tetap sah dan tidak perlu diulangi.”
Jadi ia boleh tetap shalat dalam keadaan berpakaian najis. Sedangkan hadats (yaitu junub) ia hilangkan dengan tayamum jika ada udzur menggunakan air.
Semoga paham.
izin Copas… Syukron…
bagaimana jika bersafar dalam kereta api ataupun pesawat yg tidak mungkin untuk menyentuh permukaan bumi.
@ Fitri
Coba mencari debu di atas kereta, insya Allah ada.
Di pesawat, kereta ada air… Dibus biasa atau bomelbaru tidak ada air
barakallahu fikum,
ana mau idzin nyontek artikel lagi,
syukran wa jazakumullahu khairan
Assalamu`alaikum,
Menanggapi pertanyaan dari Abu Khansa dan komentar dari redaksi mengenai pakaian yang terkena (maaf) cairan sperma, saya pernah mendapat informasi dari sebuah pengajian bahwa cairan sperma itu tidak najis, kecuali bila cairan sperma itu bercampur dengan air seni. Benarkah apa yang saya ketahui selama ini ?
@ Aris Gunandari,
Wa’alaikumus salam. Semoga Allah selalu memberkahi antum.
Mohon maaf, kami yg kurang memperhatikan pertanyaannya. Memang pertanyaan abu khansa perlu dirinci.
1. Jika yg keluar adalah sperma atau air mani, maka pendapat yang kuat air mani itu suci dan tidak najis. Jadi tidak perlu khawatir dengan pakaian.
2. Jika yg keluar adalah air seni, nah ini baru khawatir dengan pakaian tersebut.
Terima kasih atas kritikannya.
kenapa sehabis mimpi basah dihukumi terkena najis ? bukannya air mani suci ? apa hanya sangkaan kita bakal ada air kencing yg keluar juga ?
Untuk abang:
Yg saya tau,najisnya disebabkan tempat asal keluarnya mani sama dengan air seni..tapi saya tidak paham dalilnya..bagaimana muslim.or.id bisa beri pencerahan?
@ M. Irawan
Insya Allah ada pembahasan tersendiri di web muslim, nantikan rubrik fiqh selanjutnya. Semoga Allah mudahkan.
Bila dlm perjalanan menggunakan kendaraan umum(bis,pesawat,dll) bagaimana? Memakai media apa? Lebih baik bertayamum unt sholat pd wktnya atau menjamak sholat, jika dlm perjalanan menggunakan kendaraan umum?
Sperma atau air mani tdk lah najis namun cairan yg mndahului kluarnya sperma itu lah yg najis, yaitu yg biasa disebut dg cairan semen/madzi..wallahua’lam..
maaf ikhwah fillah, mohon bantuan, sebelum ini ana sudah mencoba mencari cari apakah angin dari farji termasuk membatalkan wudhu atau tidak? Karena ada dua pendapat yang ana sudah baca, satu mengatakan membatalkan wudhu dengan alasan “penyebutan sbgian anggta lafadz umum bukanlah pngkhususn” karna itulh kentut yg dr dubur bukanlh suatu pngkhussn mlainkan hny hal yg plg sering trjdi. Bgmn pla dg keputihan membatalkn wudhu kah? Karna pernh membaca fatwa syaikh utsaimin bahwa ini membatalkn wudhu skalipn tak najis sma spt kentut yg tak najis namun membatalkn wudhu? ana tak yakin mana yg benar Mhon bantuan sangat, jazaakumullaah khoiron katsiir..
@ Heru
Untuk kondisi semacam itu jika memungkinkan untuk menjamak shalat, maka lebih bagus untuk dijamak. Karena shalat wajib lebih utama dikerjakan dengan turun dari kendaraan.
Jika memang berada di atas kendaraan, carilah sedikit debu yang ada di sana, insya Allah pasti ada.
Wallahu a’lam bish showab.
Assalam mualaikum warahmatullah..
Ustad Muhammad,terima kasih untuk artikelnya..terima kasih juga utk Adit..
