Alhamdulillah, tidak lama lagi kita akan menyambut bulan Ramadhan yang mulia. Nah, berkaitan dengan hal ini terdapat sebuah doa yang diamalkan banyak orang, untuk menyambut bulan Rajab dan Sya’ban serta Ramadhan. Doa tersebut berbunyi:
اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبلغنا رمضان
(Allahumma baarik lana fii Rajaba wa Sya’baana Wa Ballighna Ramadhana)
“Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban. Dan izinkanlah kami menemui bulan Ramadhan”
Demikianlah doanya. Namun ketahuilah doa ini di dasari oleh hadits yang dhaif (lemah). Dengan kata lain, doa ini tidak diajarkan oleh Rasullah Shallallah‘alaihi Wasallam. Berikut penjelasannya:
Teks Hadits
Hadits ini terdapat dalam Musnad Imam Ahmad (1/256) dengan teks berikut:
حدثنا عبد الله ، حدثنا عبيد الله بن عمر ، عن زائدة بن أبي الرقاد ، عن زياد النميري ، عن أنس بن مالك قال : كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا دخل رجب قال : اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبارك لنا في رمضان وكان يقول : ليلة الجمعة غراء ويومها أزهر
“Abdullah menuturkan kepada kami: ‘Ubaidullah bin Umar menuturkan kepada kami: Dari Za’idah bin Abi Ruqad: Dari Ziyad An Numairi Dari Anas Bin Malik, beliau berkata: ‘Jika bulan Rajab tiba Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berdoa: Allahumma baarik lana fii Rajaba wa Sya’baana Wa Ballighna Ramadhana, dan beliau juga bersabda: Pada hari Jum’at, siangnya ada kemuliaan dan malamnya ada keagungan”
Takhrij Hadits
- Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Sunni dalam kitab Amalul Yaum Wal Lailah (659) dari jalur riwayat Ibnu Mani’ yang ia berkata: “Ubaidullah bin Umar Al Qowariri mengabarkan kepadaku hadits ini”.
- Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman (3/375), dari jalur periwayatan Al Hafidz Abu Abdillah ia berkata, “Abu Bakr Muhammad bin Ma’mal menuturkan kepada kami, Al Fadhil bin Muhammad Asy Sya’rani menuturkan kepada kami, dari Al Qowariri..”.
- Hadits ini juga diriwayatkan Abu Nu’aim di kitab Al Hilyah (6/269) dari jalur periwayatan Habib Ibnu Hasan dan Ali bin Harun, mereka berdua berkata: “Yusuf Al Qadhi menuturkan kepada kami: Muhammad bin Abi Bakr menuturkan kepada kami, Zaidah bin Abi Ruqad menuturkan kepada kami hadits ini”.
- Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al Bazzar dalam dalam Musnad Al Bazzar (lihat Mukhtashor Az Zawaid karya Ibnu Hajar Al Asqalani, 1/285) dari jalur periwayatan Ahmad bin Malik Al Qusyairi dari Za’idah.
Status Perawi Hadits
1. Za’idah bin Abi Ruqqad
Imam Al Bukhari berkata: “Hadits darinya mungkar”. Abu Daud berkata: “Aku tidak mengetahui riwayat darinya”. An Nasai berkata: “Aku tidak mengetahui riwayat darinya”. Adz Dzahabi dalam Diwan Adh Dhu’afa berkata: “Hadits darinya bukanlah hujjah”. Ibnu Hajar Al Asqalani berkata: “Hadits darinya mungkar”
2. Ziyad bin Abdillah An Numairi Al Bishri
Yahya bin Ma’in berkata: “Hadits darinya lemah”. Abu Hatim Ar Razi berkata: “Haditsnya memang ditulis, namun tidak dapat dijadikan hujjah”. Abu Ubaid Al Ajurri berkata: “Aku bertanya pada Abu Dawud tentang Ziyad, dan beliau menganggapnya lemah”. Ad Daruquthi berkata: “Haditsnya tidak kuat”. Ibnu Hajar berpendapat: “Ia lemah”
Pendapat Para Ahli Hadits Tentang Hadits Ini
- Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman (3/375) berkata: “Hadits ini diriwayatkan hanya dari Ziyad An Numairi, ia pun hanya meriwayatkan dari Za’idah bin Abi Ruqad, sedangkan Al Bukhari mengatakan bahwa Za’idah bin Abi Ruqad hadist-nya munkar”.
