Mungkin sebagian orang masih ragu mengenai masalah ini. Ada yang masih ngotot bahwa pemimpin boleh-boleh saja dari kaum wanita. Namun, kami bukan maksud membela golongan tertentu atau meremehkan mereka. Tidak sama sekali. Yang kami sajikan hanyalah perkataan Allah dan Rasul-Nya (dari Al Qur’an dan Hadits Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam), bukan pendapat si A dan si B yang bisa saja salah. Semoga Allah memberi taufik pada siapa saja yang membaca tulisan ini.
Dalam Al Qur’an, Kaum Laki-laki adalah Pemimpin bagi Kaum Wanita
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diriketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An Nisaa’ : 34)
Bagaimana maksud ayat ini menurut para ulama yang mendalam ilmunya?
Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim mengatakan mengenai ’ar rijaalu qowwamuna ’alan nisaa’, maksudnya adalah laki-laki adalah pemimpin wanita. (Ad Darul Mantsur, Jalaluddin As Suyuthi)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Laki-lakilah yang seharusnya mengurusi kaum wanita. Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, sebagai hakim bagi mereka dan laki-lakilah yang meluruskan apabila menyimpang dari kebenaran. Lalu ayat (yang artinya), ’Allah melebihkan sebagian mereka dari yang lain’, maksudnya adalah Allah melebihkan kaum pria dari wanita. Hal ini disebabkan karena laki-laki adalah lebih utama dari wanita dan lebih baik dari wanita. Oleh karena itu, kenabian hanya khusus diberikan pada laki-laki, begitu pula dengan kerajaan yang megah diberikan pada laki-laki. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, ”Tidak akan bahagia suatu kaum apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita.” Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dari hadits ‘Abdur Rohman bin Abu Bakroh dari ayahnya. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim pada tafsir surat An Nisaa’ ayat 34)
Asy Syaukani rahimahullah juga mengatakan bahwa maksud ’qowwamuna’ dalam ayat ini: laki-laki seharusnya yang jadi pemimpin bagi wanita. (Fathul Qodir pada tafsir surat An Nisaa’ ayat 34)
Syaikh ‘Abdur Rahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata, “Kaum prialah yang mengurusi kaum wanita agar wanita tetap memperhatikan hak-hak Allah Ta’ala yaitu melaksanakan yang wajib, mencegah mereka dari berbuat kerusakan. Kaum laki-laki berkewajiban pula mencari nafkah, pakaian dan tempat tinggal kaum wanita.” (Taisir Karimir Rahman)
Banyak Ayat Lain yang Mendukung Hal Ini
Pertama; Allah melebihkan derajat laki-laki daripada wanita
وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Baqarah: 228)
Kedua; Para Nabi dan Rasul adalah laki-laki.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى
“Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya diantara penduduk negeri.” (QS. Yusuf : 109)
Ketiga; Para istri Nabi berada di bawah kekuasaan para Nabi.
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ
“Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianatkepada suaminya (masing-masing).” (QS. At Tahrim : 10)
Keempat; Warisan laki-laki setara dengan dua wanita.
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ
“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan” (QS. An Nisa’ : 11)
Saksi laki-laki setara dengan dua wanita, sebagaimana firman-Nya yang artinya,”Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya.” (QS. Al Baqarah : 282)
Lima Bukti
Bukti pertama; Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam tidak pernah mengangkat pemimpin (amir) dari kaum wanita.
Bukti kedua; Imam shalat tidak pernah seorang wanita, tetapi seorang laki-laki. Bahkan beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam ketika sakit tidaklah menyuruh istrinya untuk menjadi imam.
Bukti ketiga; Hak laki-laki lebih mulia daripada wanita.
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Andai aku memerintah seseorang sujud kepada yang lain, tentu akan aku perintahkan wanita sujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi no. 1159. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Bukti keempat; Wanita harus izin kalau ingin puasa sunnah. Hal ini ditegaskan dari hadits Abu Huroiroh radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam barsabda,
“Hendaklah wanita tidak berpuasa (sunnah) apabila suaminya ada selain dengan izin suaminya.”(HR. Bukhari). Pesan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ini ditujukan kepada sang isteri bukan kepada suami, karena suami adalah pemimpin.
