Saat darurat boleh menerjang yang haram, namun adakah syarat-syaratnya atau asal menerjang saja?
Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata dalam bait syairnya,
وَ لاَ مُحَرَّمٌ مَعَ اِضْطِرَارٍ
Tidak ada yang diharamkan di saat darurat.
Para fuqoha lainnya mengungkapkan kaedah di atas dengan perkataan,
الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ المحْظُوْرَات
“Keadaan darurat membolehkan suatu yang terlarang.”
Dalil Kaedah
Allah Ta’ala berfirman,
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ
“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.” (QS. Al Baqarah: 173)
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.” (QS. Al An’am: 119). Ayat pertama, berkaitan dengan makanan. Ayat kedua, sifatnya lebih umum.
Menerjang yang Haram dengan Syarat
Menerjang yang haram tidak asal menerjang, namun ada syarat-syarat berikut yang mesti diperhatikan:
1- Dipastikan bahwa dengan melakukan yang haram dapat menghilangkan dhoror (bahaya). Jika tidak bisa dipastikan demikian, maka tidak boleh seenaknya menerjang yang haram. Contoh: Ada yang haus dan ingin minum khomr. Perlu diketahui bahwa khomr itu tidak bisa menghilangkan rasa haus. Sehingga meminum khomr tidak bisa dijadikan alasan untuk menghilangkan dhoror (bahaya).
2- Tidak ada jalan lain kecuali dengan menerjang larangan demi hilangnya dhoror. Contoh: Ada wanita yang sakit, ada dokter perempuan dan dokter laki-laki. Selama ada dokter wanita, maka tidak bisa beralih pada dokter laki-laki. Karena saat itu bukan darurat.
3- Haram yang diterjang lebih ringan dari bahaya yang akan menimpa.
4- Yakin akan memperoleh dhoror (bahaya), bukan hanya sekedar sangkaan atau yang nantinya terjadi.
Semoga bermanfaat.
Referensi:
Syarh Al Manzhumatus Sa’diyah fil Qowa’id Al Fiqhiyyah, Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir bin ‘Abdul ‘Aziz Asy Syatsri, terbitan Dar Kanuz Isybiliya, cetakan kedua, 1426 H.
Qowaid Muhimmah wa Fawaid Jammah, karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Maktabah Al Imam Ibnul Qayyim, cetakan pertama, 1433 H.
Baca juga: Kaidah yang Lagi Viral “Mengambil yang Lebih Ringan Mudharatnya”
—
@ Panggang, Gunungkidul, 3 Rabi’uts Tsani 1435 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel: Muslim.or.id
assalamualaikum,afwan ustadz seblumnya saya minta maaf krna gak tau harus dimna tmpt kusu buat bertanya, ana mau menanyakn, apabila sedang berpuasa trus gigi kita sakit dan mengeluarkan darah ,apa yang sebaiknya kita lakukan? apa kalo darahnya ketelan ,bisa membuat puasanya batal,? atau makruh??? terimakasih
Wa’alaikumus salam, http://www.konsultasiSyariah.com/gusi-berdarah-saat-puasa/
Islamqa.info/id/37937
Bissmillah
Assalamualaykum ustad
Saya ada hutang sekitar 80 juta sudah 4 tahun blm terlunasi, dan saat ini sudah di titik ujung,
Sampai saat ini sudah ikhtiar bekerja dagang dll tp blm bisa juga melunasi hutang saya, karena tidak mau di cicil,
Saat ini ada peluang usaha yg ada unsur gharar nya, apakah boleh saya kerjakan hanya sampai hutang saya lunas? Sudah segala cara saya coba untuk melunasi, qadarullah Allah azza WA jalla belum memaafkan kesalahan saya