- An Nawawi menyatakan dalam Al Adzkar (274): “Kami meriwayatkan hadits ini di Hilyatul Auliya dengan sanad yang terdapat kelemahan”.
- Syaikh Ahmad Syakir berkata dalam takhrij Musnad Imam Ahmad (4/100-101): “Sanad hadits ini dhaif”.
- Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata dalam takhrij Musnad Imam Ahmad (4/180): “Sanad hadits ini dhaif”
- Syaikh Al Albani dalam takhrij Misykatul Mashabih (1/432) berkata: “Al Baihaqi menyatakan hadits ini aziz dalam Syu’abul Iman, namun Al Munawi melemahkannya dengan berkata: ‘Secara zhahir memang seolah Al Baihaqi memberi takhrij dan menyetujui keabsahan hadits ini. Namun tidak demikian. Bahkan Al Baihaqi melemahkannya dengan berkata: (beliau membawakan perkataan Al Baihaqi pada poin 1)’”
[Disarikan dari tulisan Syaikh Abdullah bin Muhammad Zuqail di http://www.saaid.net/Doat/Zugail/57.htm]
—
Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id
Kenapa orang berdo’a kepada Alloh kok disalahkan karena alasan hadisnya dhoif. Bukankah berdoa dengan kalimat dan bahasa apa ajha dibolehkan selama semata-mata mintanya kepada Alloh dan pada waktu & tempat yang tidak dilarang?
setahu saya(yang masih awam) tidak ada kalimat dan bahasa do’a yang tidak boleh kecuali do’anya itu menyekutukan Alloh.
#KIANS
Anda memang benar, berdoa bebas menggunakan bahasa apa saja. Hanya saja menjadi masalah jika doa diatas dianggap sebagai doa yang diajarkan Nabi dan afdhal untuk dibaca. Meyakini suatu hal itu afdhal atau tidak itu membutuhkan dalil shahih.
maff ya kang link blog ini saya post kan di blog saya…
Okaiy, terlepas dari dhaif tidaknya hadis ini. bagaimana jika seseorang berdo’a seperti do’a diatas tanpa perduli itu hadis dhaif ato tidak, bagaimana hukumnya? adakah do’a yg afdhal yg sesuai dg hadist yg shahih? syukron.
#arif
Kalau sekedar berdoa, tanpa meyakini ada keutamaan berdoa dengan lafadz, tidak masalah. Sama halnya seperti doa-doa yang kita buat sendiri bahasanya.
akh, ana ijin copy ke blog ana ya, (akan mencantumkan link-nya)
@KIANS dan untuk semuanya: sebenarnya sudah banyak di antara umat2 muslim yang menggunakan hadits2 dhoif. dikarenakan kurangnya pengetahuan dan kemalasan untuk belajar. contoh tentang Nispu saban. itu semua haditsnya dhoif, terus tentang shalat taraweh atau qiyamu Ramadhan 21 Raka’at itu juga dhoif, hadits yang shohihnya 11 raka’at. klo mw ada yg ditanyakan. silahkan d tunggu inbox emailnya.
Dari artikel Hadist Dhaif Doa Menyambut Ramadhan — Muslim.Or.Id by null
terimakasih telah mengingatkan…
Assalamu’alaikum Wr Wb…
Saya tanya, Apakah Rosulullah saw menganjurkan Sholawat nariyah??? dan kalau menurut pengertian dari Nariyah itu bukankah Penduduk Neraka???
Mohon Penjelasannya… Syukran katsir.,.
Wassalamu’alaikum wr. Wb.,.
#Abdur Rozzaq Al Mukhtar
Wa’alaikumussalam, Nabi tidak pernah mengajarkan shalawat Nariyah dan itu perkara yang diada-adakan dalam agama
Bahasan ini bagus, esensinya pada kedudukan hukum dalil hadits ttg doa itu. Bukan boleh atau tidaknya membaca doa tersebut. Tidak mempermasalahkan perihal itu. Jadi silakan dibaca seperti doa-doa lainnya selama isinya tidak bertentangan dgn hukum syariat. Namun jangan meyakini bahwa sumber doa tersebut adalah hadits shohih.