Bukti kelima; Laki-laki wajib ditaati, sebagaimana hadits Abu Huroiroh radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
“Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu istrinya enggan mendatanginya, maka malaikat akan melaknatnya sampai pagi hari.” (HR. Bukhari). Hadits ini menunjukkan bahwa suami punya hak memerintah isterinya karena suami adalah pemimpin.
Bukti lain dari sejarah Islam adalah bahwa semua para Rasul dan Nabi adalah laki-laki, begitu juga semua khalifah ada laki-laki dan pemimpin pasukan tempur untuk melawan musuh juga seorang laki-laki.
Mengapa Wanita Bukan Pemimpin?
Alasan Pertama; Akibat dari mengangkat pemimpin wanita
Abu Bakrah berkata,
لَمَّا بَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّ أَهْلَ فَارِسَ قَدْ مَلَّكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ كِسْرَى قَالَ « لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً »
“Tatkala ada berita sampai kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisro (gelar raja Persia dahulu) menjadi raja, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda, ”Tidak akan bahagia suatu kaum apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita”. ” (HR. Bukhari no. 4425)
Alasan Kedua; Wanita kurang akal dan agama
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ
“Tidaklah aku pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya sehingga dapat menggoyangkan laki-laki yang teguh selain salah satu di antara kalian wahai wanita.” (HR. Bukhari no. 304)
Alasan Ketiga; Wanita ketika sholat berjama’ah menduduki shof paling belakang
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik shof untuk laki-laki adalah paling depan sedangkan paling jeleknya adalah paling belakang, dan sebaik-baik shof untuk wanita adalah paling belakang sedangkan paling jeleknya adalah paling depan.” (HR. Muslim no. 440)
Alasan Keempat; Wanita tidak dapat menikahkan dirinya, tetapi harus dengan wali
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِىٍّ
“Tidak ada nikah kecuali dengan wali.” (HR. Abu Daud no. 2085, Tirmidzi no. 1101 dan Ibnu Majah no. 1880. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih).
Alasan Kelima; Wanita menurut tabiatnya cenderung pada kerusakan
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا ، فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَىْءٍ فِى الضِّلَعِ أَعْلاَهُ ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
“Nasehatilah wanita untuk berbuat baik karena sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk. Bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk tersebut adalah bagian atasnya. Jika engkau memaksa untuk meluruskan tulang rusuk tadi, maka dia akan patah. Namun, jika kamu membiarkan wanita, ia akan selalu bengkok, maka nasihatilah dia.” (HR. Bukhari no. 5184)
Alasan Keenam; Wanita mengalami haidh, hamil, melahirkan, dan menyusui
Allah Ta’ala berfirman,
وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. Ath Tholaq : 4)
Jika datang waktu seperti ini, maka di mana tanggung jawab wanita sebagai pemimpin?
Alasan Ketujuh; Wanita mudah putus asa dan tidak sabar
Kita telah menyaksikan pada saat kematian dan datangnya musibah, seringnya para wanita melakukan perbuatan yang terlarang dan melampaui batas seperti menampar pipi, memecah barang-barang, dan membanting badan. Padahal seorang pemimpin haruslah memiliki sifat sabar dan tabah.
Di Mana Kepemimpinan Wanita?
Wanita hanya diperbolehkan menjadi pemimpin di rumahnya, itu pun di bawah pengawasan suaminya, atau orang yang sederajat dengannya. Mereka memimpin dalam hal yang khusus yaitu terutama memelihara diri, mendidik anak dan memelihara harta suami yang ada di rumah. Tujuan dari ini semua adalah agar kebutuhan perbaikan keluarga teratasi oleh wanita sedangkan perbaikan masyarakat nantinya dilakukan oleh kaum laki-laki. Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmudan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahuludan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al Ahzab: 33)
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
وَالْمَرْأَةُ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهْىَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
“Dan wanita menjadi pemimpin di rumah suaminya, dia akan dimintai pertanggungjawaban mengenai orang yang diurusnya.” (HR. Bukhari no. 2409)
Kita hendaknya menerima ketentuan Allah yang Maha Bijaksana ini. Bukanlah Allah membendung hak asasi manusia, tetapi Dialah yang mengatur makhluk-Nya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan kebahagiaannya masing-masing.