Izin untuk copy paste dan share di facebook..
sukron katsiro.
mhn ijin mencopy di file saya. trimakasih.
jazakallah…
yg dmksud telapak tngan yg d usap itu,yg atas(punggung tangan) dan yg bwah,atau yg atas saja? Syukron
@ Rosyidah
Wallahu a’lam. Cukup punggung telapak tangan sj.
saya pernah mendengar ada wudhu khuf. gimana kalau di kereta? keadaannya masih bisa dapat air, tp dari air minum botol. apakah saya harus tetap wudhu dengan wudhu khuf atau tayamum saja? mohon penjelasannya.
@eff
selama anda masih bisa menemukan air anda harus tetap berwudhu dan tidak bertayammum.
mungkin yang anda maksudkan dgn wudhu khuf adalah keringanan untuk mengusap khuf/sepatu atau kaos kaki. jika sedang bersafar, maka musafir diperbolehkan berwudhu dan hanya mengusap sepatu/khuf tsb, tdk perlu melepasnya untuk dibasuh. keringanan ini berlaku untuk 3 hari 3 malam.
wallahu ta’ala a’lam.
Assalamualaikum..
saya berada di negara yg mayoritas non muslim dan masjid sangat jarang,,pada waktu bepergian tidak bisa menggunakan air untuk wudhu,,walaupun air ada ditempat2 umum seperti toilet umum misalny,,tapi kalau menggunakan wastafel di toilet umum sepertiny tidak lazim,,dalam kondisi seperti ini bolehkah bertayamum,,??syukron…
#lanang
Wa’alaikumussalam. Tidak boleh tayammum karena masih ada air. Tidak mengapa sedikit ‘tidak lazim’ berwudhu di wastafel jika itu cara satu-satunya untuk bisa shalat pada waktunya. Jika tidak, bisa menggunakan keran atau banyak cara lain.
Jazakumullah khairon katsir , bahan untuk tugas sekolah
assalamu’aliku ustad…..
bagaimana hukum nya tayamum didlam psawat dgn cara mngusap jok…..trimakasih
#mai luthfia
wa’alaikumussalam, tidak boleh selama di pesawat terdapat air
Untuk mazhab Hambali, tayamum seperti itu boleh, sedangkan untuk Mazhab Syafi’i, mutlak harus pakai tanah.
bagaimana kalau berada di dalam bus yg tidak segera berhenti sementara waktu subuh sudah semakin habis (semakin siang), apa diperbolehkan tayamum?
#nisa
boleh tayammum
bagaimana jika naik bus tetapi bus tidak segera berhenti sementara waktu subuh semakin habis, sudah semakin siang, apakah diperbolehkan tayamum?
#nisa
Boleh
BAGAIMANA KETIKA JUNUB LALU SAKIT DAN TIDAK BOLEH KENA AIR MAKA HARUS TAYAMUM, BAGAIMANA DENGAN KELAMINNYA APAKAH HARUS DIBERSIHKAN ATAU TIDAK
Sebisa mungkin kelamin dibersihkan dari najis.
Lalu tayamum.
Terimakasih :)… Semoga Allah selalu meridhoi setiap amalan kita. Aamiin
terima kasih atas informasinya saya terbantu dengan artikel ini.
berkat artikel ini sekarang tidak khawatir tidak was was.
semoga allah memberikan keselamatan,rahmat dan barakah.
Orang tua saya sakit, sudah bisa tidak bisa berjalan lagi karena kedua kaki lumpuh total, sulit utk mencapai tmpat air wudhu di kamar mandi, hanya bisa berbaring di tmpat tidur. apakah diperbolehkan tayamum dengan menyentuh dinding kamar atau rumah (bukan tanah /bumi) ?
Saya selalu masuk angin jika sering berwudhu karena dinginnya air, apakah dalam perkara ini saya diperbolehkan tayamum untuk menghindari masuk angin, ataukah harus menunggu masuk angin dulu baru boleh tayamum ataukah harus selalu berwudhu dengan air meskipun sudah masuk angin karena air sangat mudah didapat di tempat saya?