Persamaan Gender
Syaikh Bakar Abu Zaid berkata,
“Masing-masing wajib mengimani dan menerima bahwa harus ada perbedaan antara laki-laki dan wanita, baik dari segi lahir dan batin, menurut tinjauan syari’at Islam. Masing-masing harus ridho dengan taqdir Alloh dan syari’at Islam. Perbedaan ini adalah semata-mata menuju keadilan, dengan perbedaan ini kehidupan bermasyarakat menjadi teratur.
Tidak boleh masing-masing berharap memiliki kekhususan yang lain, sebab akan mengundang kemarahan Allah, karena masing-masing tidak menerima ketentuan Allah dan tidak ridho dengan hukum dan syari’at-Nya. Seorang hamba hendaknya memohon karunia kepada Rabbnya. Inilah adab syari’at Islam untuk menghilangkan kedengkian dan agar orang mukmin ridha dengan pemberian Allah. Oleh karena itu, Allah berfirman di dalam surat An Nisaa’ ayat 32 yang maksudnya adalah kita dilarang iri dengan kedudukan orang lain.
Selanjutnya, jika hanya berharap ingin meraih sifat lain jenis dilarang di dalam Al Qur’an, maka bagaimana apabila mengingkari syari’at Islam yang membedakan antara laki-laki dan wanita, menyeru manusia untuk menghapusnya, dan menuntut supaya ada kesamaan antara laki-laki dan wanita, yang sering disebut dengan istilah emansipasi wanita. Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah teori sekuler, karena menentang taqdir Allah ….” (Hirosatul Fadhilah)
Penutup
Inilah ketentuan di dalam Islam. Tentunya bila dilaksanakan, kebaikan dan kejayaan akan diraih kaum muslimin sebagaimana yang pernah dialami para Rasul, para sahabatnya, dan generasi sesudahnya. Tetapi jika peraturan ini dilanggar, jangan berharap perdamaian di dunia apalagi kenikmatan di akhirat. Tetapi lihatlah perzinaan dan fitnah wanita serta kehancuran aqidah, ibadah, akhlaq, dan ekonomi yang ini tidak bisa kita tutupi lagi, belum lagi besok di alam kubur, belum lagi di alam akhirat.
Ya Allah, tunjukilah kami (dengan izin-Mu) pada kebenaran dari apa-apa yang kami perselisihkan di dalamnya. Sesungguhnya Engkaulah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus.
Pangukan, Sleman, 19 Muharram 1430 H
—
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
Alhamdulillah..
Hujjah yang sangat jelas, membantah para pembela ideologi sekularis feminis..
Semoga ustadz2 disini senantiasa dalam penjagaan Allah, dan juga kami..
Maju terus, yaa asatidzanaa..
Ini yg harus di tegak kan..pengangkatan wanita sebagai pemimpin akan menunjukkan pemahaman terhadap agamanya. Sedangkal apa ke islaman nya.
oh, ditambah satu lagi alasan perempuan tidak afdhol jadi pemimpin:
Perempuan tidak boleh bepergian tanpa muhrim…
masa’ kalo mau berangkat perang ijin dulu sama suaminya…
Masya Allah…!
smoga orang2 di probolinggo rtdk sesat memilih pemimpin krna aturannya sdh jls bahwa wanita tdk blh jd pemimpin.!!
Bagaimana dengan Sri Mulyani yang sekarang jadi managing director world bank?
Rakyat nggak bahagia?
Dear my moslem fellow.. please open your eyes.
Syariat boleh, tapi juga liat hakikat yah? ;)
#Hakikat Islam
Ada muslimah Indonesia ikut miss universe pakai baju bikini lenggak-lenggok di catwalk, yang senang juga banyak mas. Lantas apa karena banyak orang senang berarti itu baik? Dan berarti itu boleh dalam Islam?
Lalu hanya karena Sri Mulyani, hadits-hadits dan ayat-ayat di atas mau kita kemanakan? Kita taruh di bawah sandal lalu tidak usah dihiraukan??
Islam tidak mengenal pembagian syariat, hakekat, ma’rifat. Rasulullah saja yang paling tinggi tingkatan Islamnya, sampai menjelang wafat beliau menjalankan semua ajaran Islam. Tidak ada yang ditinggalkan dengan alasan sudah hakekat atau sudah ma’rifat.
sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, ”Tidak akan bahagia suatu kaum apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita.” Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dari hadits ‘Abdur Rohman bin Abu Bakroh. Secara zhohir seolah olah hadis ini mengharamkan seorang wanita menjadi pemimpin. Benarkah demikian? tetapi ketika dilihat dari ssbabun wurud (sebab munculnya) hadis ini adalah mengenai kisah matinya raja Parsi yang telah merobek robek surat Rasulullah, dan digantikan oleh anaknya yang perempuan sebagai Ratu. Maka nabi mengatakan tidak akan berjaya suatu kaum yang menyerahkan urusan negaranya kepada seorang wanita. Dengan demikian, hadis ini berkenaan atas pelarangan nabi mengangkat seorang raja dari kaum wanita. Perlu dicatat bahwa seorang raja pada waktu itu adalah pemimpin yang absolut, yakni pemegang kekuasaan secara mutlak seorang diri tanpa ada kontrol dari pihak manapun.
Di zaman modern ini, seorang Raja maupun seorang Presiden, atau Perdana Menteri yang menjabat sebagai Kepala Negara sekalipun, tidak serupa dengan kedudukan raja yang absolut di zaman dahulu. Biasanya kepala Negara sekarang ini hanya pemegang kekuasaan eksekutif saja, sementara kekuasaan legeslatif dan yudikatif dipegang oleh pihak lain. Hal ini tentu sangat jauh berbeda dengan seorang raja yang absolut di zaman dahulu yang memegang kekuasaan seluruhnya secara mutlak seorang diri.
Itulah sebabnya, Syeikh Yusuf Qordhawi dan Syeikh Sya’rawi berpendapat bolehnya seorang wanita memegang jabatan Kepala Negara pada zaman moderen ini. Alasannya, pelarangan nabi menjadi kepala Negara saat itu terkait dengan kekuasaan yang absolut dan tanpa batas, bukan seperti sekarang ini yang serba terbatas dan terkontrol.
#Aias
Pertama, kaidah mengatakan :
العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السباب
“Makna diterima sesuai dengan keumuman maknanya, bukan karena sebabnya yang khusus”
Kedua, tidak setiap hadist itu ada asbabul wurudnya. Ini menunjukkan Allah Ta’ala tidak mewajibkan kita memaknai hadits dengan asbabul wurud.
Ketiga, tidak semua asbabul wurud itu shahih. Asbabul wurud itu perlu dicek juga keshahihan penukilannya. Tolong anda sertakan sumber asbabul wurud yang anda bawakan itu, dan pastikan shahih atau tidak.
Keempat, kalau setiap kita memaknai hadits dibatasi dengan asbabul wurudnya, niscaya mayoritas hadits hanya berlaku untuk orang arab di masa Nabi saja.
Kelima, perkataan anda “pelarangan nabi menjadi kepala Negara saat itu terkait dengan kekuasaan yang absolut dan tanpa batas”, mana dalil dari alasan ini?
Keenam, perkataan ulama atau orang yang di-ulama-kan bukanlah dalil. Jadi tidak bisa untuk menolak dalil yang sudah jelas shahih.
Jangan memberikan pembelaan hanya berdasarkan sesuatu yang kamu kurang mengerti tentangnya bukan kita harus pojokan seorang wanita namun lebih afdol memang apabila seorang wanita itu kedudukannya hanya memimpin dalam rumah saja jika ia sudah keluar lalu memakai perhiasan serta dengan gaya modern saat ini yang sudah dapat merubah wajah yg keriput menjadi anggun sehingga dapat menimbulkan dosa mencegah lebih baik daripada mengobati..
Alhamdulillah, penjelasan yang sangat bermanfaat. saya yang sangat awam ini melihat sekarang banyak sekali alasan-alasan yang dikemukakan oleh orang-orang yang mengatakan dirinya “MODERN” dan mengatasnamakan “PERSAMAAN DERAJAT” untuk tahap demi tahap mulai mencari alasan-alasan pembenar untuk menentang perintah dan larangan Allah dan Rasulnya, yang tak lain bertujuan hanya untuk dunia.
Kiranya kalo kita melihat dalil-dalil yang dikemukakan oleh Penulis, sudah lebih dari cukup untuk menjadi hujjah bagi orang yang terbuka mata hatinya untuk mentaatinya.
semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita semua, bahwa yang benar adalah benar dan yang salah memang salah.
amin
terima kasih atas keterangan nya… dan ilmu nya
saya akan mempelajarinya dan pabila ada yang bertanya pada saya.. saya mohon izin untuk menjelaskan nya dengan meng copy dari sini saya harap bisa berbagi ilmu dengan yang lainya… terima kasih assalamualaikum wr wb
makasih ilmu nya…
semoga yang merancang website ini di makin di sayang allah s.w.t.
Apakah ini juga berlaku untuk pemimpin di sebuah perusahaan?
Perintah dalil ini berlaku untuk semua… Bahkan yang terkecil sekalipun… Yaitu pemimpin rumah tangga
hari ini kota Surabaya punya pemimpin wanita yg berhasil menutup kawasan zina terbesar se asia tenggara .. mohon pendapat ustad..
Hukum Islam tetap spt dijelaskan di atas, tdk berubah.
Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kalian diberi rahmat. (Arti QS. Ali ‘Imran : 132)
Subhanallah, patah semua opini dan teori sekularis feminis., Allah merancang semuanya utk rahmat seluruh alam,.
Apabila dalam pilkada ada 2 calon pemimpin beragama islam, satu diantaranya perempuan,
apakah diperbolehkan mengikuti kegiatan demokrasi tersebut dengan memilih calon yang laki-laki ?
Simak: https://muslim.or.id/20605-fatwa-ulama-memberikan-suara-dalam-pemilu.html
Berdasarkna jawabaan syeh Muhammad Albani sbb :
Pertanyaan ketiga: Bagaimana hukumnya kaum perempuan mengikuti pemilu?
Jawab: Boleh saja, tapi harus memenuhi kewajiban-kewajibannya, yaitu memakai jilbab secara syar’i, tidak bercampur baur dengan kaum lelaki, itu yang pertama.
© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/20605-fatwa-ulama-memberikan-suara-dalam-pemilu.html
Dari penjelasan singkat beliau pemimpin boleh dari perempuan asalkan tidak meninggalkan kewajibannya dan tidak bercampur baur dengan laki laki.. Artinya Perempuan boleh memimpin digolongan mereka sendiri atau kelembagaan khusus perempuan dimana tidak ada campur baur dengan urusan laki laki dan tetap menjalankan kewajibannya. Sebaliknya ketika perempuan memimpin seluruh urusan kemaslahatan umat akan terjadi campur baur dengan laki laki dan perempuan, disitulah segala resiko akan timbul seperti fitnah, zina dsb.. Ketika kelembagaan maupun yg bersangkutan sibuk mengatasi masalah resiko yg akan timbul tsb akhirnya yg terjadi fokus kelembagaan akan hilang terhadap program kerja pokoknya, akhirnya terjadi kemunduran pada lembaga tsb apakah lembaga pemerintahan, negara daerah dsb. Ini baru satu alasan dari sekian banyak Firman ALLAH dan Hadist yg melarang kenapa perempuan tidak boleh menjadi pemimpin umat.
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh. Izin bertanya ust. Apakah hukum ini berlaku untuk semua jenis kepemimpinan? Apakah dalam suatu organisasi di sekolah atau kampus seorang perempuan jg tidak blh memimpin?? Mohon jawabannya ustaz. Terimakasih…